Santai, guys.
Capek gak bacain kisah masa lalu gue di part sebelumnya? Lemesin, guys. Lemesin. Santuy.
Mungkin itu yang bakal dibilang Lila kalau tahu kisah masa lalunya dikupas dengan nada menyedihkan sama Si Penulis.
Iya, Lila se-santai itu orangnya. Gak banyak memikirkan hal-hal kecil yang lewat di hidupnya. Katanya, dia sudah terbiasa dengan kehidupan seperti ini.
"Gak usah banyak pikiran, deh. Masih kecil. Ayo beli balon!"
(Lila Si Cebol, Krucil, dan Lemot)
Enggak, enggak gitu juga, teman-teman.
Seperti yang kalian tahu, Lila melewati semua persistiwa berat dengan baik. Makanya, dia agaknya perlu menghadiahi hari-harinya dengan good vibes.
Katanya, sih.
"Kalau banyak pikiran, nanti jadi kurus,"
Kamu emang kurus, Lila. Ya Tuhan.
"Kalau gue makin kurus, kecil, nanti kalo gue ngajak ngobrol Tara, dia gak bisa lihat gue."
Tara itu teman satu kelasnya di kampus. Selama tujuh belas tahun hidup, baru sekali Lila melihat orang se-tinggi Tara.
"Pegel, euy, ndongaknya. Makanya, males ah ngomong sama Tara. Nyakitin diri sendiri."
Bukan salah Tara, memang Lila yang kekecilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast; Lie
Teen FictionSemua orang sakit. Semua orang pura-pura. Semua orang bohong. Kenapa semua orang tega melakukan ini? Padahal, hidup Lila sudah mulai baik-baik saja. Lila benci orang munafik, egois, dan mereka yang pura-pura paham tentang Lila. Mereka yang datang...