17. Isak Rindu

11 1 0
                                    

Sejak pemikiran aneh waktu itu, membuat Najwa sedikit aneh juga. Lihatlah sekarang ia terus menjaga jarak dari Gus nya. Ia benar-benar berfikir kalau Gus nya itu memang benar gila.

Santri mau pun para Ustadz/ah yang melihat tingkah Najwa malah menganggap Najwalah yang gila. Karena bagi mereka Gus Ali adalah sosok yang cuek dan juga tidak suka berbasa-basi.

Najwa sendiri heran kenapa Gus nya bersikap seperti orang tak waras saat berbicara dengan dirinya bahkan sering ngelantur. Berulangkali ia menceritakan hal ini pada sahabatnya, malah dirinya di anggap sedang berhalusinasi. Apa hebatnya Gus itu? Sampai-sampai tak ada yang percaya akan keburukan sang Gus?

Kenapa hanya dirinya yang tau? Sedangkan yang lain hanya tau keunggulan si Gus? Gila, belum jadi istri aja udah tau keburukannya gimana jika sudah jadi istri? Mungkin ga ada kebaikan lagi.

Lah, kenapa dirinya memikirkan hal itu. Amit-amit jika sampai terjadi.

Saat ini dia dengan asik bermain ayunan di bawah pohon rindang, udara sejuk membuat dirinya menikmati hidupnya. Namun, lagi dan lagi harus di ganggu oleh Gus gila nya itu.

"Assalamualaikum," ucap sang Gus di samping Najwa.

"Waalaikumussalam," jawab Najwa sembari terus bermain ayunan.

"Kamu ngapain disini?" Tanya Gus Ali.

"Ga liat gue lagi apa?" ucap Najwa menatap Ali datar.

"Hehe" tawa Ali sembari menggaruk tengkuknya yang dapat dipastikan tidak gatal.

"Hhe hehe" ujar Najwa meniru Gus nya itu.

"Ehm, Najwa," ucap Gus Ali yang kini duduk di ayunan satu nya yang tepat berada disebelah ayunan Najwa.

"Eh, Gus jangan deket-deket!" ujar Najwa panik, kemudian berdiri dari ayunan. Sontak hal itu membuat Ali terkejut dan terjatuh dari ayunan.

"Hah? Ada apa? Kenapa?" Tanya Ali masih terkejut dan tetap enggan berdiri dari posisi saat ia jatuh.

"Situ jangan deket-deket," ujar Najwa lagi.

Rahman yang berada tak jauh dari TKP segera datang dan membantu Ali berdiri.

"Eh, Gus gapapa toh?" tanya Rahman di angguki Ali. Sedangkan Ali memegang pinggang nya yang sakit. Encok sudah pinggang Ali.

"Ada apa Gus kok bisa jatuh?" tanya Rahman heran.

"Ntah, tanya aja sama Najwa," ujar Ali sembari menunjuk Najwa.

"Ada apa Wa?" tanya Rahman.

"Gatau, gue cuma bilang jangan deket-deket, eh dia nya malah jatuh. Dasar Gus aneh sok kepintaran dan juga ga waras!" ujar Najwa dengan watadosnya.

"Iya, emang kenapa kamu suruh saya ga deket-deket," tanya Ali heran.

"Iya wa, emang kenapa?" tanya Rahman.

"Sebab, gue ga mau virus ketidakwarasan yang disebarkan oleh Gus sok kepintaran ini menular ke gue lagi. Dan Lo juga harus ngejauhin Gus gila ini, kalo Lo masih mau waras," ujar Najwa membuat Ali dan Rahman cengo.

"Hah? Maksudnya?" yjar mereka tak mengerti.

"Dahlah, hanya keturunan Albert Einstein seperti gue lah yang paham dan sadar akan hal itu," ujar Najwa.

"Hah" cengo mereka berdua masih tak paham akan ucapan Najwa.

"Dahlah, gue pergi dulu, gue ga mau virus nya kena gue lagi. Bye!" ujar Najwa kemudian berlalu meninggalkan Rahman dan Ali dengan kecengoan nya.

Setelah Najwa berlalu, mereka masih mencerna apa yang dikatakan Najwa. Namun, hasilnya nihil. Karena sulit bagi mereka yang normal memahami perkataan dari Najwa.

Mereka juga berpikir apa yang menarik dari Najwa sehingga mereka bisa jatuh cinta padanya? Bahkan mereka tak mempersalahkan semua ketidaknormalan dari Najwa, serta ucapan yang sulit dimengerti dari seorang Najwa.

Namun, keduanya saling tidak mengetahui bahwa mereka menyukai wanita yang sama. Dasar Najwa, keanehannya bisa membuat seseorang jatuh cinta.

***

Disisi lain, seorang pria bermata tajam baru turun dari pesawat. Sudah lama ia tak menghirup udara tanah kelahirannya ini.

Setelah sampai dikota kelahirannya ini, ia sempat mampir untuk menemui kedua orang tua nya. Ia ingin menunjukkan kepada orang tuanya bahwa dia sudah berhasil di negri orang, dan akan mengamalkan apa yang ia dapat.

Dia duduk bersimpuh diantara dua gundukan tanah, dengan derai air mata, ia menatap nama yang tertera di batu nisan yang tertancap diujung gundukan tersebut.

"Assalamualaikum Bi, Umi. Rey dateng buat jenguk Abi sama Umi."

"Bi, Mi, Rey berhasil. Rey berhasil mewujudkan cita-cita Rey. Rey berhasil memenuhi permintaan Abi, dan Rey juga bakalan memenuhi permintaan Umi agar Rey mengamalkan ilmu Rey kepada orang lain. Rey harap, Abi sama Umi bakalan tenang dan bangga sama Rey."

"Maafin Rey yang baru bisa jenguk kalian. Tapi, walau begitu Rey akan tetap mendoakan kalian. Rey sayang sama Abi dan Umi. Rey kangen sama Abi dan Umi. Rey pengen peluk kalian. Rey kangen masakan Umi, Rey rindu pelukan hangat Abi."

"Rey,,, Rey,, kangen kalian... Rey pengen ketemu kalian. Rey, Rey sayang kalian. Rey ga bisa terus berpura-pura tegar dihadapan dunia. Rey. Rey disini ga punya siapa-siapa lagi, Rey kangen sama kalian."

Setalah mengatakan hal itu, dirinya pun beralih pada dua gundukan tanah yang bersebelahan dengan makam Orang tuanya.

"Assalamualaikum Om dan Tante, maafin Rey ya baru bisa jenguk kalian sekarang. Rey juga kangen dengan kalian, Rey kangen sama Om Herman dan Tante Sinta. Maafin Rey yang gagal melaksanakan amanat kalian, Rey ga bisa jaga Nana," ucap pria tersebut dengan tangis yang kian menjadi.

"Rey, Rey sekarang ga tau dimana Nana. Rey merasa orang yang paling ga becus karena Rey ga bisa ngejaga Nana."

"Saat Rey datang buat jemput Nana, kata Bi Cynta Nana udah ditaruh di panti asuhan. Terus Rey cari ternyata Nana sudah ga ada lagi disana. Sudah ke semua tempat Rey cari, tapi masih ga menemukan Nana. Rey juga rindu Nana, Rey kangen sama Nana. Rey pengen ketemu sama Nana. Do'ain Rey ya Om, Te."

"Rey pasti akan nepati janji Rey, untuk selalu ngejaga Nana. Dan mulai sekarang Rey bakalan berusaha mencari Nana, sampai maut menjemput Rey."

"Do'ain Rey ya, Rey pamit. Assalamualaikum."

Setelah itu ia pun kembali beralih ke gundukan tanah orang tuanya.

"Mi, Bi Rey pamit pulang ya. Rey usahain untuk sering-sering kesini. Assalamualaikum."

Setelah mengatakan hal tersebut, Pria tersebut beranjak dengan berat hati, dan pergi menuju ke tempat dimana ia dibesarkan.

Menaiki mobil selama dua jam, dan menembus rimbunnya hutan, membuat ia sampai di sebuah pondok tempat ia besar dan menimba ilmu.

Ia bertekad untuk mengabdikan diri dan mengamalkan ilmunya disini.
Disebuah pesantren asri nan indah yang bernama Pesantren Nurul Musthofa.

Pesantren yang dulunya tempat ia menuntut ilmu, dan memulai dunia nya. Sehingga ia bisa menjadi seperti sekarang ini.

Mengejar Cinta sang UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang