11. Perbedaan

18 1 0
                                    

If I had chosen a different path, would have I been any different?

If I stopped and looked back, What will I see at the end of this road?

If I stopped and looked back, What will I see at the end of this road?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___

"Jadi, setelah blablabla tadi, intinya, lo bisa bantu gue, enggak?"

Tara tertegun. Apa ia tidak salah dengar?

Gadis yang biasanya terlihat sangat bersemangat itu, kini tampak berbeda. Seperti seseorang yang tersesat dan tak bisa memilih satu dari dua cabang jalan di persimpangan.

Tara pikir, Lila adalah anak yang tak pernah punya masalah. Lila seperti perempuan yang punya berbagai bekal untuk menghadapi rintangannya sendiri.

"Bantu?"

Tara akan membantunya, apa pun yang ia bisa. Sekarang, anggap saja Tara sedang memanfaatkan Lila.

Lila selalu dianggap seperti kenyataan di depan cermin oleh Tara. Jika kenyataan yang diharap-harapnya pudar, bagaimana dengan Tara yang hanya sebuah bayangan?

"Pasang telinga lo baik-baik, karena yang gue butuh cuma satu ㅡ dua orang yang bisa dengar dan paham sama cerita gue,"

"Gue enggak butuh penghakiman atau adu nasib." lanjut Lila. Tak terlihat seperti sebuah permintaan? Ia hanya terlalu gengsi dan Tara paham itu.

Mungkin, inilah kenapa banyak orang menganggap Tara dan Lila seperti saudara. Selalu bertengkar, namun saling merangkul di waktu yang lain.

Sebab, kini Tara hanya diam sambil mengangguk singkat. Tak sedikit pun menganggap remeh permintaan Lila yang cuma butuh 'telinga' untuk mendengarkan.

___

Tara tak pernah menyangka bahwa Lila akan langsung meminta bantuannya. Semua ini di luar ekspektasinya.

Lagi pula, tak bisa dipungkiri, Tara bertanya-tanya soal keberadaan teman-teman Lila yang lain. Apa mereka tidak tahu-menahu, atau memang hanya Lila yang enggan menunjukkannya?

"Emang lo enggak cerita gitu, sama Firza?" tanya Tara sebelum membiarkan Lila pamit pulang. Padahal, mereka sudah menghabiskan petang 'bersama' di parkiran utama kampus yang cukup dingin.

Lila berbalik, raut wajahnya mendingin. "Sibuk," tukasnya.

"Siapa, lo atau dia?"

"G-gue," Lila mendongak dengan kikuk, entah melihat apa di langit jingga yang makin menggelap.

"Lo? Sibuk apaan coba, blog aja enggak di-update-update," ejek Tara. Tak sadar bahwa ia sudah mengekspos satu lagi hal yang biasa dilakukannya soal Lila.

Eccedentesiast; LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang