Part 21 - Terselesaikan

2.5K 426 24
                                    

Aku merenggangkan ototku. Tubuhku terasa sakit semua. Saat aku membuka mata. Adrian sudah tidak ada. Dia meninggalkanku sendirian di kamar. Aku masih telanjang di balik selimut. Pipiku merona saat mengingat kejadian semalam. Tunggu dulu, aku menyibak selimut. Tidak ada darah sama sekali, tapi aku masih perawan. Bagaimana bisa. Apa Adrian menyangka aku bukan perawan lagi karena tidak ada darah? Apa dia meninggalkanku?

Aku sampai lupa Razan. Aku buru-buru bangun melihat putraku. Tidak ada. Dadaku terasa mencelos. Apa Adrian pergi membawa Razan. Pikiran jelekku terlintas begitu saja. Dengan jalan tertatih aku memutuskan untuk membersihkan diri. Tidak mungkin aku keluar kamar dengan keadaan seperti ini, berantakan.

Setelah selesai aku mengabaikan rasa sakit di pangkal pahaku. Kenapa untuk pertama kalinya sakit sekali. Aku butuh waktu untuk beradaptasi. Dengan cepat aku menuruni tangga. Ternyata Razan sedang tiduran di ruang TV di temani Bi Ati yang sedang menonton. Aku menghela napas lega.

 Aku menghela napas lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Razan udah mandi, Bi?" tegurku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Razan udah mandi, Bi?" tegurku. Bi Ati menoleh ke belakang.

"Oh, udah bangun, Neng? Katanya Neng Dini sakit, udah mendingan?" tanyanya.

"Iya, Bi. Tadi aku liat Razan udah nggak ada di boxnya. Siapa yang sakit, Bi?" tanyaku.

"Kata Den Adrian, Neng Dini lagi sakit. Jangan di ganggu dulu. Jadi Den Adrian nyuruh jaga Razan selagi Neng belum bangun. Sakit apa, Neng?" Dahi Bi Ati mengerut. Memperhatikan penampilanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ya, rambutku basah. Aku habis keramas. Mana ada sakit-sakit justru mandi sampai membasahi rambut. Yang ada seharian tidak mandi.

"Oh, sakit badan aja, Bi. Gara-gara ngegendong Razan sepertinya. Dia udah gendut sekarang." Aku tertawa menutupi rasa maluku. Maaf ya, Razan. Bunda jadi menyalahkanmu. Aku mendekati putraku yang sibuk dengan mainan di tangannya. Mengecup pipi gembilnya dengan gemas.

"Minum jamu pegal linu, Neng."

"Ah, iya Bi. Nanti aja. Bibi ngerjain yang aja, biar Razan aku yang urus. Oia, Adrian ke mana, Bi?" aku belum melihat batang hidungnya.

"Keluar, Neng. Nggak ngasih tau kemananya."

"Oh, ya udah, Bi." Aku tiduran di sebelah Razan. Mataku masih mengantuk. Padahal sudah jam 11 siang. Aku terlalu lelah sehingga terlambat bangun. Biasanya jam 5 saja sudah mendengar tangisan Razan yang pup. Tapi kali ini tidak, saking nyenyaknya. Aku tertegun, soal darah perawanku yang tidak ada. Apa Adrian kecewa? Tanpa sadar mataku terpejam kembali.

My Marriage (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang