14 - Popcorn Boy

23 2 0
                                    

"Eh maaf, enggak sengaja." Ucap seorang siswi perempuan yang asing dimata Nata. Lucu, mukanya langsung berubah panik padahal Nata cuma tersemper tas, tidak luka juga.

"Iya enggak papa." Jawab Nata tersenyum lalu kembali berjalan menghampiri teman-temannya.

Nata melihat cewek tadi dari tempatnya duduk saat ini, tak sedetik pun dia memalingkan mukanya dari cewek tadi.

"Woy... ngelihat apa?" Kaget Nia; teman cewek sekelas Nata yang suaranya sungguh mempesona bagaikan tanjidor saat di tiup.

"Enggak ada apa-apa." Jawab Nata sembari mengambil alat tulis untuk ujian nanti. Cukup sebuah pensil tak perlu yang lain.

“Ayo keluar, keluar!” suruh seorang guru perempuan berdiri di depan pintu menyuruh seluruh anak muridnya yang ada di dalam kelas untuk segera keluar kelas karena waktu ujian akan di mulai sebentar lagi. Dengan helaan napas panjang, seluruh anak yang ada di dalam kelas baik kelas 10 dan 12 langsung keluar, tidak lupa juga meramalkan banyak doa agar mendapat nomor bangku sesuai keinginan, lebih tepatnya mendapat nomor bangku yang strategis untuk acara sontek-mesontek.

Seperti sudah sebuah tradisi di SMA Angkasa, seorang guru penjaga ujian berdiri didepan pintu memberikan kartu nomor untuk para muridnya sebelum ujian di mulai. Mungkin hanya ada beberapa guru yang memilih untuk tidak melakukan acakan bangku, nah... guru seperti itulah yang kebanyakan di sukai oleh muridnya. Jadi saat jam istirahat atau sebelum ujian di mulai murid sudah duduk di bangku ujian sesuai keinginannya tanpa ada guru yang meminta mengacak.

“Cewek dulu dong!” sengit Salsa; salah seorang teman perempuan Nanda.

“Mana ada, yang baris duluan ya yang antri duluan.” Sahut Firman angkat bicara, lebih tepatnya tak rela jika posisinya di undur karena takut semakin jauh ke belakang barisan makin kecil pula nomor antrian yang di dapat.

Nanda hanya bisa diam melihat kelakuan para temannya sedang berebut urutan antri, kelakuan mereka inilah yang menjadi kenangan tersendiri bagi Nanda. Kelakuan anak SMA yang mirip seperti kelakuan anak TK sehingga harus di atur. Nanda hanya bisa pasrah dan mendapat barisan paling belakang, tak ingin berebut. Lagian mau baris didepan atau di belakang mereka juga bakalan dapat bangku juga di dalam. Kini giliran Nanda yang mengambil nomor antrian, ternyata dia mendapat nomor bangku 14. Dia langsung menuju ke bangku nomer 2 dari belakang sesuai dengan denah bangku yang tertempel di papan tulis. Tidak ada perubahan dari denahnya, sehingga bagi mereka yang sudah angkatan tua pasti hafal letaknya.

“Jangan lupa nanti kalau lo gue panggil, cepat nolehnya!” ucap Rifai dengan senyum sumringah yang kebetulan ada di barisan bangku sebelah Nanda.

Nanda menatapnya malas, untuk kesekian kalinya dia dijadikan tempat sontekan oleh teman sekelasnya. Bukan hanya Rifai saja melainkan hampir semua. Meskipun kadang dia selalu ketus dan bilang 'gak' jika ada yang mau mesontek.

Satu per satu anak kelas 10 masuk dan duduk di bangkunya masing-masing sesuai nomor yang mereka dapatkan. Sedikit celingukan mencoba memahami denah yang tertempel. Nanda yang mencoba membantu hanya bisa menaruh nomor bangkunya di tengah meja agar para adik kelasnya bisa tau. Banyak wajah asing yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

Hari ini Nanda mendapatkan teman duduk adik kelas seorang laki-laki. Nanda tak menatap jelas wajahnya karena saat baru saja dia duduk, dia langsung menoleh ke belakang. Nanda melihatnya berbicang dengan Yoga yang ada di bangku paling pojok.

