1.Prolog

70 3 0
                                    

Tempat yang paling dihindari dan dibenci malah sekarang jadi tempat paling disukai oleh salah satu dari sekian banyaknya gadis moderen.

Dia yang dulunya sangat liar bak burung hantu yang aktif di malam hari, sering dijuluki pembuat onar, suka balap liar dan juga sering mendapatkan peringatan dari sekolah.

Kalian tau tempat apa yang ia hindari? Pesantren, ya pesantren adalah tempat yang paling ia benci. Bahkan, ia teramat enggan berurusan dengan yang namanya pesantren.

Ia beranggapan bahwa pesantren adalah sekumpulan anak-anak udik, sangat tidak cocok dengan dirinya yang sangat gaul. Ia bahkan sering memprovokasi para santri jikalau pesantren itu terlalu tertutup sehingga moderenisasi tidak bisa masuk, tidak lupa ia menyatakan bahwa anak-anak yang tinggal disana tak diperbolehkan memegang handphone, sehingga dipastikan anak-anak pesantren merupakan anak-anak yang gaptek. "Malu dong entar udah tamat SMA tapi ga bisa main HP, malu sama anak SD," ucap sang gadis jika ada seseorang yang selalu menanyakan padanya perihal pesantren.

Namun, apa yang terjadi? Ia malahan dipaksa untuk masuk pesantren, bisa kalian tebak betapa kesalnya ia dengan orang tuanya. Ia sudah menolak dengan berbagai alasan, salah satunya ia berjanji tidak akan nakal lagi.

Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Keputusan orang tuanya sudah mutlak, sehingga membuatnya semakin pasrah, juga semakin membenci kedua orang tuanya itu.

Ia tak bisa berkata apa-apa setelah orang tuanya benar-benar mengantarkan ia kesebuah pondok pesantren yang terpencil. Banyak orang yang menyatakan jika pesantren ini masih sangat asri, tidak ada pengaruh moderen yang masuk. Hal itu membuat gadis tersebut kesal bukan main, tetapi ia masih menahannya.

Pesantren tersebut dikelilingi oleh hutan, rawa, dan juga ada jurang di bagian belakang pesantren. Walau begitu, suasana di pesantren tersebut sangat indah, mengingat kata pepatah, " Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit lah dahulu, bersenang-senang kemudian." Perumpamaan pepatah itu layak ditunjukkan untuk pesantren ini.

Untuk menempuh pesantren ini butuh perjuangan yang besar, tetapi setelah sudah sampai di pesantren semua lelah saat diperjalanan serasa terobati dengan keindahan pesantren ini.

Pesantren Nurul Musthofa, Kudus. Begitulah yang gadis itu baca di gerbang pesantren yang akan ia tempati. Pesantren ini sangatlah luas, sehingga membuat pondok santriwan dan santriwati terpisah. Tak lupa ruang kelas dan gedung sekolah ikut terpisah.

Awalnya yang mengajar di pondok santriwati hanyalah para Ustadzah, akan tapi sekarang para Ustadz diperbolehkan untuk mengajar di pondok santriwati. Dikarena ilmu mereka cukup tinggi. Gimana tidak tinggi? Para Ustadz disana rata-rata lulusan dari Al-Azhar Mesir, bahkan ada yang dari Al- Aghaff, Hadramaut, Yaman.

Yaman merupakan negeri seribu wali, siapa yang tidak ingin menginjakkan kakinya ke sana? Yaman sudah menjadi tujuan para calon mahasiswa pemburu beasiswa ataupun non beasiswa luar Timur tengah. Selain Al-Aghaff, Al-Azhar juga salah satu kampus terfavorit dimata para santri.

Walau santriwan dan santriwati terhalang dinding, mereka masih bisa tetap bertemu saat pesantren mengadakan acara maupun seminar. Tapi, tetap ada skatt pembatas di antara mereka. Saat seperti itu sangat dimanfaatkan para santri untuk melihat satu sama lain, akan tapi tidak seluruh santri yang begitu, karena sebagian dari mereka ada yang tetap menundukkan pandangannya.

Pesantren ini tidak seperti pesantren-pesantren modern yang ada, pesantren ini masih sangat tradisional. Walau begitu, ilmu yang diajarkan sangatlah bagus, dengan para pengajar dari Timur tengah membuat orang tua merasa tenang menitipkan anaknya ke pesantren ini.

Namun, tidak untuk gadis yang satu ini. Sesaat setelah sampai, ia hanya diam melihat bagaimana orang tuanya meninggalkannya sendiri di pesantren ini. Tidak ada raut wajah sedih, saat melihat orang tuanya dan adiknya itu pergi, ia berpikir jika orang tuanya memang dengan sengaja menitipkannya disini agar mereka bisa tenang dan bahagia di rumah tanpa adanya pembuat onar seperti dirinya.

Saat dirinya diantar oleh mbak-mbak ndalem, ia hanya diam tidak berminat dengan apa saja yang diucapkan mbak ndalem tersebut. Begitupun di dalam asrama, ia seolah-olah berubah menjadi gadis pendiam ketika masuk ke dalam pesantren.

Dirinya belum bahkan tidak siap untuk masuk pesantren, sehingga dia sengaja tidak menaati peraturan agar ia bisa dikeluarkan dan bebas seperti dahulu.

Nyatanya, realita tidak semanis ekspektasi. Hal itu bukan membuat dirinya dikeluarkan, malah semakin dibuat untuk betah di pesantren. Baik Ustadzah maupun Santri mereka berkerja sama agar gadis itu merasa nyaman. Mereka menunjukkan bahwa pesantren ini tidak seburuk yang ia bayangkan, akan tetapi usaha yang dilakukan Ustadzah dan para santri pun tak membuahkan hasil.

Semakin lama, semakin menjadi-jadi pula tingkah laku nya, membuat para Ustadzah dan pengurus pondok kewalahan menghadapi sikapnya. Meskipun sudah berulangkali di takzir tidak membuatnya jera, malah semakin membuatnya semangat untuk berbuat onar.

Ketika kedatangan seorang Ustadz baru lulusan dari Mesir yang juga merupakan alumni dari pesantren ini, membuat kehidupan sang gadis berubah. Dia yang setiap kali berbuat onar, akan selalu diceramahi dan bahkan dihukum oleh sang Ustadz yang mana hukuman tersebut tidaklah main-main. Ustadz yang menjadi idaman para kaum hawa, kini harus bertahan menghadapi sikap bar-bar sang gadis.

Semenjak kedatangan Ustadz dari Mesir itu, membuat sikap onar sang gadis perlahan memudar. Hal itu membuat seisi pesantren sedikit bisa bernafas lebih lega, juga membuat Pak Kyai memerintahkan kepada sang Ustadz untuk mendidik gadis itu.

Sempat menolak, tapi ia sungkan mengatakannya, ia menganggap ini sebagai cara ia membalaskan jasa sang guru. Awalnya sang gadis tidak terima jika harus didik oleh sang Ustadz, karena sang gadis membencinya. Tapi semua itu perlahan memudar seiring berjalannya waktu.

Obsesi yang dimiliki sang gadis untuk membuat sang Ustadz menjadi miliknya seutuhnya. Membuat sang Ustadz kian menjauh dari sang gadis, karena hal itu rasa sakit menjalar di hati sang gadis. Ia belum menyadari jika yang ia lakukan itu salah, sampai ia mendapatkan pencerahan dari teman sekamarnya.

Setelah mendapatkan pencerahan tersebut, ia menyadari bahwa, selama ini ia hanyalah terobsesi kepada sang Ustadz. Semenjak itu, ia mulai menjaga jarak dengan sang Ustadz, tidak lupa ia meminta kepada pak Kyai untuk tidak menyuruh sang Ustadz mendidiknya lagi.

Hal itu sempat membuat Pak Kyai bingung, namun ia tetap menuruti permintaan santriwatinya. Semenjak hari itu, ia sudah sangat jarang bertemu dengan sang Ustadz, ia hanya akan bertemu dengan Ustadz tersebut jika sang Ustadz mengajar dikelas mereka.

Walau ia menjaga jarak dengan sang Ustadz, tidak memuat kenyataan bahwa ia masih mencintai sang Ustadz, di sepertiga malamnya selalu ia sebut nama sang Ustadz. Tetapi, ia menyadari bahwa hanya Allah yang pantas memilihkan pasangannya, ia hanya bisa berusaha sambil memantaskan diri. Ia meyakini ketetapan qadha dan qadar yang Allah janjikan.

Semakin lama ia belajar, semakin ia sadar bahwa ia sudah sangat jauh dari kata pintar. Ilmu nya masih sangat awam. Ia menyesal mengapa tidak sedari dulu ia belajar. Sekarang, ia semakin mengintropeksi diri dengan ilmu yang ia dapatkan.

Banyak ilmu yang ia dapat selama beberapa tahun di pesantren, ia menjadi sangat betah tinggal disana. Bahkan, ia memutuskan untuk mengabdikan diri di pesantren.

Banyak yang mengajukan lamaran terhadapnya, banyak pula lamaran yang ia tolak, bahkan ia tak segan-segan meminta pak kyai untuk tidak menjodohkannya, Karena banyaknya lamaran yang ditolak sang gadis dari para Ustadz bahkan seorang Gus, membuat yang lain segan untuk mengajukan lamaran. Hanya satu yang ia tunggu, hanya satu yang ia pinta, tapi ia tetap bersabar sampai Allah mengabulkan.

Selagi menunggu, ia tetap menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu yang ia miliki. Banyak yang kagum bahkan, kebanyakan dari mereka tak menyangka jika dulu seorang pembuat onar kini bisa menjadi panutan setiap orang.

Setelah penantian panjangnya, akankah ia mendapatkan apa yang ia nantikan? Pada dasarnya, semua itu tergantung pada kehendak Allah atasnya yang telah menuliskan takdir jodohnya jauh sebelum manusia lahir di Lauhul Al-Mahfudz.

Ingin tau kisah sang gadis dalam hijrah cintanya?
Marilah kita bersama-sama menikmati dan mengambil ibrah dari lika-liku hijrahnya.

Mengejar Cinta sang UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang