23 - Popcorn Boy

20 3 0
                                    

Nata berjalan dipinggir lapangan, seperti sebelumnya. Kelas BI selalu pulang lebih awal dari kelas regular. Di SMA Angkasa, pulang murid tidak selalu bersama, BI sering pulang awal dan akselerasi sering pulang lebih akhir. Rencananya Nata ingin menghampiri Nanda dikelasnya, karena dari kejauhan Nata melihat didepan kelas 12 IPS 3 banyak siswanya.

“Mas!” Sapa Nata kepada Yoga sesampainya didepan kelas Nanda.

“Eh lo Nat, Ada apa?” tanya Yoga menghampiri Nata.

Nata melirik kedalam kelas, “Nanda ada mas?” lanjutnya kembali menatap Yoga.

“Ada pastinya, mau kemana lagi itu anak kalau enggak dikelas. Kerjaannya baca buku. Eh bentar-bentar, kenapa lo tiba-tiba nyari Nanda?”

Nata menggaruk tengkuknya tak gatal. “Ada sesuatu.”

“Sesuatu apa sesuatu?” ledek Yoga berjalan masuk kedalam kelas dan memanggil. “Nan, dicari Nata.” Ucapnya berteriak.

Nanda melihat kearah luar. Benar. Ada Nata disana. Tampak sedang mengobrol dengan anak cowok kelas Nanda yang dia kenal.

“Gue keluar bentar!” ucap Nanda membuat Anggi menepi dari duduknya. Membiarkan Nanda berjalan keluar kelas.

“Kalian pacaran?” bisik Yoga kala Nanda berjalan disampingnya.

Nanda menyipitkan matanya mendengar pertanyaan Yoga. “Apaan sih?” ucap Nanda mencoba tenang dan ketus. Padahal dalam hati dia sudah panas dingin ditanya seperti itu ditambah kehadiran Nata.

Nata tersenyum saat Nanda keluar.

“Ada apa?” tanya Nanda melihat keadaan sekitar kelasnya. Cukup ramai, bahkan didepan kelas lain pun ramai.

Nata tersenyum, “nanti bisa temani gue jalan nggak?”

“Jalan?” tanya Nanda memastikan dan diangguki oleh Nanda.

“Gimana ya…”

“Kalau lagi sibuk enggak papa kok.” Lirih Nata.

Nanda melirik sekelilingnya dan beralih ke Nata yang menunggu jawabannya. “Lagi ada masalah?” tebak Nanda. Beberapa minggu mengenal Nata, sedikit membuat Nanda hafal dengan sikapnya. Bahkan Nanda bisa membedakan kapan Nata bad mood dan good mood.

Nata tersenyum tipis, “dikit.”

“Oke, tapi nanti habis gue bimbel enggak apa?” tanya Nanda diangguki oleh Nata.

“Makasih ya!” ucap Nata memegang lengan Nanda.

Rasanya aliran darah Nanda berhenti saat Nata memegang tangannya. Lebay? Memang sih. Tapi untuk Nanda ini adalah pertama kalinya dia merasakan seperti ini. Memang ini bukan pertama kalinya Nanda merasakan suka sama
seseorang, dulu dia sempat menyukai teman SMP yang berujung bertepuk sebelah tangan lantaran teman SMPnya itu tiba-tiba pacaran dengan teman sebangku Nanda. Sakit rasanya, tapi mau bagaimana lagi. Kalau bukan untuk kita, bagaimanapun kita berusaha tidak akan terwujud. Dan ini kedua kalinya Nanda menyukai cowok, cowok itu adalah Nata.

“Ehem!” sentak teman sekelas Nanda bebarengan membuat Nanda langsung melepaskan tangan Nata.

“Ya udah gue balik dulu, nanti chat. Duluan mas!” pamit Nata tersenyum kepada Nanda dan anak cowok kelas Nanda.

“Cie, yang punya gebetan adik kelas.” Ledek salah satu teman sekelas Nanda. Nanda meliriknya sekilas lalu kembali masuk kedalam kelas. Mencoba tak peduli.

#

Aan menopang pelipisnya diatas tangan sembari mendengarkan penjelasan guru. Entah kenapa tiba-tiba dia tidak fokus menerima materi pada bimbel ini. Padahal biasanya dia selalu fokus, pikirannya selalu melayang ke Nanda.

“An, jangan melamun.” Ucap guru itu menyadarkan Aan dari lamunannya.

Aan tersenyum lalu duduk tegak. “Maaf bu.” Ucapnya sedikit panik.

“Lo kenapa? Tumben enggak fokus?” tanya David menyenggol siku Aan dan sedikit mendekat kearah Aan.

Aan melirik. “Gue kepikiran Nanda mulu.”

David mengerutkan keningnya, tumben si Aan mikirin orang. “Emang dia kenapa?”

Aan menghembuskan napasnya pelan. “Gue perhatiin akhir-akhir ini itu anak makin dekat sama Nata.”

David tersenyum miring, “terus kalau dekat emang kenapa? Lo cemburu?”

Aan langsung menggeleng cepat. Masa iya sih dia cemburu, ya kali. “Enggak, cuma merasa ada yang beda. Biasanya Nanda selalu menghabiskan waktunya sama gue sekarang harus bagi ke Nata.”

David tersenyum lebar sambil mengangguk. “Bilang aja cemburu. Laki bukan sih, gengsinya gede banget.”

Aan menggidikkan bahu. Bertanya-tanya sendiri masa iya dia cemburu melihat hubungan Nata dan Nanda. Enggak! Ini enggak mungkin juga. Lagian sejak kapan Aan punya rasa sama Nanda? Bukannya kalau orang cemburu itu pasti punya rasa? Eh, tapi sepertinya bukan cemburu, mungkin bisa dibilang ada yang berbeda antara dia dan Nanda karena Nanda akhir-akhir ini sering chat dan telponan dengan Nata diam-diam.

#

Hening.

Tidak ada suara diantara Nanda dan Nata. Setelah pulang sekolah tadi, Nata langsung mengajak Nanda pergi jalan. Kebetulan hari ini Nanda tidak membawa motor, tadi pagi tiba-tiba ban motornya bocor sehingga membuatnya nebeng Aan. Mereka pergi kesalah satu taman, taman milik sebuah pabrik yang ada didekat sekolah mereka.

Nanda melirik Nata lalu kembali fokus minum es jeruk nipis ynag tadi dia beli. “Lo beneran lagi ada masalah?” curiga Nanda.

Nata tersenyum samar. “Emang enak ya es jeruk nipis?”

Nanda menatap Nata malas lalu melirik gelas esnya mengangguk. “Enak. Mau nyoba?” tawar Nanda.

Tanpa ragu Nata langsung menyeruput sedotan es milik Nanda. “Asem gini.” Lanjut Nata mengerutkan muka.

Nanda tertawa melihat raut wajah Nata. Namun tiba-tiba berhenti kala ponsel milik Nata berbunyi. “Kok gak diangkat?” tanya Nanda sambil minum.

Nata tersenyum miring. “Biasa, palingan mama nyuruh pulang.”

“Yakin? Itu telpon lagi. Angkat aja siapa tahu penting.” Pinta Nanda.

Nata menatap layar ponselnya. Ragu antara menggeser tombol warna merah atau hijau. Melirik Nanda yang menunggunya mengangkat telpon.

Nata menarik napas dan mengembuskan pelan.

“Halo.” ucap Nata.

“Kenapa?” tanya Nanda setelah Nata mematikan ponselnya.

“Adik gue drop. Sekarang masuk rumah sakit.”

Nanda terkejut. “Yaudah sana, dia pasti butuh kakaknya.” Suruh Nanda mendapat gelengan dari Nata. “Kenapa? Mau gue temani?” lanjutnya menawarkan diri.

Nata menggeleng.

Nanda geram sendiri lalu berdiri dan menarik tangan Nata menuju motor. “Udah ayo!” paksa Nanda agar Nata mau ke rumah sakit.

#

“Udah kabarin Nata ma?” tanya papa Nata kepada mama.

Mama mengangguk.

“Gimana katanya?”

Mama menggeleng. “Diam aja. Enggak jawab.”

Papa nampak mengangguk santai. Seperti sudah tau apa yang akan dilakukan Nata.

“Kita selama ini salah nggak sih pa?”

Papa mengerutkan keningnya. “Maksudnya salah apa?”

“Kita kurang adil nggak sama anak-anak?” lirih mama. Sebenarnya dia sedih melihat putranya ini berubah sikap. Dia lebih dingin dan cuek daripada sebelumnya.

Papa menggeleng. “Sepertinya tidak. Seharusnya Nata mengerti dengan sikap kita.”

Mama mengangguk ragu. Semoga Nata bisa mengerti.

○○○○○○○○

To Be Continue

-Sabtu, 10 Oktober 2020-

Popcorn Boy [NSHS 1] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang