Part 27 - Pregnant?

1.2K 235 27
                                    

Setelah liburan kami selesai, kami menginap beberapa hari di rumah orang tuaku. Keesokannya kami pulang ke Bandung. Pertama kali kakiku menginjak lantai rumah. Rasa mual mendera diriku. Aku tidak tahan sehingga berlari ke kamar mandi sambil menggendong Razan. Perutku bergejolak sampai dadaku terasa sesak.

"Hoekk... Hoek.."

"Dini, kamu kenapa?" tanya Adrian khawatir. Tanpa bicara aku memberikan Razan padanya. Aku kembali mual, tidak ada yang keluar hanya air liur yang terasa pahit. "Kamu sakit?" sebelah tangannya memijat tengkukku.

"Nggak tau, aku mual banget." Aku menyalakan kran wastafel membasuh mulutku berulang kali dengan air.

"Mabuk angin laut sepertinya."

"Mungkin," sahutku.

"Ya udah kamu istirahat dulu." Aku mengangguk lemah. Seharian aku hanya berbaring di ranjang. Kepalaku terasa berat. Adrian menelepon Bi Ati untuk menjaga Razan. Adrian terpaksa tidak ke kebun untuk menjagaku.

"Neng mau di kerokin? Ini mah masuk angin."

"Boleh Bi," ucapku yang tidak kuat lagi. Rasanya seperti nyawaku melayang-layang. "Kamu mau ngapain di sini?" tanyaku pada Adrian yang bersiap-siap duduk di samping Razan. Putraku sedang tertelungkup.

"Aku mau ajak main Razan," ucapnya polos.

"Aku mau di kerokin dulu," ucapku.

"Ya udah,"

"Kamu keluar ih," ucapku.

"Ya ampun, Dini. Lagian aku udah liat ini," ucapnya keceplosan. Aku memelototinya.

"Atuh si Neng ini. Den Adrian, suami ini bukan siapa-siapa jadi nggak usah malu," sahut Bi Ati. Tetap saja aku malu kan. Akhirnya aku pasrah saja. Adrian sedang bermain dengan Razan di sampingku. Aku di kerokin dengan mengaduh kesakitan. Dan Razan ikut menangis berpikiran jika aku di sakiti. Adrian kerepotan membuatnya agar berhenti. "Ini merah Neng."

"Udah, Bi. Aku mau nenangin Razan." Tidak tega mendengar tangisannya. Aku menarik selimut menutupi dadaku.

"Tanggung Neng, ini merah banget," ucap Bi Ati saat aku hendak bangun. Adrian membawa Razan keluar. Sehingga Bi Ati meneruskannya. Setelah selesai aku di amanatkan untuk tidak tidur. Padahal aku mengantuk. Aku menjaga mataku agar tetap terjaga. Tetapi rasa mualku belum hilang juga. Bi Ati membuatkan wedang jahe agar perutku hangat. Tidak memberikan efek apa pun. Aku sampai kesal sendiri. Ingin menangis saja. Apa lagi tidak bisa menggendong Razan, berdiri lama-lama kepalaku pusing. Hanya rebahan saja yang kulakukan.

Malam harinya Adrian membawakan nasi serta lauk. "Dini, makan dulu ya. Kamu belum makan apa-apa." Razan sedang tidur sehingga dia bisa merawatku.

Aku menggeleng lemah. "Aku nggak nafsu makan, A. Percuma nanti muntah lagi."

"Kalau kamu sakit begini. Lebih baik kita nggak liburan kemarin," ucapnya penuh penyesalan. Aku mengerti pasti dia merasa bersalah.

"Tapi kan yang minta ke pantai itu aku. Jadi jangan ngerasa bersalah. Besok juga baik kan kok." Aku menghiburnya.

"Kamu mau makan apa gitu?"

"Nggak A. Aku cuma butuh istirahat aja."

"Biskuit aja ya, biar ke isi perutnya. Besok kalau belum baik juga kita ke Dokter."

"Iya, tapi sekarang mendingan. Biskuit boleh." Aku tidak begitu ingin makan yang berat-berat membayangkannya saja membuat perutku bergejolak ingin muntah. Adrian ke lantai bawah membawakanku biskuit. Dia menaruhnya di nakas, sewaktu-waktu jika aku ingin, mudah mengambilnya.

My Marriage (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang