16. Gus, masih waras kan?

11 2 0
                                    

Semenjak acara penyambutan, Najwa semakin tersorot, bukan karena masalah yang ia perbuat, tetapi juga tentang keberaniannya melawan Gus pesantren mereka.

Seperti hari ini, saat ia tengah menikmati kegiatannya dengan memakan snack yang ia beli di kantin tadi, harus terganggu dengan bisikan-bisikan orang yang tak sehebat dirinya.

Bagi Najwa, orang suka membicarakannya dari belakang. Adalah orang-orang yang iri akan pencapaian yang ia miliki, atau bisa dibilang tidak mampu untuk menyamakan diri seperti dirinya sekarang. Jadi wajar dong, ia menganggap bahwa mereka itu adalah orang-orang yang tak sehebat dirinya?

Jangan di tanya kenapa dia sendirian, karena temannya sekarang sedang diniyyah. Dirinya? Tentu saja bolos. Mau di hukum? Ya silahkan, Najwa tak keberatan kok.

Saat tengah asik ngemil, seseorang telah mengganggu ketenangan dirinya.

"Ehm," dehem seseorang dari arah belakang Najwa.

"Waalaikumussalam," sindir Najwa, membuat orang berdehem tadi malu sendiri.

"Assalamualaikum," ucapnya. Oh, dari suaranya Najwa sudah kenal, ini pasti Gus sok kepintaran itu.

"Ada apa Gus?" ujar Najwa to the point, membuat Gus Ali terkejut, bisa-bisanya ia menebak hanya dari suara, sungguh apakah Najwa memiliki bakat mengenali suara seseorang? Pikir Ali.

"Kamu suka ya sama saya?" ucap Gus Ali tiba-tiba membuat Najwa terkejut dan berbalik menatap Gus Ali seraya mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.

"Apa! Gue suka sama Lo Gus? Idih PD amat." ujar Najwa.

"Buktinya aja, hanya dengan mendengar suara saya, kamu sudah bisa menebak. Siapa tau kamu di belakang saya sering mencari tau tentang saya kan. Jujur aja gapapa kok," ujar Gus Ali dengan PD nya.

"Helo Gus, gue tau suara Lo karena gue hafal banget, sama suara seseorang yang sok kepintaran padahal kenyataannya kaga," ujar Najwa membuat Ali kehabisan kata-kata.

"Ga usah bohong deh, kalo emang suka ya bilang aja." Elak Ali menutupi rasa malunya.

"Gus, masih waras kan?" tanya Najwa. Ia heran, kenapa Gus nya ini sangat PD.

"Iya lah," ujar Gus Ali.

"Kalo masih waras, kenapa ucapan Gus kayak orang gila?" Ucap Najwa membuat Ali terdiam mencerna.

"Ga ah, perasaan ucapan saya emang kenyataan," elak Ali.

"Iyain, biar yang gila seneng," ucap Najwa malas, kemudian ia melanjutkan makannya tak memperdulikan keberadaan Gus nya itu.

"Saya ga gila ya," ucap Ali.

"Ya udah, Gus kalo ga gila dan masih waras, silahkan pergi ya, soalnya keberadaan Gus mengganggu ketenangan hidup Gue," ujar Najwa menatap datar. Entah angin dari mana sehingga Ali menganggukkan kepalanya dan pergi dari sana.

Setelah itu Najwa kembali menyambung ketenangan dirinya yang tadi sedikit terganggu karena Gus nya itu.

Sedangkan Ali, ia berjalan tanpa tau harus kemana, ia merasa ada yang ganjal tapi tak tau apa. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban atas keganjalan yang terjadi, ia pun memilih kembali ke ndalem.

***

"Tadi aku itu mau ngomong apa sih? Kok bisa lupa," dumel Ali setelah duduk di ruang tamu. Untung saja disini tidak ada mbak-mbak ndalem, jika ada maka perkataan Najwa tentang ketidakwarasan Gus nya ini menjadi kenyataan.

"Kenapa pas di depan dia, aku lupa? Kenapa saat ngomong sama dia aku kehabisan kata-kata?" monolog Ali.

"Cinta kali Le," ujar Pak Yai tiba-tiba mengejutkan Ali.

"Eh, Abi sejak kapan Abi disini," ucap Ali kemudian menyalami tangan Abi nya itu.

"Sejak kamu ngedumel ga jelas. Ga biasa-biasanya kamu kayak gini," ujar Pak Yai menatap intens putranya.

"Ih, ga kok bi, Abi salah paham kali," ujar Ali mengelak.

"Haduh le, itu udah jelas-jelas loh, kenapa malah kayak orang bodoh?" ucap Pak Yai membuat Ali meringis malu.

"Bener toh, kata santri semalem. Kamu itu seharusnya cukup pintar untuk mengerti ini semua," ucap Pak Yai membuat Ali terdiam. Setelah mengatakan hal itu, Pak Yai pun meninggalkan Ali dengan segala pertanyaan didalam pikiran nya.

***

Setalah kedatangan Gus nya itu, membuat mood Najwa turun. Ia pun beranjak menuju ke kamarnya untuk tidur. Ia tak mau memikirkan hal-hal yang akan membuat dirinya berpikir keras.

Baginya cukup dikelas saja ia harus berpikir, jika diluar kelas ia seharusnya tak perlu memikirkan apa pun.

Bahkan, untuk memikirkan masa depannya saja ia ogah-ogahan. Karena menurutnya dirinya masih lama lulus sekolah, dan selama belum lulus kehidupannya akan seperti itu-itu saja.

Tinggal di pesantren masih belum merubah sifatnya, karena dalam dirinya masih ada rasa tak suka akan tempat ini. Berkumpul bersama orang udik, yang kuno dan tertinggal zaman. Sering ia lontarkan saat-saat baru masuk dulu.

Ia ingat betul betapa ketat nya peraturan di pesantren ini. Membuatnya seperti susah bernafas, dan melakukan suatu hal yang sering ia kerjakan dulu.

"Heran gue kenapa ya orang-orang kayak betah banget di dalam penjara ini?" Tanya Najwa pada dirinya sendiri, sembari menatap langit-langit kamar.

"Gue yang notabenenya udah dua bulan disini aja masih ga betah, ga ada yang menarik disini. Selain itu orangnya aja kuno banget," ujar Najwa lagi.

"Pengen kabur, tapi harus mikir seratus kali," sambung Najwa.

"Yakali, gue harus terjun ke jurang, atau ga ngelewatin hutan luas yang di dalamnya pasti banyak hewan buas," ujar Najwa bergidik ngeri.

"Gila-gila seharusnya gue ga usah mikirin itu lah, lagian cuma setahun, masa gue harus mati duluan. Dih, ogah banget. Ntar tersebar berita bahwa seorang Najwa Khairunnisa mati karena di makan oleh seekor Harimau, eh atau ga seorang Najwa Khairunnisa mati karena terpeleset dan terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam. Dih, ogah pokoknya ogah banget, ga epic banget," ucap Najwa membayangkan hal-hal yang mungkin tak akan terjadi.

"Apa-apaan ini? Kenapa gue jadi ga waras sejak Gus itu datang! Gila banget ni, virus ketidakwarasan Gus itu menular ke gue!"

"Kek nya gue harus mandi kembang tujuh warna deh, biar tu virus ilang."

"Tapi, kalo ga ilang gimana dong? Ntar gue di bawa ke rumah sakit jiwa."

"Gue ga mau di umur gue yang masih unyu-unyu ini harus berada di tempat kumpulan orang-orang ga waras."

"Oke, kayak nya gue harus menjauhi Gus gila itu, demi kewarasan gue."

"Ya, itu harus, gue ga mau gila. Cukup Gus itu aja yang gila, gue ga boleh!"

"Tapi, sejak tadi gue ngomong sendiri, dan orang gila suka ngomong sendiri. Berarti gue juga gila dong."

"Huwaa,,, gue ga mau gila!"

"Gue masih waras."

"Oke, Najwa kalo Lo ga mau dibilangin gila mending sekarang Lo diem."

1
2
3
4
5

5 detik berlalu dengan keheningan

"Tu kan Wa, Lo bisa buktinya tadi Lo diam dan g ngomong sendirian lagi."

"Eh, tapi kok tadi gue ngomong lagi, dan ini juga gue ngomong lagi. Lah kan ngomong lagi, lagi dan lagi!"

"Dahlah dari pada nambah gila mending gue tidur aja."

Putus Najwa, kemudian memejamkan matanya dan mulai berkelana di alam Mimpi.

****

Mengejar Cinta sang UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang