Kepergian Laura

20 17 0
                                    

Mobil itu melintas menyapu salju dijalanan. Tebing yang curam dilewatinya. Reyana, Adley, dan Kintan berada didalam mobil itu. Sore menjelang malam mereka menuju sebuah tempat. Rumah Veronika. Terletak didataran yang lebih tinggi. Jauh dari kota. Menempuh waktu kurang lebih 4 jam kesana. Hingga hari sudah gelap ketika mereka sampai.

Hujan salju waktu itu sangat lebat. Reyana, Adley, dan Kintan harus bergegas masuk ke Rumah Veronika. Tidak menunggu lama. Dibalik pintu Veronika sudah menanti mereka. Dengan hangat Veronika menyambutnya.

"Kalian membuatku rusuh. Kenapa lama sekali?" ujar Veronika sembari berpelukan dengan Adley sepupunya.

"Maaf. Diperjalanan badai salju sangat lebat. Dan itu menempuh waktu yang lama diluar perkiraan kami," ujar Adley.

"Ayo segera masuk. Aku sudah menyiapkan cerobong asap untuk kalian."

Mereka melangkah melewati pintu besar. Rumah Veronika begitu luas. Seolah satu-satunya rumah berpenghuni disana. Sebenarnya tidak. Masih ada beberapa rumah disekitarnya. Namun tidak begitu tampak karena pohon pinus yang menjulang tinggi. Tanaman yang sudah ada semenjak zaman peradaban.

Veronika tinggal hanya bertiga dengan orang tuanya. Mereka memilih mengasingkan diri dari kota. Adley begitu ingat alasannya kenapa. Semenjak grandma meninggal keluarga terpecah belah. Perebutan harta warisan mengacaukan semuanya. Pada akhirnya orang tua Veronika mengalah. Mereka terpaksa mengambil rumah terpelosok ini. Sebab itu Veronika masih menetap disini. Rumah besar ini tidak akan dijual. Karena peninggalan grandma.

"Coba pakai ini. Cerobong asap saja tidak cukup untuk menghangatkan tubuh," ujar Adley memasang warmer earmuffs ke telinga Reyana.

"Hey! Dari mana kamu dapatkan? Itu punyaku!" Veronika beraut wajah masam.

"Pakai saja. Tempat ini seperti rumahku. Aku bebas melakukan apapun terhadap benda disini," ujar Adley.

Veronika semakin geram kepada Adley. Bukan karena warmer earmuffs miliknya yang dipinjamkan Adley pada Reyana. Tapi karena Adley tidak mengindahkan perkataannya. Veronika merasa terkacangi.

"Karena sudah ada perempuan yang disukainya dia mengabaikanku. Padahal dulu selalu menempel padaku. Dasar!" Umpat Veronika.

"Adley. Aku tau isi hatimu. Kamu jangan macam-macam ya! Aku bisa saja membokar rahasiamu!" Kintan menatap Adley curiga.

"I-ini tidak adil!" Adley protes. Dia tampak grogi. "Abaikan saja! Tujuanku kita kemari untuk berinteraksi dengan arwah lagi. Bukan yang lain!" tegas Adley kemudian.

Reyana kebingungan. Mereka membahas apa?

"Baiklah. Karena ada tiga arwah yang meminta bantuan. Kita tidak bisa sekaligus menolongnya. Kintan akan berinteraksi dengan Hantu Laura terlebih dahulu. Dan aku akan menahan dua arwah siswa lainnya. Omong-omong apakah kalian tidak memberi nama sosok siswa itu?" Tanya Veronika.

"Kami tidak tahu namanya. Lagian kematiannya sudah lama. Mungkin mereka meninggal saat sekolah baru dibangun. Tepatnya pada masa peradaban." Kintan menjawab.

"Sebentar. Apakah kalian tidak didatangi arwah Hantu Laura kemarin malam?" Reyana menyela.

"Aku iya! Malahan Hantu Laura masuk ke dalam live streamingku," ujar Adley dengan nada serius. Meski begitu tidak terdengar kasihan. Malahan lelucon.

"AHAHAHAHAH!!!"

Reyana, Kintan, dan Veronika tertawa lepas.

"Lelah saja berbicara dengan kalian." Adley sangat kesal. Dia malah ditertawakan. Dengan cepat Adley bangkit dari duduknya. Kemudian mengambil benang merah. Lalu menempelkan kedinding mengelilingi ruangan. Veronika tersenyum lebar dibuatnya. Ternyata Adley sudah mengerti.

Lampu dimatikan. Mereka duduk membentuk lingkaran. Di tengah mereka dihidupkan empat lilin. Juga buku diary Laura sebagai sarana berinteraksi. Serempak tangan Kintan dan Veronika menyentuh diary itu. Sebelum mereka pergi lebih jauh. Mereka berpesan.

"Kalian masih ingat peraturannya kan? Apabila terjadi sesuatu segera bangunkan aku dan Kintan."

Dengan sekejap Kintan dan Veronika berpindah. Mereka berada diwaktu yang sama. Namun alam yang berbeda.

***


Misteri kelas di Gedung Khusus Komputer kini terungkap. Ternyata tempat itu dibuat untuk Pemanggilan Arwah. Pihak sekolah sengaja menyediakannya. Dikarenakan sudah banyak siswa-siswi Adelaar High School yang meninggal dunia. Diantaranya ada arwah yang tidak tenang. Laura dan dua siswa yang matinya bunuh diri. Karena Depresi.

Sekarang tempat itu dilindungi sesuatu. Kelas misterius yang berada di Gedung Khusus Komputer itu seperti berada didalam bulatan lingkaran. Yang terbentuk dari energi Veronika. Gunanya membendung arwah negatif. Yang mencoba menganggu Kintan dan Hantu Laura yang berinteraksi.

"A-aku... menyesal..."

Lagi-lagi perkataan itu keluar dari mulutnya. Kesedihan mengelabuinya. Masa lalu yang memilukan menahannya. Hantu Laura sulit sekali pergi. Kintan sudah berkali-kali mendoakannya. Namun tetap tidak bisa.

"Tidak usah larut dalam penyesalan. Itu menahanmu. Pergilah dengan tenang Laura."

Kintan berusaha membujuk Laura. Supaya Laura segera menemukan pintu perjalanan terakhirnya. Biasanya suasana selalu ramai. Tapi karena Veronika menjalani tugasnya, Kintan dan Laura berinteraksi dengan tenang.

"Aku tidak bisa. Aku ingin selalu bersama mama, papa. Mereka pasti merindukanku kini."

Malam itu aura Hantu Laura berbeda. Biasanya dendam menyertainya. Kali ini tidak. Bahkan Hantu Laura berderai air mata. Kintan turut prihatin dibuatnya. Akan tetapi satu-satunya cara hanya itu. Pergi dan tidak bergentayangan lagi.

"Laura. Dengar aku. Nasib kita sama. Orang tuaku jarang mempedulikanku. Mereka tidak percaya hantu. Terutama pada indigoku. Aku benar-benar kesepian. Orang disekelilingiku selalu mencemoohkanku. Tapi aku tidak menyerah akan hal itu."

"Kamu menyuruhku untuk hidup kembali? Lalu mengubah semuanya? Mustahil!"

"Bukan begitu. Apakah kamu tau. Bahwa orang yang kamu tinggalkan akan baik-baik saja. Mama, papa, keluarga besarmu jangan dicemaskan. Urus saja dirimu. Meski kamu berada diantara mereka. Mereka tidak mengetahui bahkan bisa melihatmu. Untuk apa kamu berlama-lama lagi? Bukankah kamu yang memutuskan mengakhiri semuanya?"

"Hiks... Kintan... aku.... menyesal.... Aku ingin kembali..."

Kintan mengulum senyum. "Kamu mau pergi ya? Aku akan membantumu."

"Aku iri kepadamu Kintan. Kamu bisa menghadapi semuanya. Andai semasa hidup aku mengenalmu. Mungkin ini tidak akan terjadi."

"Sudah kubilang jangan disesali. Aku senang bisa berteman denganmu. Berinteraksi bahkan berbagi cerita. Kamu hantu pertama yang dekat denganku. Terimakasih."

"Bolehkah aku memelukmu? Setidaknya ini pelukan terakhirku."

"Tentu saja."

Pelukan erat diantara mereka menyatukan awan malam. Semua sudah berlalu. Biarlah menjadi kenangan pilu. Laura menemukan jalannya. Cahaya terang sudah menyambutnya. "Terimakasih banyak Kintan." Didalam pelukan Kintan. Perlahan tubuh Laura menjadi abu. Kemudian angin malam berhembus. Membawa abu Laura berterbangan.

"LAURAAA!!!!" Pekik Kintan. Ketika Laura menghilang untuk selamanya.

Berlarut lama didalam kesedihan memicu hal buruk terjadi. Jangan pernah menyesal dan ingin mengakhiri hidup ini. Banyak diluar sana arwah yang ingin kembali. Menebus kesalahan dimasa lalunya.

●●●

By: Giovanni Sally Endra
Ig: @giovanni2745_

Scary Alone [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang