17 - Popcorn Boy

22 1 0
                                    

Aan berjalan masuk kedalam rumah, sempat sebelumnya menyapa nenek yang sedang duduk bersantai di depan televisi. Melirik kamar Nanda, dilihatnya Nanda sedang tidur. Tiba-tiba muncul ide jahil dipikiran Aan. Dia masuk kedalam kamar Nanda, menaruh tasnya disamping sofa kamar Nanda lalu mendekat kearah Nanda. “Duar…” teriaknya langsung membuat Nanda terbangun dari tidurnya.

Nanda yang merasa terkejut langsung menatap Aan. “Apaan sih An? Lo pikir enggak kaget apa. Kalau lo digituin gimana? Mau lo?” hardik Nanda membuat Aan bingung. Hanya sekedar mengagetkan saja, tapi bahasan Nanda langsung merambah kemana-mana. “Iya-iya, maaf.” Ucap Aan akhirnya meminta maaf. “Maaf sih enak, tinggal ngucap doang di mulut. Udah sana keluar, gue mau lanjut tidur… ssttt…” Usir Nanda diakhiri dengan ringisan karena tiba-tiba perutnya sakit lagi. Padahal tadi dia memutuskan untuk tidur agar sakitnya reda. Dan sekarang Aan membuat sakitnya kembali.

“Kenapa?” tanya Aan memegang bahu Nanda yang seperti menahan sakit.

“Tau ah, keluar sana. Gue mau tidur ganggu aja.” Lirih Nanda menahan sakit perutnya. Dengan sedikit merasa bersalah, Aan meninggalkan Nanda dikamarnya dan langsung menuju kamarnya sendiri bingung dengan Nanda.

“Udah pulang dari tadi mas?” tiba-tiba Alfa datang dan mendapati Aan baru keluar dari kamar Nanda.

“Iya Al, mau kemana?”

“Ke kamar kakak, mau minjem headseat.” Ucap Alfa langsung berlalu masuk kedalam kamar Nanda. Sedangkan Aan masih setia berdiri disamping pintu kamar Nanda.

“Kalau udah buruan keluar!” teriak Nanda membuat kamarnya terbuka kembali dan Aan melihat Alfa keluar dari kamar Nanda.

“Ngamuk mulu itu orang.” Gerutu Alfa keluar dari kamar Nanda.

“Gue juga baru di amuk.” Sahut Aan.

“Aku main dulu ya mas,” pamit Alfa diangguki oleh Aan.

Alfazi Mahawira, adik satu-satunya Nanda. Terpaut usia sekitar 8 tahun membuat hubungan kakak beradik itu penuh akan perselisihan. Tiada hari tanpa bertengkar ataupun saling berteriak. Dan tiada hari tanpa omelan ibu serta nenek yang memarahi mereka karena selalu bertengkar. Saat ini, Alfa duduk di bangku kelas 3 di sebuah Madrasah Ibtidaiyah yang tak jauh dari rumahnya. Sehingga setiap hari Alfa bersepeda untuk menuju ke sekolah. Setelah kepergian Alfa, Aan memilih untuk masuk kedalam kamar. Segera mandi karena kegerahan. Itulah Aan, tiap kali pulang sekolah pasti selalu gerah. Karena mau bagaimana lagi, hampir semua hukuman yang ada disekolahnya pasti selalu hukuman fisik. Jarang sekali ada hukuman point seperti sekolah lain pada umumnya. Maklumlah ya… SMK Taruna kan bisa disebut sebagai sekolah semi-militer, apa-apa pasti fisik. Setelah selesai mandi, Aan baru ingat kalau dirinya berniat membuat sebuah jadwal ujian-ujian yang akan dia hadapi nantinya, meskipun dia laki-laki, tapi jangan salah kalau Aan adalah tipe laki-laki yang teratur dan disiplin mungkin karena efek sekolah di sekolah semi-militer. Saat hendak mencari penggaris, dia tak kunjung ketemu. Dengan sedikit ragu, Aan memutuskan untuk meminjam penggaris di Nanda. Meski takut kena amuk lagi kayak tadi, tapi ya gimana. Mumpung waktunya longgar buat bikin jadwal.

“Nan!” panggil Aan membuka kamar Nanda pelan, di lihatnya Nanda sedang meringkuk diatas ranjang. Bagai seorang bayi dalam perut ibunya. Kedua tangannya memegang lutut yang dia taruh didepan perut. “Nan!” lirih Aan memegang bahu Nanda yang sedang meringkuk.

Nanda menggeliat, melihat kearah Aan yang juga melihatnya. “Ada apa?”

Aan memperhatikan raut wajah Nanda yang seperti sedang menahan sakit. “Lo enggak apa?”

Nanda menggeleng. “Biasa, lagi dapet.” Lanjutnya memberitahu Aan. Sedangkan Aan hanya bisa mengangguk. Merasa gimana gitu, setahunya seorang cewek yang sedang dapet, rasa nyeri di perutnya beneran sakit. Aan pernah tak sengaja membaca sebuah artikel di google, di artikel itu tertera bahwa menurut salah satu dokter ahli, nyeri saat halangan itu sama seperti rasa saat mendapat serangan jantung. Bayangkan saja, selama beberapa hari seorang perempuan mengalami rasa sakit itu.

“Lo mau apa?” tanya Nanda lagi kembali dengan nada sensi. Aan hanya bisa memaklumi perubahan sifat Nanda.

“Mau pinjem penggaris.”

“Tuh ambil sendiri di atas meja. Gue mau tidur lagi.” Ucapnya menunjuk meja belajar miliknya lalu kembali meringkuk untuk tidur.

Aan mengangguk lalu mengambil penggarisnya dan segera pergi ke luar dari kamar Nanda.

#

Sepulang dari tongkrongan, Nata langsung merebahkan badannya yang terasa capek karena sudah seminggu ini bekerja keras untuk ujian di tambah lagi latihan volinya tidak di liburkan. Yang seharusnya hari sabtu besok dia pulang ke rumah tapi tak jadi karena besok dirinya harus berlatih voli.

Hari ini dia memutuskan untuk berhenti main game online sebentar, bagaimanapun juga dia harus menjaga kesehatan tubuhnya apalagi matanya. Tapi kalau ada teman yang ngajak mabar, semua petuah kesehatan itu Nata kesampingkan. Nata membuka akun instagramnya, membuka explore untuk melihat beragam foto ataupun video yang ada disana. Tiba-tiba sebuah nama terbesit didalam pikirannya. Nanda. Iya, nama itu muncul di benak Nata tanpa diperintah.

Mengetikkan nama Nanda dikolom pencarian, tapi bagaimana bingungnya Nata saat melihat nama Nanda yang banyak. Dia baru ingat kalau dirinya hanya tahu namanya Nanda tanpa tahun nama lengkapnya. “Mas Yoga!” kini kolom pencarian berganti menjadi nama Yoga dan disitu Nata sudah mengikuti akunnya. Dia bebas berselancar di akun intagram milik Yoga untuk mencari akun milik Nanda dan akhirnya ketemu.

Tanpa berpikir panjang, Nata langsung mefollow akun atas nama nandatmentari_ melihat beberapa kirimannya, banyak foto yang membuat Nata hanya bisa tersenyum. Membiarkan bunga bermekaran dalam perutnya. Salah satu foto yang Nata sukai adalah foto Nanda saat bertompang dagu dan menatap lurus ke kamera dengan senyum tipis dan rambut hitam yang di gerai. Matanya terlihat bulat. Benar-benar cantik menurut Nata.

○○○○○○○○○

To Be Continue

-Rabu, 7 Oktober 2020-

Popcorn Boy [NSHS 1] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang