9. Tokoh Untuk Langit

355 62 45
                                    

Jangan lupa untuk vote dan coment jika kalian suka sama cerita ini yaaa:)

Selamat membaca teman-teman❤️


9. Tokoh Untuk Langit

Untuk mengetahui sikap seseorang, tidak cukup hanya sekadar sering bertemu.

Masih memijakkan kaki di bangunan yang sama, Alder dan Thella berjalan menuju parkiran sekolah. Kali pertama Thella terkena bola basket, sehingga ia masih sedikit terkejut. Alder berada beberapa langkah di depan Thella. Sebelah bahu Alder menggendong ransel cokelat milik Thella.

Menarik napas, Thella kembali melangkah. Jam pelajaran kembali dimulai, sehingga lorong demi lorong senyap.

Keduanya sampai di parkiran motor SMA Nusa Indah. Alder memakai helm hitam miliknya, dan naik ke atas motor besar. Sebelumnya, ransel cokelat itu sudah diberikan kepada si pemilik. Serupa dengan Alder, Thella juga naik ke atas motor itu. Bedanya Thella tidak menggunakan helm, karena Alder hanya memiliki satu benda pelindung kepala itu.

"Mau ke mana?" tanya security saat mereka hendak keluar dari gerbang utama sekolah.

"Sakit, Pak. Udah izin." Alder yang menjawab, lalu menyerahkan surat izin yang sudah ditandatangani guru BK dan guru yang mengajar di kelas XII IPA-1.

Gerbang dibuka lebar oleh security. Deru motor Alder memenuhi setiap jalan yang mereka lalui.

"Rumah lo di mana?" tanya Alder.

"Perumahan Griya Permata II," jawab Thella dari belakang punggung Alder.

Netra hitam Alder melirik ke arah spion motor. Ia melihat Thella sedikit meringis dan memejamkan kedua mata. Lelaki itu menjadi tidak tega, apalagi Alder penyebabnya. Ingin tidak peduli, tetapi ia terlibat.

"Kalo pusing senderan aja di punggung gue." Tawaran itu lebih terdengar perintah di telinga Thella.

"Nggak pa-pa?" tanya Thella sedikit ragu.

Anggukan dari Alder menjawab pertanyaan Thella. Ia menyenderkan kepalanya di punggung tegap Alder. Kedua tangan Thella mencengkram bagian pinggang sisi seragam Alder. Mata Thella tertutup, tetapi tidak tidur.

Hingga hening kembali tercipta. Tidak ada lagi sepatah kata yang keluar dari masing-masing bibir. Lelaki itu memilih fokus ke jalan raya yang sepi. Alder tetaplah Alder! Lelaki dingin dan irit bicara.

***

"Diangkat nggak?" tanya Jovian tidak sabaran.

Benda pipih itu masih menempel di telinga dan pipi kanan Theo. Ia menggeleng pelan. Ponselnya terus menunjukkan panggilan terhubung. Namun, tak kunjung dijawab oleh si nomor tujuan.

"Astaga! Itu anak ke mana lagi, sih?" gerutu Jovian.

Usaha Theo tidak berhenti sampai di situ. Lelaki berkulit putih itu terus menelepon Alder, sahabatnya. Puluhan kali panggilan itu terhubung, tetapi tak jua membuahkan hasil. Rasanya ponsel Theo sudah ingin meledak.

"Eh, Neng Ribka. Aduh, aduh, silau ada Ribka," goda Jovian saat Ribka memasuki kelas.

Gadis berambut panjang itu melirik sinis dari ekor matanya. Ia berjalan ke tempat duduk, menunggu guru pelajaran selanjutnya. Wajah Ribka tidak menunjukkan sisi bersahabat.

Senyum Senja KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang