20. Kado Pernikahan

14 2 0
                                    

Rindu itu seperti apa sih? Apakah saat kita ingin seseorang bersama kita itu dinamakan rindu? Atau saat kita ingin dirinya selalu berada di samping kita? Bukankah itu sama saja? Tapi, jika kita ingin melihat dirinya, yang kita sendiri tidak tau seperti apa rupanya, juga ingin berada disamping kita apa itu juga dinamakan rindu?

Rindu dan kangen apa sama saja? Jika benar iya, apa persamaannya? Apa benar tak ada beda? Jika hanya ada rindu untuk apa ada kangen. Jika mereka sebuah sinonim kenapa kita harus mengalami keduanya!

***

Saat ini Najwa sedang asyik memikirkan apa yang terjadi dengan kucing hamil tersebut, apa mereka punya tempat tingga? Tidak, sepertinya tidak. Oleh karena itu, dirinya ingin membuat sesuatu untuk mereka.

Dirinya pun mulai beranjak dari kasurnya dan pergi menuju ke taman. Dengan membawa dua kotak kardus, dan juga gunting serta lem. Ia telah siap untuk membuat sesuatu yang wahhhh!

Sampainya di taman, seperti biasa tak banyak santri yang berkeliaran, karena mereka lebih memilih berdiam diri di kamar walau hanya sekedar rebahan.

Najwa dengan keahlian dan ke kreativitas otaknya pun mulai membentuk kardus yang ia bawa. Seakan terlupa dengan sesuatu ia segera berlari ke kamarnya, dan kembali dengan nafas yang ngos-ngosan membawa satu kotak krayon warna warni.

Saat tengah sibuk merancang ia di kagetkan oleh deheman seseorang yang hampir membuatnya jantungan. Gila!

***

Setelah membereskan barang-barang ku di rumah. Aku memutuskan untuk kembali ke pesantren hanya untuk sekedar berkeliling, aku ingin tau apakah ada perubahan sejak aku meninggalkan pesantren.

Saat tengah asyik berkeliling daerah ndalem, tak sengaja mataku menatap sosok, eh sosok serasa hantu:v

Ralat, tak sengaja menatap seorang gadis yang kini tengah membuat sesuatu di daerah taman. Karena penasaran aku pun berjalan ke arahnya, dan berdehem sebagai tanda kedatangan ku.

***

"Eh" kejut Najwa saat menoleh kebelakang ternyata terdapat Reyhan yang menatap  kardus yang tergunting.

"Assalamualaikum" ucap Reyhan.

"Wa-alaikumussalam" ujar Najwa.

"Ngapain?" tanya Reyhan.

"Situ punya mata kan?" tanya Najwa balik, sangat tidak sopan! Membuat Reyhan mengangkat sebelah alisnya kemudian mengangguk.

"Situ kan bisa lihat gue ngapain, terus buat apa nanya?" Uuar Najwa membuat Reyhan diam.

"Ya, untuk apa?" tanya Reyhan lagi.

"Buat rumah," ujar Najwa santai sembari melanjutkan kegiatannya.

"Kamu?"

"Gue? Napa?"

"Rumah buat kamu?"

"Ga lah!"

"Terus ?"

"Buat mereka," ucap Najwa sembari menunjuk sepasang kucing yang sedang memperhatikannya.

"Hah? Buat mereka?" ujar Reyhan tak percaya dengan salah satu santri ponpes ini.

"Iya"

"Buat apa?"

"Kan sudah gue bilangin buat rumah untuk mereka," ujar Najwa kesal.

"Ya, maksud saya buat apa kamu kasih dia rumah," ujar Reyhan berusaha tenang.

"Buat kado," ujar Najwa enteng membuat Reyhan mengerutkan keningnya.

"Kado?" cengo Reyhan

"Iya lah!"

"Tapi kado buat apa?"

"Kado pernikahan mereka, kasian ga ada yang ngasih hadiah. Apalagi mereka ga ada rumah, bisa dibayangkan bagaimana nanti setelah melahirkan keadaan anaknya akan seperti apa? Anaknya bakalan terlantar, ayahnya sibuk kerja, dan ibunya? Kita ga tau bakalan selamat atau kaga," ujar Najwa menjelaskan panjang lebar, membuat Reyhan bersusah payah menepis pemikiran bahwa santri yang didepannya ini sudah gila.

"Kamu gila?" tanya Reyhan hati-hati.

"Apa! Situ ngatain saya gila? Seharusnya situ yang sadar diri! Situ yang gila! Dan situ juga ga berperikemanusiaan eh ralat ga berperikekucingan! Ga ada rasa kasihan kah kepada mereka berdua?" ucap Najwa sembari menunjuk kucing.

"Aneh!" ujar Reyhan memilih pergi meninggalkan Najwa

"Situ yang Aneh, gila, ga berperikekucingan!" gerutu Najwa.

Setelah itu, ia kembali fokus dengan kegiatannya. Tak berapa lama rumah kecil kucing tersebut sudah jadi. Dirinya pun menaruh di bawah pohon yang mana disana terdapat sebuah kursi taman untuk para santri berleha-leha. Sengaja ia taruh dibawah kursi agar mereka tidak kehujanan.

"Baiklah pak kucing dan bu kucing. Ini adalah kado kecil saya untuk kalian. Semoga kalian bisa menerimanya ya," ujar Najwa sembari menyalami kucing tersebut.

"Eh, bagaimana jika saya kasih nama saja biar mudah manggil nya?" ujar Najwa.

"Meow" jawab kucing jantan seolah-olah menyetujui ucapan Najwa.

"Wah bagus, gimana kalo nama kalian itu Aan dan Nana? Hihi lucu juga namanya, tapi bagus sih. Mau ga?" tanya Najwa.

"Meow" jawab kucing itu lagi

"Wah, ga nyangka padahal asal tadi milihnya eh ga taunya kalian juga setuju," ujar Najwa senang.

Kemudian Najwa pun menuntun kedua kucing tersebut untuk masuk ke rumah barunya. Setelah dirasa mereka sudah nyaman, Najwa sedikit berbincang dengan kucing tersebut. Dan, berlalu kembali ke kamar setelah obrolan mereka selesai.

Tanpa Najwa sadari ada sepasang mata yang terus mengawasi nya. Bahkan orang yang mengawasinya sempat terkejut ketika kata 'Aan dan Nana' keluar dari mulutnya. Tapi, tak bertahan lama, keterkejutannya sedikit terobati akan klarifikasi dari Najwa bahwa itu nama asal yang ia pilih untuk kucing-kucing tersebut.

***

Setelah memberikan kado pernikahan kepada Aan dan Nana, Najwa berjalan menuju kantin. Dirinya ingin membeli sesuatu untuk ia beri kepada kedua kucing baru nya.

"Mbok, jual makanan kucing?" tanya Najwa membuat mbok Tuti bingung.

"Ngga neng."

"Terus apa?"

"Ya seperti yang eneng liat atuh."

"Hmm, minta bakso aja," ujar Najwa.

"Owh ya, pinjem piringnya juga ya mbok," ujar Najwa lagi.

"Siyap neng"

Tak butuh waktu lama semangkuk bakso telah tersaji dihadapan nya. Lantas ia membawa bakso tersebut ke taman.

Bukan untuk dirinya, malah untuk kedua kucingnya. Aan dengan bulu berwarna kuning atau yang sering kita panggil kucing oyen. Serta Nana dengan bulu berwarna putih dan ada sedikit abu-abu sangat cantik.

"Halo pak Aan dan bu Nana, Gue bawain kalian makanan nih!"

"Semoga suka ya!"

Setelah itu Najwa pun memberikan dua butir bakso ukuran kecil kepada Nana dan Aan. Sedangkan sisa baksonya ia yang makan.

"Kenyang ga?"

"Iya gue tau kenyang, dah ya gue mau balikin ni mangkuk, kalian mending kembali masuk terus tidur. Apalagi Lo Nana banyak-banyak istirahat, Lo kan lagi bunting!"

"Dan Lo Aan, jagain Nana. Kalo dia mao beranak panggil gue di asrama kamar SF ya!"

"Dah lah bay ntar gue sini lagi. Jaga diri baek-baek kalean ya!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Najwa pun kembali menuju ke asramanya. Ralat, ke kantin dulu untuk mengembalikan mangkuk bakso yang ia pinjam tadi. Sesudah itu barulah ia kembali ke asrama.

Saat memasuki kamar, terlihat teman-temannya tertidur lelap di atas kasur masing-masing. Najwa sedikit menyunggingkan senyum melihatnya. Ternyata teman yang selama ini ia cari adalah mereka.

Mengejar Cinta sang UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang