7...
6...
5...
Suara ketua OSIS sudah menggema keseluruh antero sekolah, mengabsen satu persatu angka mulai dari angka sepuluh hingga satu. Mengobrak seluruh murid SMA Angkasa untuk segera ke lapangan, persiapan untuk upacara rutin pengibaran bendera Merah Putih di hari senin. Bukan anak SMA namanya kalau tidak nyeleneh dari aturan. Apalagi untuk angkatan tua, teriakan angka dari atas podium tidak membuat mereka takut. Bukannya langsung menuju lapangan, mereka masih setia duduk didepan kelas meski seharusnya mereka berbaris terlebih dahulu untuk menjadi panutan bagi semua adik kelasnya. Telinga mereka sudah kebal dengan acara rutin hitung-menghitung angka sebelum upacara yang bagi para adik kelas itu adalah sebuah perintah dan harus diikuti.
4...
3...
2...
Seluruh kelas 12 MIPA, mulai dari MIPA 1 sampai MIPA 7 langsung turun dari kelas mereka yang berada di lantai dua karena mendengar hitungan angka semakin menuju angka terkecil. Begitupun juga dengan kelas 12 Bahasa yang terkenal dengan anak taat aturan disekolah, berhubung juga hanya ada satu kelas di setiap angkatan untuk jurusan bahasa, sehingga membuat mereka solid dan kompak terlebih dalam hal kebaikan. Tetapi tidak dengan anak IPS, bukan anak IPS lagi kalau mereka tidak berbuat suatu hal yang menjengkelkan para guru. Semakin dekat dengan hitungan ke-satu semakin santai pula murid kelas IPS. Seperti yang terlihat di lorong bawah sebelah mushola. Kelas yang berada di lantai satu membuat mereka terlihat santai ditambah lagi dengan tempat berbaris mereka berada di lapangan voli depan kelas. Mulai dari deretan kelas 12 IPS 1, IPS 2, IPS 3, IPS 4 semua anggota kelas masih tetap di depan kelas. Saling bercanda, kejar kejaran layaknya anak TK, bahkan ada yang sedang menikmati sarapan.
"Udah kelas 12 masih aja tambeng," omel Pak Suradi dengan tatapan geram, berjalan dari arah mushola menghampiri kelas 12 IPS 1 sembari membawa gagang sapu tanpa ijuk. Satu persatu, mau gak mau seluruh murid IPS 1 berjalan kearah lapangan dan berbaris. Diikuti oleh kelas IPS 2, IPS 3, dan IPS 4.
"Bentar pak, lagi sarapan. Nanti kalau pas upacara pingsan gimana?" Celetuk Dewa anak IPS 3 sedang duduk menikmati roti yang dibeli di kantin. Bukannya merasa iba, pak Suradi langsung mengangkat sedikit tinggi gagang sapu tanpa ijuk itu tanpa suara, membuat Dewa cengengesan dan langsung berlari menyusul temannya yang sudah berjalan terlebih dahulu ke lapangan.
Panas matahari semakin menyentuh kulit mereka, memakai topi seperti tidak ada gunanya. Para murid perempuan mengibaskan salah satu sisi kerudungnya untuk mengurangi panas matahari pagi ini, ada juga yang menyampirkan sisi kerudung di atas topi agar wajahnya dapat terhindar dari sengatan matahari langsung. Berbeda dengan murid laki-laki yang hanya bisa pasrah merasakan panas matahari menyentuh kulit, mengibaskan dasi sepertinya percuma hanya semakin membuat tangan pegal, ingin membuka topi sepertinya tidak mungkin ditengah upacara. Beberapa di antara terlihat sudah bercucuran keringat hingga mulai membasahi baju putih mereka. Entah mengapa pagi ini terasa panas sekali dan upacara belum juga selesai. Apa guru-guru itu tidak silau melihat semburat cahaya yang memantul dari pakaian muridnya yang keseluruhan putih? Dengan kondisi podium upacara yang menghadap ke timur tidak membuat pembina upacara menyurutkan semangat untuk berucap, padahal terlihat dari kejauhan bahwa matanya sudah menyipit karena silau matahari. Isi amanat upacara kali ini tidak berbeda dari isi amanat upacara sebelumnya, selalu mengulang topik mengenai aturan sekolah ataupun prestasi murid yang selalu ada setiap minggu. Mungkin kali ini ada yang sedikit berbeda, para murid bisa menyimpulkan bahwa topik utama dalam upacara adalah Bulan Bahasa yang akan dilaksanakan pada bulan ini.
Bulan bahasa sendiri adalah salah satu acara tahunan yang rutin diadakan di SMA Angkasa setiap bulan oktober dan termasuk acara terbesar kedua setelah HUT sekolah. Bulan Bahasa atau Bubas ini khusus diadakan oleh prodi Bahasa, bukan lagi OSIS. Acara ini berisikan penampilan dari keseluruhan prodi yang ada di SMA Angkasa, kecuali prodi bahasa yang lebih fokus pada jalannya acara daripada pengisi acara.
Riuh murid kembali terdengar menggema setelah upacara ditutup, beberapa diantara mereka mulai terlihat meninggalkan lapangan. Membuyarkan barisan seperti beras yang tumpah dari karung. Langsung ambyar. Hanya menyisakan satu barisan yang berisi murid terlambat.
#
Suasana kelas 12 IPS 3 tampak riuh, yang seharusnya waktu setelah upacara digunakan untuk membaca yasin. Mereka tampak menyibukkan diri masing-masing, ada yang berkumpul dipojok kelas menatap layar ponsel sambil berteriak mengabsen nama hewan satu persatu, ada yang melanjutkan tidur pagi yang terganggu karena harus pergi kesekolah, ada yang masih menyalin tugas, dan ada yang lagi berkumpul, membicarakan hal-hal yang dilalui selama hari sabtu-minggu sembari menunggu pembacaan surat yasin selesai sehingga dapat berlanjut kearah koperasi membeli gorengan yang masih hangat.
"Itu anak telat lagi?" tanya Anggi duduk disamping Nanda sambil menunjuk kursi kosong dibelakang Nanda; tempat duduk Yoga. Menatap Nanda disampingnya dan Farah di depannya bergantian. Farah bergidik tidak tahu.
Nanda menggidikkan bahu, tak tahu juga. Kemudian kembali melihat layar ponselnya, melanjutkan membaca cerita di aplikasi wattpad. Entah sejak kapan Nanda kecanduan dengan aplikasi itu, seingatnya dulu waktu kelas 10 dia iseng mengunduh aplikasi itu karena ajakan teman sebangkunya. Tapi sampai sekarang dia mulai kecanduan membaca cerita dalam aplikasi itu. Mau tidur baca dulu, saat jam kosong baca dulu, pokoknya setiap ada waktu senggang sedikit langsung dia gunakan untuk membaca. Akhir-akhir ini dia mulai menulis ceritanya di aplikasi tersebut. Memainkan imajinasinya dan menuangkan dalam sebuah tulisan.
Anggi, Farah, dan Nanda sendiri adalah tipikal siswi kelas IPS 3 yang jarang bergabung dengan ke-sebelas teman perempuan sekelas. Mereka selalu bertiga, meski kadang mereka juga dekat dengan ke-sebelas temannya tapi mereka selalu merasa tidak nyaman. Kalian pasti tahu kan rasanya mengobrol dengan orang yang tidak terlalu dekat dengan kalian? Pasti rasanya tidak nyaman, seperti kita tidak bebas ingin bercerita tentang apa. Berbeda lagi kalau kita berbicara dengan orang terdekat kita. Sehingga saat Nanda duduk sebangku dengan Anggi membuat Farah harus mengalah dan duduk sendiri kecuali saat pelajaran Agama, dia akan duduk dengan salah satu murid perempuan dikelas ini. Sebenarnya jumlah murid perempuan dikelas IPS 3 ini genap, jadi untuk duduk berdua itu sudah pas. Tapi ada satu perempuan dikelas yang duduk dengan murid laki-laki sehingga membuat ada 2 anak yang duduk seorang diri. Farah sendiri didepan, Firman di pojok belakang kelas. Sudah sering kali mereka dibilangi untuk duduk sebangku saja daripada sendiri-sendiri. Tapi lagi-lagi alasan klasik terucap dari mulut Firman yang gak mau duduk dengan Farah karena ada di depan meja guru. Padahal kalau dipikir-pikir duduk di depan meja guru itu lebih enak daripada duduk dipojok kelas karena terhindar dari tatapan tajam guru yang selalu kearah pojok. Tak bisa dipungkiri, setiap guru pasti menganggap anak yang duduk dipojok kelas itu sebagai biangnya gaduh.
○○○○○○○○
To Be Continue
-Rabu, 16 September 2020-
KAMU SEDANG MEMBACA
Popcorn Boy [NSHS 1] [END]
Teen FictionAdik kelas cowok jadi pacar? Konon, masa SMA adalah masa yang paling indah. Masa pencarian jati diri dan cinta yang sesungguhnya karena masa SMA adalah masa yang bisa kita bilang masa terakhir saat remaja. Tapi, bagaimana jadinya kalau kakak kelas c...