Adrian mengajak Rudi dan Juki main ke rumah. Mereka terkejut saat kami hendak naik ke mobil. Tidak menyangka jika sahabatnya telah sukses. Aku dan Adrian hanya tertawa melihat ekspresi keduanya. Mereka tidak bisa berangkat bersama karena harus mengejar poin. Sehingga Adrian memberikan alamat rumah pada Rudi. Dia sangat berharap mereka datang. Jika tidak dirinya akan sangat kecewa. Mereka mengangguk setuju untuk berkunjung. Mereka berpelukan sebelum pergi. Rona bahagia dari ketiganya begitu kentara, aku ikut senang. Aku menjadi merindukan sahabatku waktu sekolah dulu. Mungkin jika mereka mengadakan reuni aku akan datang juga.
"Aku ingin menghadiahi mereka sesuatu," ucap Adrian sambil menyetir. Aku memangku Razan yang tertidur pulas. "Menurutmu apa ya? Sekalian kita ada di jalan."
"Apa ya," aku berpikir sejenak. Aku tidak tahu apa yang mereka butuhkan. "Mereka pasti udah berumah tangga. Jadi susu atau pampers? Eum, atau baju. Aah, aku jadi bingung," keluhku. Adrian terkekeh. "Tapi di pikir-pikir, lebih baik uang. Mereka bisa beli sendiri apa yang mereka butuhkan, kan? Daripada kita salah membeli barang."
"Ya, kamu benar. Tapi mereka pasti akan nolak kalau tau aku ngasih uang." Aku bersependapat, meski pun mereka butuh. Pasti malu untuk menerimanya.
"Gimana kalau kita beli baju buat mereka. Terus uangnya kamu amplopin. Nah, taro deh di dalam bajunya. Gimana?"
"Ide bagus," sahut Adrian senang. "Kita ke Mall dulu kalau gitu."
"Oke," ucapku. "Eum, ngomong-ngomong kenapa kamu ngebayarin acara reuni? Sayang kan uangnya tau. Lebih baik kamu ngasih ke panti asuhan atau Mesjid."
"Biar mereka nggak ngeremehin orang. Jangan melihat penampilan ataupun pekerjaannya. Bukan aku mau menyombongkan diri. Tapi biar mereka sadar aja. Ya, yang aku lakukan itung-itung sedekah sama mereka yang kurang akhlak." Adrian terkekeh.
"Lebih baik buat aku," gumamku.
"Kamu mau beli sesuatu?" tanyanya.
"Ah, nggak." Aku salah bicara. Aku jadi malu.
"Sekalian kita ada di sini, Dini. Apa yang kamu mau? Apa ada yang di butuhin bilang aja. Selagi aku mampu, pasti aku wujudkan. Seperti katamu di acara reuni tadi," ucapnya. Pipiku bersemu merah. Mengingat aku memanggilnya dengan sebutan 'Sayang'.
"Kebutuhan Razan aja,"
"Kamu juga," ucapnya. Adrian membelokkan mobilnya ke area parkir Mall. Kami berbelanja untuk sahabat Adrian. Dan dia juga memaksaku untuk membeli apa yang aku inginkan. Karena tidak mau membuatnya kecewa. Aku membeli beberapa pakaian tidur. Dan juga untuk Razan. Setelah selesai kami segera pulang. Adrian menyuruh Bi Ati untuk masak banyak karena temannya akan datang. Dia sampai mengambil ikan di kolamnya untuk menyuguhi.
Aku menjadi berpikir. Apa yang dia lakukan sederhana tapi penuh makna. Pria itu ingin menyambut sahabatnya yang terbaik. Aku belajar darinya membuat orang lain bahagia. Justru kita yang paling merasakan bahagia. Adrian, suamiku seperti itu. Aku baru menyadarinya. Perasaanku menjadi labil terhadapnya. Sudah jam 9 malam mereka belum datang. Adrian sudah gelisah. Dia menunggu di teras rumah. Aku menemaninya.
"Belum datang?" tanyaku yang berjalan mendekatinya.
"Belum, apa mereka nggak datang ya?" Adrian ragu dengan kedatangan sahabatnya. Sudah malam juga.
"Sabar, mungkin lagi di jalan." Aku mengamatinya cukup lama sampai dia menegurku. Adrian heran mengapa aku seperti itu. Aku menyembunyikan senyumku. Baru kali ini melihatnya berbeda di mataku.
"Kamu masuk, di sini dingin."
"Nggak kok,"
Tin... Tin.. Tin..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Marriage (GOOGLE PLAY BOOK)
RomanceSUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK & KARYAKARSA. Aku harus mengorbankan masa depanku demi adikku. Lia, adikku yang masih sekolah. Di jebak hingga hamil oleh temannya. Aku dipaksa menikah, demi menjadi orang tua dari anak yang dilahirkannya nanti. K...