Astral Projection

43 32 0
                                    

Beton yang menjulang tinggi menghalang Kintan untuk melihat pemandangan Kota Granada. Sepertinya Kintan salah tempat. Awalnya Kintan ingin mencari udara segar. Melapangkan pikiran yang dipenuhi remehan manusia padanya. Namun sekarang Kintan semakin sebal pada dirinya. Dia malah salah jalan dan bertemu pagar sekolah.

Ternyata kepergian Kintan kesana tidak sia-sia. Sesuatu menarik perhatiannya. Kintan mendekat kearah tempat itu. Sebuah Ruangan kecil menyambut pemandangannya. Didalam ruangan itu hanya ada kursi dan meja. Namun ada yang membuat Kintan lebih penasaran. Diatas meja terletak buku diary. Bertulis disampulnya. ‘Selamat datang dikehidupanku yang penuh luka’.
     
Siapa yang meninggalkan bukunya di tempat seperti ini?
     
Kalau dipikir-pikir lagi ruangan itu tidak layak dihuni. Ukurannya kecil. Debu bertebaran mengotori lantainya. Lampu yang tidak memadai tidak memungkinkan bisa membaca ataupun menulis disana. Serta jendela yang tidak ada. Pengap sekali. Belum sempat Kintan menyentuh diary itu, suatu hal terjadi.
    
Tiba… tiba…
     
“Hiks…”
    
Kintan terkejut dengan munculnya sosok. Tepat di hadapan Kintan berdiri Hantu Laura. Jujur saja Kintan tidak ingin berurusan dengan hantu itu. Akan tetapi Hantu Laura sudah dahulu menahan Kintan. Kini tubuh Kintan tidak bisa digerakkan. Sekonyong-konyong Kintan terasa dikelabukan.
     
“A…. apa… mau mu?” Kintan memberanikan diri bersuara.
     
“Hiks… kau harus menolongku.” Ada yang aneh dengan Hantu Laura. Biasanya dia selalu tertawa ria ketika bertemu manusia. Tapi kali ini berbeda. Ini pertama kalinya Kintan melihat Hantu Laura menangis di hadapannya.
     
“Ma-masih banyak yang indigo selainku. Aku tidak bisa.”
     
Hal yang diduga pun terjadi. Wujud Hantu Laura berubah menjadi lebih menyeramkan. Dia marah lagi-lagi Kintan menolaknya. Mulutnya menganga lebar. Mengeluarkan bau bangkai yang menyengat. Disaat Kintan lengah Hantu Laura mengambil kesempatan. Dia menarik paksa tangan Kintan hingga menyentuh diary yang terletak diatas meja.
     
Kintan pun tidak dapat berkutik lagi. Tubuhnya seketika ambruk kelantai. Kintan sudah tak sadarkan diri. Hantu Laura berhasil menghipnotis manusia lagi.


***

Kepala Kintan berdenyut sakit. Dia terbangun disebuah tempat yang asing baginya. Sebelumnya Kintan belum pernah kemari. Jika diperhatikan lebih jauh, tempat ini tidak familiar. Kintan sedang berada di Rumah seseorang. Dengan leluasa dia melihat sekitarnya. Perabotan mewah serta fasilitas yang memadai, punya kesamaan dengan Rumah Kintan. Namun Kintan sadar bahwa ini adalah tempat lain.
     
“KENAPA ULANGAN MATEMATIKA MU BISA SEGINI HAH?!”
     
Teriakan lantang itu mengejutkannya. Baru saja ada seorang perempuan sebaya Kintan berlari di hadapannya. Juga di belakangnya diiringi wanita dewasa yang tampak mengejar perempuan itu. Mereka berdua menuju kearah tangga.
     
Siapa mereka?
     
Hanya pertanyaan itu yang terngiang dikepala Kintan.
     
“Jangan pukul aku ma! Ma! Ma! Sakit ma!!!”
     
Lagi-lagi Kintan mendengar suara aneh. Mungkin bisa saja berasal dari perempuan sebayanya. Karena penasaran Kintan memberanikan diri mengeceknya. Perlahan Kintan bangkit dari tidurnya. Dia melangkah pelan menuju lantai 2 melalui tangga. Kintan mulai ketakutan. Dia tidak paham dengan situasi ini. Entah sebab apa dia bisa sampai kesini.
     
Ketika sampai di Lantai 2 Kintan merasa ada menjanggal. Sejak tadi Kintan berada disana tidak ada yang menyadari kehadirannya. Apa karena mereka terlalu sibuk hingga tidak mengetahui Kintan ada? Bisa saja.
     
PLAKK…. PLAKKK…. PLAKKK….
     
“Hiks… ma… Laura minta maaf ma. Laura tidak belajar tadi malam.”
     
Suara itu tidak asing bagi Kintan. Dia menoleh kesamping. Disana Kintan mendapati perempuan dan wanita dewasa. Perempuan yang sebaya dengannya itu adalah Laura. Walau Kintan hanya bertemu Laura ketika dia sudah menjadi arwah. Tapi Kintan yakin bahwa yang sedang dicabuli dengan ikat pinggang itu adalah Laura. Wanita dewasa itu tidak punya hati. Meski Laura sudah menangis kesakitan, dia terus memukul Laura berkali-kali.
    
“SAYA MALU PUNYA ANAK SEPERTI KAMU!!!! Nilai 90 mau kamu bawa kemana sekolah?!”
    
Sekarang Kintan mengerti. Wanita dewasa itu adalah ibunya Laura. Tega sekali seorang ibu mencabuli anaknya hanya karena nilai.
     
“Cukup Tan! Laura pasti kesakitan!” Kintan berlari kearah mereka. Dia memeluk tubuh Laura. Pikirnya dengan itu Laura terlindung. Akan tetapi sama saja. Kintan tidak bisa menyentuh apapun. Sementara itu ikat pinggang berkali-kali melayang kearah Laura.
     
Astral projection.
     
Satu kata itu terlintas dipikiran Kintan. Ya! Sekarang dia sedang melakukan astral projection. Dimana jiwa Kintan sedang tidak berada di raganya. Tunggu! Sekarang Kintan ingat. Bukankah sebelum ini dia sempat bertemu Hantu Laura? Pasti Laura sedang memberi gambaran kepada Kintan tentang kehidupan sebelum dia meninggal.
     
Berarti kejadian sadis ini dialami oleh Laura. Masa lalu yang memilukan masih tersimpan di memorinya. Bahkan ketika dia sudah meninggal. Pasti dibalik semua ini arwah Laura tidak tenang. Sekarang Kintan tau apa maksud Laura meminta bantuan padanya.

***

“Kintan! Kintan! Bangun!!!”
     
Sayup-sayup suara itu terdengar semakin jelas. Kintan mulai membuka matanya. Langit cerah menyambut pemandangannya. Kintan sudah kembali kedalam raganya.
     
“Di-dimana?” Kintan bersuara.
     
“Kamu pingsan Kintan. Apa yang kamu lakukan di ruangan gelap itu?”
     
Kintan menoleh kesamping. Disana ada Reyana. Dia hampir lupa bahwa baru saja sadar dari astral projection. Kintan menggeliat. Disisi lain dia juga mendapati Adley tengah menunggunya sadar.
     
“Maaf. Aku sudah lancang tadi,” ujar Adley.
     
“Tidak apa,” balas Kintan mengulum senyum.
      
Saat Reyana mencari Kintan yang kabur darinya tadi, dia menemukan Kintan sudah tidak sadarkan diri. Anehnya Kintan berada di Ruangan gelap yang pengap. Untungnya Reyana segera membawa Kintan keluar. Reyana sebisa mungkin membopong tubuh Kintan menuju Lapangan. Hingga saat sadar Kintan sudah terbaring di rumput. Biasanya para siswa menggunakan Lapangan ini untuk bermain bola. Namun tidak jelas sebabnya karena ada Reyana mereka tidak melanjutkan permainan lagi.
     
“Ini diary mu?” Reyana meraih buku dari genggaman tangan Kintan.
     
Kintan langsung teringat. Sebelum asral projection tadi Hantu Laura meletakkan tangannya diatas buku itu. Tidak usah ambil pusing lagi. Buku diary itu sengaja dipertemukan dengan Kintan sebagai sarana berinteraksi dengan Hantu Laura.
     
Tidak ada pelangi. Tidak ada angin ketenangan. Kintan langsung berubah pikiran. Bagaimanapun aku harus membantu Laura agar dia bisa pergi dengan tenang. Misinya dimulai dari sini. Kintan harus mengumpulkan beberapa arahan dari Hantu Laura. 

●●●

Makin hari makin sepi:( but ttp update demi mimpi:)

By: Giovanni Sally Endra
Ig: @giovanni2745_

Scary Alone [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang