Siapa yang sangka liputan aksi pertama Lila selama jadi mahasiswi jurnalistik bakal ada bumbu-bumbu cinta-
Lupakan. Bukan bumbu cinta, ini cuma bumbu-bumbu ketampanan seorang Dirga yang gak tahu gimana bisa kelihatan di tengah mahasiswa-mahasiswa yang lagi mencurahkan aspirasi mereka pada pemerintah.
Enggak, Dirga gak mengangkat tangan tinggi-tinggi sambil berseru membela rakyat. Dia cuma pegang kamera, dengan separuh muka tertutup topi hitam polos.
Meskipun ujung-ujungnya kelihatan juga kalau di bawah matanya ada olesan pasta gigi yang bukan main banyaknya.
Lila yang sama sibuknya meliput, gak sengaja menangkap sosok ganteng Dirga itu lewat lubang rana kamera digital-nya.
"Wait, itu ... ?" dia bermonolog sambil terus merhatiin Dirga yang waktu itu pakai jaket persma kampus mereka.
"Kenapa, Lil?" tanya Firza. Cewek itu sekarang lagi melongok sana-sini, cari momen bagus buat dipotret.
Lila gak fokus dengar pertanyaan Firza. Matanya masih fokus ngikutin Dirga lewat kamera.
"Hmm? Hm, enggak. Itu kayak Dirga ... Eh kayaknya emang Kak Dirga ... Itu jaketnya-" gumaman Lila kepotong sama suara laki-laki yang lumayan keras.
"WOI, KOK NGELEMPAR BATU, SIH?!"
Sedetik setelah suara itu terdengar, barisan mahasiwa yang tadinya teratur dan aman-aman aja mulai mencar. Suasana mulai gak terkendali, beberapa mahasiswa bahkan sampai berlari sana-sini.
Bersamaan dengan suasana yang mulai bertolak belakang, asap gas air mata mulai memenuhi area itu.
"Gila! Kita lagi tenang-tenang aja loh orasi-nya!"
"Mundur deh! Ke tepi dulu semua, Jangan panik!"
Lila masih gak tahu apa-apa. Ini liputan aksi pertamanya, yang ia lihat cuma asap gas air mata yang bikin dia pusing, dan pandangan yang makin terbatas.
Masker yang dia pakai juga bikin napasnya sesak. Beruntung, karena Lila ada di belakang barisan-dengan kacamata dan olesan pasta gigi-, efek gas air mata gak terlalu parah di matanya.
"Lila! Sini ikut gue! Minggir dulu, keadaannya mulai chaos!" teriak Firza. Entah sejak kapan posisi mereka jadi sedikit berjauhan.
Lila mendekat, namun kembali terdorong oleh mahasiswa lain yang lagi lari. Begitu terus berkali-kali, sampai posisi mereka jadi lebih jauh lagi.
Ish, mampus ini mah. Harus gimana gue?! Batin Lila panik.
Begitu Lila dan Firza udah barengan lagi, mereka langsung menepi dan menjauh dari lautan manusia dan gas air mata itu.
"Lil, lo gak apa-apa 'kan? Jangan kaget-kaget banget, ya. Kadang, aksi kalo mulai chaos emang begini," jelas Firza sambil bolak-balik cek kamera Lila dan keadaan yang punya kamera.
Udah kayak adik beneran.
Emang dasar Lila, bukannya jawab 'enggak apa-apa' atau 'gak kaget, kok', dia malah nanya sesuatu yang ...
"Lo sempet wawancara?"
... Emang benar, sih.
ㅡㅡㅡㅡㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast; Lie
Teen FictionSemua orang sakit. Semua orang pura-pura. Semua orang bohong. Kenapa semua orang tega melakukan ini? Padahal, hidup Lila sudah mulai baik-baik saja. Lila benci orang munafik, egois, dan mereka yang pura-pura paham tentang Lila. Mereka yang datang...