Part 20 - Menjadi Milikmu

2.3K 386 40
                                    

Adrian tersenyum. Kenapa dia justru bersikap seperti itu? Apa permintaanku ini sebuah lelucon baginya. Dia mengusap rambutku dengan lembut. "Apa kamu yakin?" tanyanya.

"Ya,"

"Kamu yakin?" ulangnya seolah memintaku untuk berpikir kembali.

"Ya. Kenapa?" Aku memperhatikan wajahnya. Adrian memang tampan. Dan rambutnya keriting sungguh lucu. Mungkin kelak kami punya anak rambutnya seperti milik Adrian. Itu sangat menggemaskan. Pikiranku traveling jauh kemana-mana.

"Mungkin ini kesempatan yang bagus. Tapi sekarang emosimu lagi nggak stabil. Jadi bisa aja kamu nyesel setelah kita ngelakuin itu semua."

"Kamu nggak mau?" pertanyaan bodoh itu terlontar dari mulutku begitu saja. Seolah aku sedang menawarkan diri untuk di sentuhnya.

"Bukannya nggak mau, tapi waktunya nggak tepat. Aku takut, kalau kamu sadar dan kamu menyesali apa yang udah terjadi. Dan itu nggak bisa kembali. Kamu ngasih aku sesuatu yang berharga dalam hidupmu," ucapnya. "Sekarang yang aku mau adalah penjelasanmu tentang Malik tanpa ada yang di tutup-tutupi." Wajahku seketika berubah muram. Tahu begitu, aku tidak akan mengatakan hal konyol. Buatku malu saja. "Kenapa kamu keliatan seperti kecewa?"

"Ah?" Aku terkejut sendiri. Mataku sampai melebar.

"Kamu kecewa kita nggak ngelakuin itu?" tanyanya seakan menggodaku. Kemarin dia yang ingin mempunyai anak. Sekarang justru menolakku. Aku cemberut. "Dini," tegurnya yang melihatku melamun.

"Bukan! Bukan kok." Wajahku seketika memerah. Adrian menahan tawanya. Aku memang bodoh.

"Ya udah, kamu cerita." Adrian berjalan mendekati ranjang.

Aku mengikutinya naik ke atas ranjang. Kami duduk bersebelahan. Adrian menungguku bercerita lebih rinci. Aku menjelaskan semuanya dan juga mengambil surat dari Malik yang aku simpan, lalu memberikan padanya. Pria itu membacanya dengan seksama. Aku mengizinkan dia untuk melihatnya pertama kali. Rahang pria itu mengetat saat selesai membacanya. Aku penasaran juga. Aku terkejut tertera di sana menyatakan bahwa Malik masih mencintaiku dan sampai kapan pun akan menungguku. Itulah yang menyebabkan Adrian marah. Pria itu menghela napas dengan kasar.

"Kamu marah?" tanyaku hati-hati.

"Nggak."

"Boong, kamu pasti marah. Iya kan?" aku tidak percaya dia tidak marah. Sikap Adrian justru menunjukkan sebaliknya.

Adrian melirikku. "Suami mana yang nggak marah kalau ada laki-laki lain yang mencintai istrinya!"

"Jadi marah, iya kan?" Adrian mendelik. Aku memegang pipinya. "Sabar," tangan besarnya melingkupi tanganku.

"Untukmu aku akan bersabar," ucapnya meluluh lantakkan hatiku. Bibirku tersenyum lebar.

"Makasih," kami saling memandang satu sama lain. Entah kapan dan bagaimana bibir Adrian mendarat di bibirku dengan sempurna. Awalnya mengecup namun dia menciumku dan lama-lama berubah menjadi lumatan yang menggairahkan. Aku sampai kewalahan menerimanya. Menuntut dan panas. Adrian menjauhkan wajahnya. Napas kami tersengal-sengal. Durasi ciuman tersebut begitu lama.

"Apa emosimu udah stabil?" tanyanya membuat mataku mengerjap berulang kali. Aku bingung sejak kapan posisi tubuhku berbaring dan Adrian berada di atasku.

"Apa kamu berubah pikiran?" tanyaku yang fokus pada bibirnya yang memerah.

"Ya," ucapnya serak. Aku menelan ludah dengan susah payah. Malam ini kah aku menyerahkannya, mahkotaku. Yang selama ini aku jaga dan akan aku berikan hanya pada suamiku kelak. Kini Adrianlah suamiku.

"Eum, boleh aku meminta waktu?" tanyaku.

"Untuk apa?"

"Ini malam spesial untukku. Jadi, aku ingin.. " ucapku terpotong. Begitu malunya aku mengutarakannya. "Menyiapkan diri dulu," cicitku.

My Marriage (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang