5. Marah dan kecewa

16 3 0
                                    

Bulir embun di pagi hari, menggiring udara sejuk untuk tetap berhembus. Menambah kesejukkan di pagi hari, membuat siapa saja yang bernafas saat ini ia akan merasakan ketentraman.

Kenapa udara di pagi hari itu sejuk? Karena di pagi hari tidak ada nafas orang munafik, juga pada pagi hari hanya orang berimanlah yang bangun untuk mengerjakan amalan qiyamullail.

Nabila dan yang lain sudah bangun dari tidurnya, tidak dengan Najwa yang masih bergelut di tidurnya menikmati mimpi. Sejak tadi, Nabila dan yang kain sudah berulangkali membangunkan Najwa, tapi Najwa tidak kunjung merespon, sehingga mereka memutuskan untuk mandi terlebih dahulu biar mereka tidak menunggu antrian lebih lama, tidak lupa ia membawa ember untuk Najwa mandi, mereka juga dengan baik hati menaruh ember Najwa di antrian.

Selesai mereka mandi, mereka melihat Najwa yang masih tidur di kasur nya itu. Mereka pun kembali membangunkan Najwa.

"Wa, bangun udah subuh kita sholat dulu yuk," ajak Nabila yang tengah membangunkan Najwa.

"Wa, bangun dulu, kita nanti jam setengah tujuh harus sekolah," tambah Laura.

"KALIAN BISA DIEM GA! GUE MAU TIDUR, GUE NGANTUK! KALO KALIAN MAU SOLAT YA TINGGAL SOLAT, GA USAH AJAK-AJAK GUE! DAN JUGA KALO KALIAN MAU SEKOLAH YA UDAH PERGI AJA, GA USAH GANGGU GUE! JANGAN SOK DEH DEPAN GUE, GA BAKALAN GUE TANGGEPIN! JADI LO PADA MENDING PERGI DEH, GUE MALES TAU GA!" marah Najwa, begitulah Najwa sekali ia berkata panjang maka ucapannya itu teramat pedas.

"Tapi Wa, kami semua peduli sama kamu, kami mau kamu berubah," jelas Laura sebisa mungkin ia bersikap tenang akan sifat Najwa.

"Iya Wa, kamu di masukin ke pondok ini agar kamu berubah bisa berubah Wa. Berubah menjadi lebih baik," tambah Nora.

"Kami ga tega ngeliat kamu seperti ini," ucap Nabila.

"Kami manusia Wa, kami punya batas kesabaran, kami juga capek Wa, kami capek ngadepin sikap kamu yang seperti gini," jelas Laura.

"APA LO BILANG TADI BERUBAH? TERSERAH GUE MAU BERUBAH APA KAGA, INI HIDUP GUE, GUE YANG NGEJALANIN BUKAN LO. STOP NGATUR HIDUP ORANG!"

"IYA GUE TAU GUE NAKAL SEHINGGA GUE DIMASUKIN KE PONDOK INI! GUE SADAR KALO GUE DI BUANG OLEH KELUARGA GUE SENDIRI KE TEMPAT TERPENCIL KEK GINI."

"SELAIN ITU, GUE GA PERNAH MINTA KALIAN UNTUK KASIHAN SAMA GUE! GUE KESINI BUKAN UNTUK MENDAPATKAN KASIHAN DARI LO! SEHARUSNYA LO KASIHANIN DIRI LO SENDIRI YANG MANA LO SENDIRI JUGA DIBUANG KE TEMPAT INI!"

"OH YA, DAN LAGI GUE INGETIN SAMA KALIAN, KALO KALIAN EMANG CAPEK SAMA SIKAP GUE, SONO PERGI LAPOR KE GURU KALIAN BILANG KALO KALIAN GA MAU LIAT GUE LAGI!" sarkas Najwa.

"Ngga Najwa, bukan gitu maksud kami, kita ga boleh kayak gini. Kami bukannya capek sama sikap kamu, kami hanya kasih pengertian ke kamu," ucap Nabila.

"Iya Wa, kamu harus tetap tinggal disini ya," ujar Nora.

"OKE, GUE BAKALAN TETEP TINGGAL DISINI. TAPI, LO SEMUANYA GA USAH GANGGU GUE LAGI! JALANIN HIDUP KALIAN KAYAK BIASANYA! ANGGAP AJA GUE GA ADA DISINI" ucap Najwa sembari berjalan keluar, meninggalkan temannya itu yang masih bergulat dengan pikirannya.

Nabila dan yang lain menyesal akan sikapnya itu, mereka lupa jika Najwa adalah anak yang introvert, terlebih lagi mereka belum tau lebih dalam akan cerita kelam seorang Najwa.

***

Mentari semakin memancarkan sinarnya, membuat anak adam melihat jelas akan ciptaan dari sang pencipta. Seorang gadis tengah bersusah payah menyapu halaman yang luas itu. Sesekali ia juga kadang terlihat sedang menghapus peluh keringat di dahinya.

Najwa, ia mau tak mau harus menyapu halaman depan pondok. Ia di takzir karena tidak salat subuh, juga tidak masuk sekolah. Ia ketahuan masih tidur ketika pengurus pondok patroli keliling kamar.

Sudah hampir setengah jam lamanya ia menyapu, tapi ia hanya mendapatkan setengah halaman. Sedangkan setengahnya lagi masih belum ia bersihkan. Ia terus saja mengelap keringat nya, banyak santriwan maupun santriwati yang menatapnya. Tapi, itu semua tak dihiraukan oleh Najwa.

Nabila dan yang kain yang melihat Najwa dari jauh merasa iba, mereka merasa tidak becus menjadi seorang sahabat. Tidak dengan Najwa, ia tidak perduli akan hal itu semua.

Semakin lama matahari semakin naik, Najwa semakin mempercepat sapuannya. Tak terasa satu jam sudah berlalu, hukuman Najwa juga sudah berakhir.

Najwa terduduk di bawah pohon rindang, sembari mengatur nafasnya. Lelah? Jangan ditanyakan. Menyapu seperempat lapangan saja sudah melelahkan bagaimana jika seluruh lapangan.

"Huft, gila. Tu orang ngasih hukuman ga kira-kira. Dikira Robot kali gue," dumel Najwa sembari mengibaskan tangannya ke wajah, sehingga menghasilkan sedikit sejuk yang menepa wajahnya.

"Tapi, ya gapapa juga sih. Setidaknya gue ga belajar xixixi," ucapnya lagi sambil cekikikan.

"Eh, kalo gue ngelanggar peraturan terus, pasti orang-orang bakalan bosen, habis itu gue dikeluarin dari ni penjara. Dan setelah gue keluar, gue bisa bebas main-main kek dulu," monolognya sambil tersenyum smirk.

"Huwaa,,, enaknya..." harapnya.

Saat ia sedang asik-asiknya bersandar pada pohon rindang, tiba-tiba dari samping ada yang menyodorkannya sebuah botol minum. Ia yang memang sudah sangat haus, segera mengambil botol tersebut, dan meneguk isinya hingga tandas tak tersisa. Saat ia menoleh untuk melihat siapa yang memberinya, ia malah memutar bola matanya dan mulai beranjak meninggalkan orang tersebut, dan melenggang pergi menunju ke kamarnya.

"Kek nya Najwa masih marah sama kita," ucap Nabila. Ya, yang menyodorkan minum tadi adalah Nabila, Laura dan Nora.

"Sudahlah, kita berikan dulu waktu buat Najwa sendiri. Kita hanya perlu menunggu, dimana perasaan hatinya sudah membaik. Jadi, sekarang masih tidak memungkinkan, kalo dilihat-lihat Najwa mempunyai banyak cerita yang masih belum kita ketahui." ucap Laura menanggapi ucapan Nabila.

"Iya, menurut aku Najwa itu terlalu misterius. Kalo dilihat-lihat lagi dia itu kek lebih suka menyendiri ya?" tanya Nora.

"Iya, kek nya Najwa emang seseorang yang suka menyendiri. Kalo istilahnya itu apa namanya? Aduh kenapa pakek acara lupa sih. Is apaan ya istilahnya tu, in, in ap ya?" kesal Laura.

"Introvert!" jawab Nabila melegakan pikiran Lau dan Nora.

"Nah, itu dia. In apa tadi?" ulang Nora membuat Laura dan Nabila menepuk jidatnya masing-masing.

"Introvert Dora!" kesal Lau.

"Is, nama aku Nora bukan Dora. Hehe, afwan lupa," jawab Nora.

"Hmm iyain dah, klo ga di iyain bakalan nangis. Kalau nangis kita juga yang susah," pasrah Laura.

"Is, jangan panggil aku anak kecil Lau," ucap Nora dengan gaya ala Sivanya keluar.

"Mulai deh mulai," ucap Nabila yang jenuh, kemudian ia melenggang pergi meninggalkan Nora dan Laura.

Laura yang melihat Nabila pergi, juga ikut menyusul. Ia juga tak mau mendengarkan ucapan Nora yang menurutnya tidak berfaedah sama sekali. Nora yang merasa di tinggalkan, sudah mencak-mencak di bawah pohon. Setelah itu, ia berlari menyusul Nabila dan Lau yang sudah berada di ujung lapangan.

-----------

Mengejar Cinta sang UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang