Pencahayaan yang kurang. Lorong yang pengap oleh debu. Membuat Adley kesulitan mengejar Reyana. Tidak ada cahaya yang masuk. Kelas yang berjejer diantara Lorong yang dilewati Adley pun tidak berjendela. Sulit dijelaskan mengapa. Namun bisa jadi saja demi keamanan setiap alat elektronik sekolah. Komputer misalnya.
Nafas Adley ngos-ngosan. Reyana sudah jauh darinya. Karena merasa letih Adley memutuskan berhenti. Lama-lama dia bisa tersesat di Gedung besar ini. Adley sembarang menyandarkan tubuhnya. Tanpa dia tau bahwa tengah bersandar disebuah pintu kelas. Pikir Adley, karena masing-masing kelas diisi komputer otomatis pintunya terkunci. Akan tetapi siapa sangka. Adley tersungkur kebelakang karena pintu itu terbuka.
Brugh...
"AAWWHHH!!!"
Adley menjerit kesakitan. Pinggangnya terseleo. Adley merasakan bagian itu ikut berdenyut sakit. Ini memang salah Adley. Terlalu ceroboh. Dia mencoba untuk bangkit. Ketika ingin menutup pintu Adley menemukan hal yang menarik. Sebuah tempat baru yang tidak layak berada di sekolah. Seperti tempat pemanggilan arwah.
Mulutnya melongo lebar. Diam seribu bahasa. Dengan leluasa dia menyaksikan sekitarnya. Dinding kelas berwarna keorenan akibat kobaran lilin di setiap sudutnya. Mata Adley fokus pada titik di hadapannya. Di atas sebuah meja diisi penuh oleh sesuatu yang menjanggal. Ada tiga foto murid Adelaar High School disana. Salah seorang foto siswi ada yang Adley kenal. Laura. Foto Laura.
Kenapa foto Laura ada disini? Dan siapa dua laki-laki itu lagi? Wajahnya tidak familiar.
Foto itu bersandar pada sebuah dinding. Disekitarnya ditaburi bunga kuburan. Adley menjadi tidak enak. Dia mengusap kuduknya merinding.
Semenjak memperhatikan foto itu perasaanku gelisah.
"Siapa disana?!" Seorang wanita berdiri diujung lorong. Adley pun menoleh. Dengan jelas dia melihat Miss Ima dibawah pantulan cahaya. Miss Ima berjalan dengan cepat mendekati Adley. Sebelum terlambat Adley segera menutup pintu kelas itu.
"Apa yang kamu lakukan disini sendirian Adley?" Tanya Miss Ima serius. Dia menghalangi pintu kelas itu dengan tubuhnya. Seolah Adley tidak boleh mengusiknya.
"A-anu Miss..."Adley sempat kehabisan alasan. Namun dia memaksa berpikir keras. "Saya bolos Miss. Heheh..." Adley terkekeh menggaruk tekuknya gatal.
Meski Adley terlihat bercanda tapi Miss Ima tidak suka. Dia pun marah. "Kamu pikir lucu? Jangan sembarang menyentuh fasilitas sekolah!"
"Saya kan bosan di kelas mulu Miss. Sesekali cari udara segar nggak masalah kali. Masak belajar terus, stress saya Miss." Adley dengan beraninya menjawab. Dia tidak tau betapa geramnya Miss Ima kepadanya. Hampir saja Miss Ima menjewer telinga Adley.
"Pantas saja kamu tidak ada dikelas saya! Kalau kamu bosan di kelas, tidak usah bersekolah!"
"Iya, iya. Maaf Miss." Barulah Adley menundukkan kepala. Sementara, di dalam hatinya tengah mendongkol.
"Sebelum pulang, saya tunggu kamu di Ruangan Guru!"
***
"Kintan. Pasti menyenangkan menjadi indigo. Bisa berinteraksi dengan makhluk selain manusia," ujar Reyana tampak iri.
"Tidak juga. Jika yang menghampiriku adalah arwah positif aku tidak takut. Tapi rata-rata yang datang padaku hanyalah arwah negatif. Itu mengangguku." Raut wajah Kintan tidak senang. Dia juga kaget. Baru kali ini Kintan mendengar orang lain berkata seperti Reyana didepannya. Jika saja nasib bisa diubah. Mungkin Kintan akan menukar indigonya dengan Reyana.
"Mmm... bukannya hantu itu semakin mengincarmu bila kamu takut? Mungkin sebab itu kamu selalu didatangi arwah negatif. Coba kuatkan tekadmu. Kamu pasti bisa," ujar Reyana menyemangati.
Perlu diacungi jempol. Reyana bukan anak indigo. Tapi dia cukup paham tentang Spiritual. Memang mencari tau tentang dunia gaib adalah hobi Reyana. Walaupun dia sering parnoan.
"Kamu itu peka Reyana," ujar Kintan sembari mengulum senyum. Bukan senyuman bahagia. Melainkan senyuman menyimpan makna. Sudah banyak manusia yang Kintan perhatikan disekitarnya. Namun hanya Reyana seoranglah yang energinya berbeda.
"Maksudmu? Peka terhadap apa?" Reyana tidak mengerti.
"Orang peka adalah mereka yang bisa merasakan makhluk halus tanpa melihat wujudnya. Jika ada hantu yang menampakkan wujud kepadamu, maka auranya pasti besar. Kamu harus berhati-hati Reyana." Kintan mengingatkan.
"Ooh, begitu ya. Pantas saja kemarin aku melihat Hantu Perempuan di Toilet sekolah. Mungkinkah energinya juga besar?" Meski Reyana tidak berhenti mengajukan pertanyaan kepada Kintan. Namun Kintan dengan senang hati meladeninya. Dia mulai terbuka pada Reyana.
"Mungkin," balas Kintan singkat.
Serempak Reyana dan Kintan menoleh kearah pintu Ruang Guru. Adley barusan keluar dari sana. Reyana yang baru melihat Adley pun berlari menghampirinya. Begitu pun Kintan.
"Hey! Kamu dari mana saja? Tumben-tumben bolos." Tanya Reyana pada Adley.
"Aku melihatnya." Adley menekan dahinya. Kepalanya pusing.
"Apa? Siapa yang kamu lihat?" Reyana penasaran menunggu jawaban Adley. Beberapa saat kemudian Adley menoleh kepada Kintan. Itu membuat Kintan gugup.
"Bisakah kita berkumpul malam ini?" Ajak Adley.
"Untuk?" Sahut Reyana.
"Aku tidak bisa menjelaskan apapun sekarang. Ayo berkumpul di Rumah Kintan." Usul Adley.
"Baiklah. Tapi harus tanyakan dulu pada orangnya. Kamu mau kan Kintan?" Kini dua pasang mata tengah menatap Kintan. Tangannya bergemetar hebat. Dia tidak terbiasa berada di situasi ini. Dulu orang-orang menjauhinya. Kini ketika ada mau yang berteman dengan Kintan, dia malah canggung.
"Bo-boleh." Jawab Kintan gugup.
●●●
Jangan tanya mengapa aku akhir" ini rajin banget up. Soalnya memang niat mau up habisin 'Scary Alone'. Cuman ga janji sampai tamat yah:D
By: Giovanni Sally Endra
Ig: @giovanni2745_
KAMU SEDANG MEMBACA
Scary Alone [ENDING]
Horor[CHAPTER LENGKAP] Tiga remaja yang nekat pun menjalankan misi mereka. Reyana. Adley. Kintan. Masing-masing diantaranya punya kelebihan. Tujuan mereka kini menguak beribu kemunafikan pihak sekolah mereka. Pasalnya dengan kematian seorang teman merek...