3. Pesantren

25 3 0
                                    

Sang bagaskara tetap setia menerangi bumi membuat anak cucu Adam bisa melihat keindahan alam dan keagungan ciptaan Tuhan dengan matanya sendiri.

Kini, Najwa berserta keluarga berjalan memasuki hutan tersebut, walaupun hutan tapi ada jalan setapak yang mengarah ke pesantren, sehingga para wali dan santri tidak akan tersesat di jalan.

Butuh waktu satu jam untuk sampai di pesantren tersebut. Kini, mereka sudah berada di depan gerbang pesantren yang mana di atasnya terdapat ukiran dari bahasa Arab, yang Najwa sendiri tidak tahu artinya.

Tak ingin membuang waktu lagi, mereka pun masuk ke dalam. Suasana di pesantren ini sangat indah, lelah di perjalanan tadi serasa terobati dengan keindahan pesantren ini. Namun, tidak bagi Najwa, ia terlihat biasa-biasa saja memandang pesantren ini. Ia tak terlalu memikirkan hal itu, yang ia pikirkan apa ia akan betah tinggal di tengah hutan?

Pesantren Nurul Musthofa, terletak di dalam sebuah hutan luas yang ada di kota Kudus. Pesantren ini sangat asri, dan juga pasti kita akan dibuat seolah-olah menyatu dengan alam. Pesantren ini tergolong pesantren elit, namun hanya karena terletak di tengah hutan membuat orang lain salah mengartikan pesantren ini.

Tempat ini bisa di ibaratkan dengan syurga dunia bagi para santri yang mondok disana.
Pesantren yang memiliki dinding yang tinggi dan besar, di fungsikan agar santri baru seperti Najwa tidak bisa kabur. Pesantren ini memiliki banyak gedung, di bagian barat ada asrama putri dan bagian timur ada asrama putra.

Di setiap asrama terdapat satu gedung untuk para santri istirahat atau bisa disebut kamar asrama, gedung ini terdiri dari 4 lantai. Selain itu, ada 3 gedung untuk sekolah, terdapat satu masjid untuk para santri, serta ada sebuah taman kecil yang biasanya digunakan para santri untuk menghafal Al-Qur'an. Sedangkan, di antara asrama santri putra dan putri terdapat sebuah lapangan yang digunakan untuk acara-acara atau seminar yang diadakan oleh pesantren, tak lupa di kiri dan kanan lapangan terdapat gedung untuk para ustadz yang ada di depan asrama putra, dan satu gedung untuk para ustadzah yang berada di depan asrama putri.

Di Pondok ini,  juga ada sebuah perpustakaan yang mana santri putra dan putri boleh berkunjung kesini, tak jauh dari perpustakaan terdapat aula yang biasa digunakan oleh pengurus pondok untuk mengadakan acara rapat. Oh ya, terdapat satu kantin besar dan juga sebuah toko perlengkapan yang berada di pesantren ini, bisa dibilang pesantren ini serba ada. Dapur umum yang terletak di belakang pondok pun bisa digunakan para santri untuk memasak, sedangkan di bagian depan terdapat sebuah rumah milik pak Kyai pemilik ponpes ini, atau biasa disebut ndalem.

Walau asrama santri putra dan putri terpisah, mereka bisa bertemu di kantin, dapur, aula, perpustakaan, dan di lapangan. Namun, walau begitu ada peraturan yang harus tetap mereka laksanakan seperti menjaga pandangan dan tetap dalam batasan, jika ketahuan ada yang melanggarnya banyak hukuman yang mengintai mereka.

Hal itu sengaja dilakukan agar para Ustadz maupun Ustadzah tau seberapa dalam dan seberapa taat santrinya itu. Apakah bisa dipercaya ataukah tidak? Juga apakah bisa menjaga batasan atau tidak?

Sekarang Najwa berada di ndalem atau di rumah pak Kyai, yaitu Kyai Abdullah dan bu Nyai Khadijah. Ia sedari tadi diam, tak memperdulikan apa yang papa dan pak kyai nya itu bicarakan. Hingga tanpa di sadari percakapan itu telah usai, bahkan papa nya sudah hendak pergi.

"Ya sudah Najwa. Papa, Mama, sama adek pulang dulu, kamu jaga diri kamu baik-baik ya, uang jajan kamu sudah papa titip ke pak Kyai," ucap papa sembari mengusap kepala Najwa.

"Hmm"

"Jaga diri baik-baik ya nak, Mama sayang kamu," ucap Mama yang membuat Najwa mual.

"Jaga diri Kaka ya." Ini lagi si Keyla, sok-sokan baik lagi, caper banget.

Setelah kepergian orang tuanya itu, Najwa menatap sendu ke arah pintu, ia tak menyangka orang tua angkatnya itu bisa setega itu terhadap dirinya. Pergi tanpa ada rasa bersalah, pergi yang menambah luka, pergi dan pergi! Najwa benci dengan apa yang berhubungan tentang PERGI!!! Baginya setiap yang pergi tak akan pernah kembali, begitupun keluarga angkat nya, mereka sudah pergi meninggalkan dirinya di pondok ini, dan jangan harap ia bisa kembali menjadi keluarga Najwa, itu lah pikiran Najwa.

"Nduk, namanya siapa?" tanya Kyai Abdullah.

"Najwa Khairunnisa."

"Owh, seneng tinggal disini?"

"Ga."

"Ya sudah, nanti lama-lama juga betah kok, yang lain juga seperti itu," ucap bu Nyai sembari tersenyum.

Sedangkan Najwa, dia tidak membalasnya lagi, kini ia fokus ke arah pintu berharap keluarga angkatnya itu kembali lagi menjemput nya. Harapan ya tetap harapan, tak semuanya bisa menjadi kenyataan, itu lah yang Najwa rasakan sekarang.

"Nita, sini nduk," ucap pak Kyai memanggil salah satu mbak-mbak ndalem.

"Nggih Yai," ucap mbak ndalem yang bernama Nita itu.

"Tolong anterin Najwa ke kamar Siti Fatimah ya," ucap pak Yai.

"Nggih Yai, Mbak ayok," ucap Nita.

"Hmm," ucap Najwa kemudian berdiri dan melenggang keluar sembari membawa koper nya.

"Kalo gitu, Ana permisi dulu ya pak Yai, bu Nyai. Assalamualaikum," pamit Nita.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarokatu," jawab bu Nyai dan pak Yai.

Kini, Najwa tengah mengekor di belakang Nita. Sedari tadi Nita menjelaskan seluruh area pesantren, dan juga peraturannya. Namun, hal itu tidak ditanggapi oleh Najwa, jangankan ditanggapi hal itu saja belum tentu Najwa dengarkan. Dirinya menatap kosong ke depan, Nita yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala memaklumi bahwa Najwa santri baru yang sudah dipastikan ia dipaksa masuk pesantren.

"Ehm, mbak Najwa ini kamar mbak ya, kamar Siti Fatimah, Mbak di kamar SF 3 ya," ucap Nita menjelaskan, dan hanya dibahas anggukan kepala.

"Eh, mbak Dila ini tolong anterin santri baru ke kamar SF 3 ya mbak," ucap Nita pada salah satu pengurus kamar.

"Iyo Nit, yok teh," ucap Dila sembari mengajak Najwa memasuki kamar Siti Fatimah, sedangkan Najwa ia hanya diam mengekor.

Kamar Siti Fatimah terletak di lantai tiga, lantai satu ada kamar Siti Khadijah, lantai dua ada kamar Siti Aisyah, kamar tiga tak lain kamar Siti Fatimah dan terakhir dilantai empat ada kamar Siti Maryam.

"Assalamualaikum dek," ucap Dila saat membuka pintu kamar SF 3.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarokatu kak," jawab 3 orang santriwati dari dalam.

"Hai dek, ini ada anak baru, dia tinggal di kamar kalian ya," jelas Dila.

"Wahhh, ada temen baru lagi deh," ucap seorang remaja berhijab biru.

"Iya dek, kalo gitu mbak pergi dulu ya, ada kerjaan lain, kalian bisa kenalan sendiri kan?" ucap Dila di angguki yang lain, sedangkan Najwa sedari tadi diam memperhatikan interaksi mereka.

Setelah kepergian Dila, ketiga santriwati tadi menghampiri Najwa, dan membuat Najwa risih.

"Haii mba?" Sapa gadis berhijab maroon.

"Hmm"

"Ehm, mba kenalin nama aku Laura," ucap gadis berhijab biru.

"Aku Nabila," ucap yang berhijab maroon.

"Dan aku Nora," ujar yang berhijab kuning.

"Hmm"

"Ehm, nama kamu siapa?" tanya Laura.

"Najwa."

Setelah mengatakan hal itu, Najwa berjalan menuju salah satu kasur, dia tak perduli itu kasur siapa, yang ia pedulikan adalah dirinya sudah sangat ngantuk, jadi dia akan tidur dimana pun dia mau.

Melihat Najwa yang sudah memejamkan mata di kasur Nabila, mereka bertiga hanya bisa geleng-geleng kepala memaklumi sahabat barunya itu. Mereka yang iba terhadap Najwa, mulai membantu membereskan pakaian Najwa yang ada di koper, mereka memindahkan pakaian Najwa ke dalam lemari.

Karena sudah lelah mereka juga ikut berbaring diatas kasur masing-masing, kecuali Nabila yang tidur di kasur kosong yang seharusnya menjadi tempat Najwa.

***"

Mengejar Cinta sang UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang