Part 9 - Tertutup

1.7K 336 22
                                    

Udara di sini sangat menyejukkan, dingin. Aku dan Lia duduk di pendopo. Bi Ati sedang menyapu daun-daun kering yang berjatuhan. Adrian entah ada di mana. Aku tidak tahu. Lia memandangi buah mangga yang bergelantungan. Buahnya banyak sekali karena sedang musimnya.

"Kak, mangganya banyak ya. Aku jadi pingin makan yang dari pohon langsungnya," ucapnya. "Yang masih muda seger kayaknya."

"Kamu mau yang itu?" tanyaku. Mungkin Lia sedang mengidam pikirku. Aku awam dalam urusan kehamilan. Aku kan belum pernah hamil soalnya.

"Iya, Kak." Wajahnya begitu sumringah.

"Eum, biar Kakak yang ambilin."

"Emangnya Kakak bisa?" tanya adikku.

"Dulu waktu kecil kan aku jago manjat pohon," ucapku bangga. Lia tertawa mungkin dia mengingatnya masa kecil kami. Kami mendekati pohon tersebut. Memang tinggi dan batangnya besar berarti sudah lama pohon itu tumbuh. Mungkin bertahun-tahun. Aku melihat memang banyak semut hitamnya. Namun tidak menyurutkan niatku untuk mengambilnya demi adikku. Aku mengucapkan bismillah saat tanganku memegang batang pohon tersebut lalu mulai memanjatnya. Memilih dahan yang kuat untukku pijak. "Lia yang mana aja ya,"

"Iya, Kak!" serunya dari bawah. Aku memetik beberapa mangga yang ada di jangkauanku lalu menjatuhkannya ke bawah. Masih muda sehingga tidak hancur saat di jatuhkan. "Kak yang itu udah mateng kayaknya!" kaki dan tanganku di gigiti semut. Dan rasanya luar biasa sakit dan gatal. Ya, memang yang di tunjuk Lia mangganya sudah menguning. Aku berusaha untuk mengambilnya.

"Siapa yang ngambil mangga, Lia?" tanya Adrian yang samar-samar di telingaku.

"Kak Dini, Kak."

Sedikit lagi aku berhasil, tanganku menggapainya. Dan dapat, aku berseru kegirangan sontak aku melihat ke arah adikku yang ada di sana. Adrian juga ada di sana. Mata kami saling bertemu. Aku baru sadar jika diriku mengenakan gaun itu artinya. Adrian melihat pahaku atau mungkin dalam celana dalamku juga. Karena aku gusar tidak sengaja menginjak dahan yang masih muda sehingga aku bergelantungan di pohon.

"Kak Dini!" teriak adikku.

"Lia, tolongin Kakak!!" ucapku. Mangga yang kupetik tadi terjatuh entah di mana. "Huaaaa!" teriakku.

"Aduh, Neng! Kenapa gelantungan kayak gitu. Den Adrian itu tolongin istrinya!" ucap Bi Ati. "Mana dia pake baju begitu lagi." Aku memejamkan mataku. Wajah sudah seperti kepiting rebus. Adrian pasti melihatnya. Ya Tuhan, kenapa Engkau mempermalukanku seperti ini, keluhku dalam hati.

"Udah lepasin tangannya," ucap Adrian kencang.

"Nggak mau nanti jatoh!" sahutku. Lia justru menertawakanku bukannya menolong.

"Nanti aku jagain," ucap Adrian.

"Nggak mau!! Mama!" teriakku. Bi Ati justru ikut tertawa saat aku memanggil Mamaku.

"Aku ambil tangga dulu. Kamu tahan di situ." Adrian entah pergi ke mana mungkin mengambil tangga.

"Lia! Bi Ati jangan ketawain aku ih!" omelku. "Kenapa lama!" teriakku yang sudah tidak kuat memegang batang pohon.

"Itu celana Kakak keliatan ke mana-mana," ucap Lia sambil tertawa. "Kak Adrian tadi juga liat," sambungnya. Aku sungguh malu. Adrian datang membawa tangga dari kayu. Dia menyenderkannya pada batang pohon dekatku.

"Cepet pegang itu terus turun," ucapnya. Aku melepaskan tanganku lalu memegang tangga dan turun secara perlahan. Adrian yang memegangi tangga mengalihkan pandangannya. Aku berhasil turun seraya menggaruki tanganku yang di gigit semut. Adrian menggelengkan kepalanya.

"Kakak nggak apa-apa?" tanya Lia.

"Bukannya ketawa terus," sindirku sambil mendelik. Lia terkikik.

"Kak Adrian tadi liat lho," bisiknya.

My Marriage (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang