Remaja yang bakal segera jadi dewasa. Anak baru gede, alias ABG.
Untuk para bocah, apa yang terpikirkan soal kakak-kakak itu? Keren, ya. Terkadang mereka berangkat agak siang untuk pergi kuliah. Padahal, kita sama-sama sekolah, kan? Begitu isi benak anak-anak, enggak terima karena dia harus bangun lebih pagi dan jadi sayup-sayup dari jam setengah tujuh pagi sampai jam tiga sore.
Kadang, mereka pulang dengan tampang asyik seperti habis jalan-jalan. Dengan santai, kakak-kakak itu buka laptop lagi sambil ngopi. Kelihatannya, keren. Full of enjoy. Ketawa-ketiwi sambil dengerin playlist di YouTube, dengan tangan yang enggak berhenti ketak-ketik: mereka kerja, rupanya.
Aku mau cepat gede, kayak Kakak. Begitu yang kadang diucap bocah, dengan imajinasi tiap malam bahwa besoknya mereka sudah jadi tinggi, memakai tas ransel anti-kebesaran, ripped jeans yang bikin kaki jadi kelihatan lebih panjang, merangkul laptop besar yang ada logo apel kegigit, dengan earphone yang enggak capek-capek nyantol dari pagi sampai malam.
Keren, sih. Boleh, lah, iri sedikit. Mereka punya uang buat jajan kopi atau beli donat warna-warni, seblak, atau jajanan lain yang biasanya anak-anak harus merengek dulu biar dapat uang buat beli snack dua ribuan.
Untuk para om, tante, bapak, dan ibu sekalian. Terlihat seperti apa, ya, mereka? Waduh, anak muda yang sekarang banyak gaya. Makin modis dan jajannya macam-macam. Tapi, ah, sama aja. Kami juga pernah mengalami.
Kadang, kita kelihatan lebih keren di mata para tetua. Wah, enggak jarang dari mereka yang belum bisa kuliah sambil kerja. Kadang, malah milih langsung kerja daripada menitipkan nasib di kampus. Kuliah tampak seperti main-main, ajang pamer fesyen sambil sok-sokan nenteng totebag kasual yang isinya kosong.
Anak muda masih belum pusing, belum boleh mengeluh capek hidup, belum boleh merasa paling lelah dan putus asa, pokoknya, kalau belum tiga puluh, enggak usah sok "tua".
Kakak pemuda itu yang paling keren. Kayaknya masa-masa mereka paling indah dan puas, apa-apa bisa sendiri. Enggak perlu sering nongkrong di ruang keluarga, disuruh ini-itu sama orang tua karena mereka udah sibuk sama masa depan sendiri. Kalau anak-anak, ngambil sendok makan buat ibu pun kadang dia yang disuruh. Gapapa banget, sih, pahala.
Untuk kita gimana? Apa yang kita rasakan? Dikupas seperti apa pun cerita model begini saja enggak akan bisa nampung seluruh keluh kesah anak muda, yang kisahnya macam-macam sampai bikin sesama pemuda pun kadang melongo. Itu, saking beragamnya cerita kita.
Tapi, siapa yang bakal nyangkal kalau anak muda juga bisa bingung sama jalannya sendiri? Memang benar, kita yang paling semangat sekaligus paling serius. Semangat kita kadang enggak soal main game atau makan es krim, tapi meningkatkan skill sambil buka bisnis, dapat uang sekian juta dalam beberapa bulan. Jadi freelancer, sampai punya banyak relasi yang bikin kita merasa aman setelah lulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast; Lie
Novela JuvenilSemua orang sakit. Semua orang pura-pura. Semua orang bohong. Kenapa semua orang tega melakukan ini? Padahal, hidup Lila sudah mulai baik-baik saja. Lila benci orang munafik, egois, dan mereka yang pura-pura paham tentang Lila. Mereka yang datang...