Akhir-akhir ini Reyana dan Adley tidak diteror Hal mistis lagi. Termasuk Hantu Laura. Mereka tidak tau sebabnya kenapa. Namun dibalik itu mereka bersyukur. Reyana berpikir. Karena Laura menjanjikan Kintan untuk menolongnya. Mungkin dari itu Hantu Laura tidak bergentayangan lagi.
"Adley. Ngomong-ngomong kita pergi kemana?" Tanya Reyana.
"Kita harus meminta bantuan. Aku sudah mendiskusikannya dengan Kintan. Tidak mudah bagi kita bertiga membantu Hantu Laura. Oleh karena itu kita harus pergi kesebuah tempat." Jawab Adley sambil menyetir mobilnya.
Reyana duduk disebelah pengemudi. Sedangkan Kintan duduk dikursi belakang. Kintan memang seperti itu. Dia tidak mau berbicara sebelum ada yang memulainya. Hari sudah mulai gelap. Hembusan angin malam menyertai kepingan salju yang berjatuhan. Rintik salju sudah memenuhi kaca mobil Adley. Namun dia berusaha tetap fokus.
"Bangunan apa ini?" ujar Reyana.
"Segera masuk sebelum kamu kedinginan di luar." Adley tidak mengindahkan perkataan Reyana. Adley keluar dari mobilnya. Begitu juga Kintan yang tidak berkata sama sekali.
Kenapa perasaanku tidak enak? Batin Reyana.
Bangunan besar dengan arsitektur moor nya menghalangi purnama bercahaya. Meski tidak terlihat menyeramkan. Namun Reyana masih saja ragu untuk memasukinya. Kakinya terseret-seret. Pikiran jahatnya membuatnya terganggu. Reyana berusaha tenang karena Adley dan Kintan berada diantaranya.
Tembok yang menjulang tinggi menyambut Reyana ketika berada didalam Rumah itu. Dindingnya berwarna kemerahan. Kobaran api lilin memancarkan cahaya dari sudut ruangan. Mereka bertiga duduk disebuah sofa. Hidangan yang tertara dimeja hadapannya seolah menyambut kedatangan mereka. Seorang wanita berjalan dari ujung lorong rumah. Wanita itu mendekat kearah Reyana, Adley, dan Kintan.
"Kalian datang cepat sekali dari dugaanku," ujar wanita asing itu.
"Benarkah? Padahal kami pulang sekolah diundur. Kupikir kami agak telat. Maaf," ujar Adley.
"Tidak apa. Oh ya, perkenalkan aku Veronika. Aku sepupunya Adley. Meski uasiaku tiga tahun lebih tua, kalian boleh memanggilku dengan sebutan nama saja." Jelas wanita itu. Wajahnya memang tidak familiar. Pakaian serta gayanya terlihat dewasa. Ternyata tebakan Reyana benar. Dia bukanlah wanita seumuran dengannya.
"Ha-hai Veronika. Sa-saya Kintan." Sapa Kintan.
"Saya Reyana. Teman dekatnya Adley dan Kintan." Sambung Reyana.
"Senang bertemu dengan kalian. Jadi bagaimana? Kalian menginginkan apa kemari?" ujar Veronika.
"Begini Veronika. Kintan adalah anak indigo. Dia memberitahu kami bahwa ada arwah siswi yang meminta tolong. Siswi itu berasal dari sekolah kami. Kematiannya belum sampai sebulan. Karena kami takut hal lain terjadi saat Kintan berkomunikasi dengan arwah siswi itu, kami meminta bantuan padamu," ujar Adley.
Wajar saja Adley berkata seperti itu. Veronika juga anak indigo. Namun energinya lebih kuat dari Kintan. Veronika lebih menguasai dunia spiritual. Dia mempunyai ilmu yang lebih dalam. Baik itu ilmu berkomunikasi dengan 'mereka'. Ataupun ilmu mengunjungi alam 'mereka'.
Sekarang Reyana baru mengerti tujuan Adley kemari. Andai saja laki-laki itu lebih dulu mengatakan semuanya pada Reyana. Mungkin Reyana tidak sekesal itu padanya.
"Kalian yakin hanya seorang siswi meminta bantuan? Kenapa aku merasakan ada energi lain? Sepertinya ada arwah yang menggiring dan menahan siswi itu untuk pergi. Dan arwah itu adalah dua orang laki-laki. Kalau menurutmu bagaimana Kintan?" Veronika menoleh kepada KIntan yang canggung.
"Ha-hah? Kalau aku... aku tidak terlalu membuka pikiranku. Aku hanya fokus pada Hantu Laura saja."
"Hahahah! Kalian memberi nama arwah itu dengan Hantu Laura? Ini bukan horror melainkan lelucon!" Veronika tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa dia tertawa? Apa yang lucu?" Bisik Reyana pada Adley disebelahnya. Reyana sangat salah. Percuma dia berbisik tapi Veronika tetap mendengarnya.
"Jelaslah lucu! Selama ini aku bertemu arwah tidak pernah ada orang yang memberinya nama," balas Veronika.
"Kamu tidak takut dengan Hantu Laura? Bukankah tidak baik menyalahkan apalagi menertawakan arwah yang sudah meninggal? Kamu bisa dalam bahaya." Tegur Reyana.
"Maaf. Aku hanya bercanda. Lagian untuk apa takut pada Hantu? Hantu dulu juga manusia. Sama seperti kita," ujar Veronika.
"Iya sih. Cuman perasaanku tidak enak saja." Reyana mengelus lehernya. Sebenarnya lebih dari itu. Reyana sempat merasa ada sosok yang ikut hadir bersama mereka.
"Hm. Jadi bagaimana caramu membantu kami?" Adley mengalihkan topik.
Veronika pun mengeluarkan benda bergumpalan dari sweaternya. "Ini adalah benang merah. Benang yang sudah didoakan. Jejerkan tali ini disekeliling ruangan yang akan kalian pakai untuk berinteraksi dengan Hantu Laura. Ini berfungsi mengusir sosok yang ingin menganggu kegiatan kalian. Ingat. Jangan letakkan dilantai ataupun ditanah. Itu akan membuatnya tidak berfungsi."
"Aku akan menyimpannya. Terimakasih." Adley mengambil benang itu dari Veronika.
Hari sudah larut. Perbincangan mereka pun berakhir. Angin yang menggiring salju turun semakin kencang. Hujan salju semakin lebat. Sebelum Reyana, Adley, dan Kintan terkepung dan tidak bisa pulang. Lebih baik mereka segera pergi dari Rumah Veronika. Lelah sekali. Sampai-sampai Reyana tertidur didalam mobil Adley.
●●●
Scary Alone up menamani malming readers👽
By: Giovanni Sally Endra
Ig: giovanni2745_
KAMU SEDANG MEMBACA
Scary Alone [ENDING]
Horror[CHAPTER LENGKAP] Tiga remaja yang nekat pun menjalankan misi mereka. Reyana. Adley. Kintan. Masing-masing diantaranya punya kelebihan. Tujuan mereka kini menguak beribu kemunafikan pihak sekolah mereka. Pasalnya dengan kematian seorang teman merek...