#

Nata berada dalam barisan yang cukup awal, karena tadi dia berada disebelah pintu sehingga membuatnya gampang langsung berbaris. Dia mendapat nomor bangku 14, langsung saja Nata masuk kedalam kelas. Tidak lupa memelipir ke depan papan tulis untuk melihat denah bangkunya. Setelah yakin dimana posisi bangkunya, dia langsung ke barisan bangkunya itu. Di sana sudah ada kakak kelas perempuan yang sibuk bermain dengan cetetan bolpoin duduk di samping calon bangkunya. Nata melirik nomor bangku yang ada didepannya. Nomor 14. Berarti Nata tidak salah. Tanpa ba-bi-bu lagi, dia langsung duduk disampingnya, belum juga dia melihat wajah kakak kelas yang ada disampingnya itu. Dia sudah terlebih dulu fokus kepada Yoga yang tersenyum kearahnya penuh arti. Nata yang mengerti langsung menoleh dan mendengarkan celotehan Yoga tentang sebuah misi rahasia. Nata hanya bisa tersenyum sembari menjawab iya.

#

“Nan!” panggil Yoga sedikit keras tak peduli dengan 2 guru ada di dalam kelas, yang sedang menata lembar soal dan lembar jawaban sebelum dibagikan kepada muridnya. Memastikan jumlahnya sama dengan jumlah murid yang ada dikelas. Spontan Nanda langsung menoleh, tak ingin jika Yoga memanggil namanya lagi dengan suara lebih keras. “Nanti lo kasih lembar jawaban lo ke anak disamping lo ya!” pinta Yoga pada Nanda.

“Ha?” jawab Nanda bingung. Maksudnya gimana? Yoga menyuruhnya memberikan lembar jawaban kepada adik kelas disebelah. Tanpa Nanda ketahui itu adalah salah satu trik Yoga untuk mesontek.

“Udah, pokoknya lo kasih aja nanti. Kalau enggak lo lihatin aja deh lembar jawaban sama anak disebelah lo.” Jelasnya lagi ngotot membuat sebuah rencana untuk mencontek.

“Iya, terserah lo!” balas Nanda langsung kembali menghadap ke depan. Sedikit melirik adik kelas disebelah. Ingin rasanya dia menginterogasi kenapa mau membantu Yoga mendapatkan sontekan. “Lo kenal sama Yoga?”

Dia yang tadi memutar-mutarkan pensil dengan jarinya sambil melihat ke arah luar kelas langsung menoleh. Mengangguk sembari tersenyum. Dan tanpa Nanda sadari, senyumnya sungguh manis sekali. “Kok bisa? Sama-sama silat?” tebak Nanda karena Yoga mengikuti ekstrakurikuler silat jadi tidak menuntut kemungkinan kalau cowok disebelahnya ini berbakat silat sehingga membuatnya mengenal Yoga.

Dia menggeleng. “Enggak kok, kita kenal waktu enggak sengaja ketemu saat terlambat sekolah bareng terus juga sering ketemu pas ngopi di tongkrongan yang sama. Lagian saya di bidang voli mbak, bukan silat.” Lanjutnya memberi tau bidangnya.

“Oh, atlet voli, hebat!” Nanda mengangguk paham, sambil menyalurkan soal dari bangku depan ke bangku dibelakangnya.

“Enggak atlet juga mbak, cuma sekedar hobi aja jadinya bisa. Kemampuan seseorang itu sebenarnya ibarat filosofi santan, banyak proses yang terjadi sebelum dia benar-benar jadi santan. Mulai dari buah kelapa yang dipetik dari pohon, dikupas, dicuci, diparut lalu diperas barulah bisa disebut dengan santan. Oleh karena itu, kalau kita mau punya suatu kemampuan. Kita harus melewati proses yang begitu panjang.” jawabnya lagi-lagi tersenyum. “Sorry, banyak omong. Oh iya nama mbak siapa?” Lanjutnya terkekeh sembari menyalurkan soal dan lembar jawaban ke teman dibelakangnya.

“Nanda, lo?” jawab Nanda lalu balik bertanya siapa namanya. Baru kali ini di bisa cepat akrab dengan adik kelas. Sebenarnya Nanda itu mudah akrab dengan semua orang, dia hanya bingung mau memulai dari mana keakrabannya. Alhasil, kalau ada orang di sekitarnya diam maka mereka enggak akan akrab. Tapi kalau ada orang yang supel kepadanya, maka dengan senang hati Nanda menerima kesupelan itu.

“Nata.” Ucapnya langsung diangguki oleh Nanda.

Setelah itu semua langsung diam. Ruangan yang tadinya penuh akan suara bisikan murid satu dengan murid lainnya sekarang hanya diisi oleh suara beradunya lembaran soal yang dibalik-balik karena diperintahkan oleh pengawas untuk membuka lembaran soal, mengecek apakah ada lembaran soal yang terlewat. Termasuk Nanda, dia melihat lembar demi lembar soal bahasa Indonesia yang dibagikan. Setelah merasa lengkap, Nanda langsung mengisi biodata di lembar jawaban kemudian mulai mengerjakan soal.

○○○○○○○○○

To Be Continue

-Minggu, 4 Oktober 2020-

Popcorn Boy [NSHS 1] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang