Sesekali Nata melirik Nanda yang sedang serius membaca soal dan beralih ke lembar jawaban untuk membulatinya. Nata tersenyum, perasaannya tidak seperti biasa. Serasa seperti ada kupu-kupu yang sedang menggelitik isi perut. Tak bisa dipungkiri, sejak beberapa hari yang lalu dari dimulainya ujian, terselip rasa yang tak pernah Nata pahami.
Setiap kali dia melihat Nanda, entah kenapa dia merasa senang. Apalagi bisa duduk sebangku lagi. Apa mungkin Nata menyimpan rasa kepada kakak kelasnya itu? Dan apakah pantas seorang adik kelas sepertinya suka dengan Nanda? “Mas Yoga. Iya mas Yoga” nama Yoga tiba-tiba terngiang di kepala. Pikirnya Yoga pasti bisa membantu menyelesaikan masalah aneh di perasaannya secara Nanda teman sekelas Yoga.
“Ngapain ngelihatin?” tanya Nanda tiba-tiba melihat Nata yang sedang melihatnya. Membuyarkan lamunan Nata.
Nata menggaruk tengkuknya kikuk. “Enggak kok mbak.”
Nanda mengangguk tersenyum. “Gue duluan ya.” pamitnya memasukkan pensil, penghapus, bolpoin dan kartu ujian kedalam kotak pensil.
Nata menaikkan satu alisnya. “Tumben mbak.”
“Kan udah selesai ujiannya. Mau buru-buru pulang.” Jawab Nanda membuat Nata baru ingat kalau memang kelas 12 hari ini hanya satu mata ujian.
“Hati-hati mbak.” ucap Nata saat Nanda berjalan ke depan mengumpulkan hasil ujiannya. “Mas Yog,” panggil Nata melihat Yoga hendak keluar kelas. Yoga menoleh dan menaikkan kedua alisnya. “Nanti nongkrong kayak biasa?”
Yoga mengangguk. “Kenapa?”
“Enggak ada apa-apa, Cuma nanti mau ada yang ditanyain.”
“Oke, gue duluan. Nyusul aja nanti.” Jawab Yoga langsung berlalu keluar kelas.
Nata kembali mefokuskan pikirannya untuk menjawab 3 soal yang belum terjawab, entah kenapa hari ini semangatnya untuk pergi ke tongkrongan bertambah 2 kali lipat, yang awalnya hanya dengan alasan untuk cari wifi buat mabar bareng temen-temen sekarang bertambah untuk mengetahui informasi yang lebih tentang Nanda.
#
Sepulang sekolah, Nanda langsung masuk kedalam kamarnya. Pikirnya rumah pasti sepi tidak ada siapa-siapa mungkin ada nenek dan tante yang sedang menonton televisi di ruang terbuka belakang rumah. Melempar tasnya ke sembarang arah kemudian melemparkan tubuhnya sendiri di atas kasur, memeluk boneka doraemon kesayangan. Entah kenapa jiwa-jiwa malasnya kembali meront, ditambah lagi dengan perutnya yang sakit. “Apa mungkin gue mau halangan kali ya? Udah 1 bulan belum halangan juga.” Pikir Nanda baru sadar kalau dirinya sudah hampir 1 bulan belum halangan. Biasanya memang dia telat, tapi tak pernah selama ini. Mungkin karena dia terlalu fokus kepada ujian jadinya stress dan telat halangan.
#
Sekitar pukul sebelas siang, Nata sudah selesai melaksanakan ujian akhir semester. Sepulangnya dia dan beberapa teman sekelas langsung berbondong keluar sekolah menuju sebuah tempat tongkrongan entah bisa di sebut café atau warung kopi intinya tempat itu terletak tak jauh dari sekolah. Tempat kebanyakan para remaja SMA menghabiskan waktu sehabis sekolah sekedar bermain gitar, bernyanyi dengan suara fals, mabar game, atau hanya sekedar ingin berkumpul dengan para temannya.
Sesampainya di tempat parkir, Nata dapat melihat Yoga masih ada disana. Bersenda-gurau dengan para gerombolan kelas 12. Ragu mulai menyelimuti hati Nata, tapi dengan tekad yang kuat, Nata memutuskan untuk menghampiri Yoga. Tersenyum kepada semua teman Yoga tak peduli kenal atau tidak, lalu meminta Yoga untuk berbicara empat mata dengannya. Menjauh dari kerumunan para temannya yang sedang bising.
“Mau ngomong apa Nat? Segala pakai empat mata, pasti penting.” tanya Yoga lalu duduk di sebuah kursi tinggi di meja bar tongkrongan itu.
Nata nampak tersenyum, bingung mulai dari mana. Meski dia seorang laki-laki, apakah laki-laki tak boleh bingung dengan perasaannya sendiri? “Hm, mas kenal deket nggak sama Nanda?” tanyanya langsung meluncur begitu saja setelah kebingungan menerpa pikirannya.
Yoga tampak berpikir. “Nanda?” tanyanya memastikan siapa tahu salah dengar karena bagaimanapun mereka menjauh dari para temannya, tetap saja setiap sudut tongkrongan ini bising. Nata mengangguk. “Bentar, yang lo maksud Nanda temen sekelas gue kan?” lagi-lagi Nata hanya mengangguk. “Gue sih enggak kenal dekat banget sih sama dia. Ya sekedar teman sekelas selama 3 tahun aja. Cuma ya gitu, gue sering kalau ada tugas apa-apa selalu ngontak dia buat nyontek, selalu minta satu kelompok sama dia secara dia anaknya pintar dan rajin kalau ada kelompokan, kalau ujian ya lo tahu sendiri kemarin.”
“Iya mas, tahu kok.” Jawab Nata terkekeh. “Terus dia orangnya gimana sih mas?”
“Dia… pinter, baik, pendiam, cuek, kutu buku. Itu sih setahu gue selama dia di kelas.” Nata mengerutkan alisnya, isyarat meminta penjelasan. Yoga mengembuskan napasnya kasar. “Maksud gue dia itu kalau dikelas pendiam banget, jarang gabung sama teman yang lainnya. Terus cuek, kalau ada temannya ngapain gitu kalau menurutnya enggak penting dia gak bakal nanggapi. Pernah itu sekali gue ngajak dia bercanda eh malah ujungnya gue di tinggal baca novel, kan nyebelin. Pokoknya gitu lah, eh, kenapa lo tiba-tiba nanya soal Nanda?” curiga Yoga baru menyadari kalau pertanyaan Nata mulai mengarah ke hal yang spesifik gitu.
Nata tersenyum seperti seorang cewek yang ketahuan kalau suka sama seorang cowok. “Enggak kok mas, enggak kenapa-kenapa. Cuma nanya aja.”
Yoga tersenyum penuh selidik. “Masa iya?”
Nata mengangguk mantap. “Iya, beneran.”
“Oke terserah, gue balik ke lainnya dulu.”
Nata mengangguk. “Iya mas, makasih udah mau ngomong sama gue.”
“Alah kayak sama siapa aja.” Yoga bangkit dari duduknya. “Perlu lo tau, setahu gue Nanda itu belum pernah pacaran. Kalau lo dapetin dia, lo beruntung sebagai pacar pertamanya.” Bisik Yoga sebelum meninggalkan Nata.
Nata tersenyum, ucapan Yoga semakin membuat semangat Nata semakin menggebu-gebu. “Woy Nat! Ayo gabung sama yang lain. Ngapain disini?” sapa seorang teman Nata langsung merangkul leher Nata dan menariknya ke meja teman lainnya.
○○○○○○○○○
To Be Continue
-Rabu, 7 Oktober 2020-
KAMU SEDANG MEMBACA
Popcorn Boy [NSHS 1] [END]
Novela JuvenilAdik kelas cowok jadi pacar? Konon, masa SMA adalah masa yang paling indah. Masa pencarian jati diri dan cinta yang sesungguhnya karena masa SMA adalah masa yang bisa kita bilang masa terakhir saat remaja. Tapi, bagaimana jadinya kalau kakak kelas c...