Tangisan deras memecahkan suasana Adelaar High School. Di madding sudah tertera kapan, alasan, sebab dari kamatian Laura. Masih sama dengan Reyana baca tadi malam. Kejadian itu terjadi saat pulang sekolah kemarin. Mayatnya ditemukan oleh penjaga sekolah sekitar sore menjelang magrib. Tempatnya di Gedung Khusus komputer.
Banyak yang tidak menyangka. Sang juara umum kebanggaan sekolah, serta anak konglomerat memutuskan mengakhiri hidupnya. Isu-isu yang tersebar Laura menggantung diri. Tapi beberapa orang mengira yang lain. Laura bunuh diri dengan menancapkan pisau diarea tubuhnya. Masih belum jelas. Namun pihak sekolah hanya mengklarifikasi Laura bunuh diri.
Kematian memang tidak bisa dikira. Namun jika sudah seperti ini, pasti merencanakannya dari awal. Apalagi soal bunuh diri. Frisca salah satu sahabat Laura mendadak pingsan. Kerumunan itu semakin ramai. Reyana merasa pengap. Langkahnya perlahan mundur kebelakang.
Ssyutt…
Sekali tarikan Kintan berhasil membawa Reyana menjauhi tempat itu. Reyana kaget ketika Kintan mencengkram erat lengannya. Meski Reyana sudah meronta kesakitan, Kintan tidak peduli. Reyana terpaksa menyamakan langkahnya dengan Kintan. Karena Kintan sudah berjalan setengah berlari.
Tidak lama setelah itu mereka berdua berselisih dengan Adley. Laki-laki itu tampak sedang meladeni fans nya. Adley sibuk berfoto bersama dua orang anak sekolah. Dan Adley juga mentanda tangani sesuatu diatas secarik kertas. Kintan berhenti berjalan. Dia menatap Adley dengan wajah tidak enak.
“Morning everyone!” Sapa Adley hangat.
Tidak ada yang mengindahkan perkataannya. Malahan Kintan juga melakukan hal yang sama kepada Adley. Adley sempat memberontak. Kintan hampir saja merobekkan rompi yang dikenakannya. Diantara Reyana dan Adley tidak ada yang mengerti maksud Kintan. Seolah Kintan tengah marah kepada mereka. Sampailah di Gedung Khusus Komputer Kintan berani membuka mulutnya.
“Aku sengaja membawa kalian kemari. Ada suatu hal yang harus ku sampaikan,” ujar Kintan. Dia tidak sadar bahwa Reyana dan Adley tengah kesakitan. Adley memijat-mijat lengannya. Begitu juga Reyana. Mereka tidak menyangka Kintan sekuat itu.
“Aku kasar ya? Maaf…” Kintan menunduk. Perasaan bersalah mengelabuinya. Mungkin cara Kintan mengajak mereka kemari salah. Kintan terlalu terbawa emosi.
Adley memperhatikan Kintan. Dia langsung peka. Kintan pasti tidak enal. Dia takut akan reaksi Reyana dan Adley bagaimana karena dia sudah kasar. “O-ooh tidak masalah. Aku dan Reyana baik-baik saja.” Adley memberi kode kepada Reyana agar perempuan itu mengerti situasi.
“I-iya. Silahkan bicara.” Meski Reyana tidak bisa mengungkapkan betapa perih lengannya. Namun dia tetap menahan. Kintan tidak seperti mereka berdua. Kintan orangnya sensitif. Sekali berbuat kesalahan, Kintan akan terus mengenangnya. Oleh karena itu Reyana dan Adey tidak boleh membentaknya.
Kintan diam.
“Bagaimana ini? Aku tidak pandai membujuknya.” Bisik Adley kepada Reyana disebelahnya.
“Apalagi aku! Lenganku sangat sakit. Aku masih ling-lung.” Balas Reyana yang ikut berbisik.
Adley menggaruk tekuknya, “Hm, begini saja Kintan. Katanya kamu ingin mengatakan sesuatu kepada kami. Tolong berbicara cepat, bel sebentar lagi bunyi.” Suara Adley bergema.
Kintan menoleh kepada Adley sebentar. Lalu kembali menundukkan kepalanya. Sungguh abstrak. Manusia yang tidak bisa dimengerti Adley.
“Hey bukan begitu bodoh! Kamu terlalu memaksanya. Biar aku saja!” Reyana menginjak sepatu Adley. Memang Adley tak bisa diandalkan. “Kintan. Kami tidak marah kepadamu. Silahkan berbicara. Kita tidak bisa berlama-lama disini. Beberapa menit lagi kita harus ke kelas.” Bujuk Reyana dengan suara khas lembutnya.
Barulah Kintan berbicara. Reyana dan Adley menghembuskan nafas lega.
“Se… sebenarnya arwah siswi yang barusan meninggal itu meneror kita bertiga.” Kintan tampak risih mengatakannya. Karena di Gedung itu Hantu Laura berada diantara mereka.
“Kamu bercanda? Mana ada hantu! Dari mana kamu tau? Jangan mengada-ngada!!!” Adley emosi ditempat. Dia membentak Kintan.
“Kebiasaan sekali memotong pembicaraan orang! Sudah kubilang Kintan tidak bisa dihardik!” ujar Reyana yang ikut marah kepada Adley.
“AKU INDIGO!!!” Teriak Kintan. Usai itu dia semakin menekuk kepala hingga wajahnya tak terlihat.
“Cih! Pendusta!” Adley semakin berulah. Reyana pun semakin geram dibuatnya.
“Sudah kubilang tolong bertutur lembut. Lihatlah, kamu hampir membuatnya menangis.”
“Tidak masalah jika kalian tak percaya. Memang tidak akan ada yang berpihak kepadaku. Sampai kapanpun itu,” ujar Kintan. Tanpa Reyana dan Adley ketahui, dia tengah berlinang air mata.
“Mmm. Bisakah kamu menunjukkan indigomu kepada kami?” Pinta Reyana berhati-hati.
"Disana.” Jawab Kintan cepat. Sontak Reyana dan Adley menoleh kearah lift yang ditunjuk Kintan. “Ada Hantu siswi itu disana. Dia menatap kita.” Sambungnya.
Memang sulit dipercaya dan diterima oleh Reyana dan Adley. Pintu lift yang terlihat bersih. Bias cahaya yang memantul disana. Tidak menampakkan ada kehadiran sosok disana. Namun, apabila anak indigo yang mengatakannya mereka bisa apa?
“Mana ada? Mana hantu? Keluarlah!” Adley menentang. Dia berjalan menuju pintu lift. Sedangkan Kintan yang kaget mulai menegakkan kepalanya.
Hantu Laura tersenyum. Bukan karena apa. Melainkan karena senang ada yang menentangnya. Kuku panjang berwarna hitam mulai melingkar dileher Adley. Sebelum Hantu Laura menaiki tubuh Adley. Kintan sudah pingsan duluan.
●●●
Nih aku double up melepas rindu sama readers setia♡
By: Giovanni Sally Endra
Ig: @giovanni2745_
KAMU SEDANG MEMBACA
Scary Alone [ENDING]
Horror[CHAPTER LENGKAP] Tiga remaja yang nekat pun menjalankan misi mereka. Reyana. Adley. Kintan. Masing-masing diantaranya punya kelebihan. Tujuan mereka kini menguak beribu kemunafikan pihak sekolah mereka. Pasalnya dengan kematian seorang teman merek...