Hanya butuh waktu 10 menit untuk Nata menjenguk Davina. Setelah sampai di rumah sakit, Nata menghampiri ruangan Davina tanpa mempedulikan mama dan papanya yang masih bingung dengan sikap Nata saat ini. Davina sudah sering masuk rumah sakit, tapi sekalipun Nata tak pernah menjenguk. Ada aja alasan yang membuat Nata tidak menjenguk adiknya. Setelah melihat Davina sudah tidur dengan nafas tenang, membuat perasaan Nata lega. Seberapapun dia tidak suka dengan Davina, tapi Davina tetaplah adik kandungnya. Tak ada hal yang bisa memutuskan tali persaudaraan diantara mereka.
Nanda sendiri sempat bingung dengan keluarga ini. Kenapa kesannya mereka itu cuek. Nata datang langsung masuk kekamar adiknya tanpa mengobrol ataupun bersalaman dengan orang tua.
Nata tersenyum tipis melirik Nanda yang duduk disebelah. Setelah menjenguk Davina, mereka duduk di ayunan yang ada ditaman rumah sakit. “Dia adik gue. Namanya Davina.” Ucap Nata tanpa menoleh kearah Nanda. Pandangannya fokus kedepan.
Nanda memiringkan tubuhnya menghadap Nata. Sepertinya Nata mau menceritakan sesuatu.
“Semenjak dia punya asma. Kehidupan gue langsung berubah.”
Nanda semakin fokus mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Nata. Tidak ingin kelewatan barangkali hanya satu kata. Entah kenapa hatinya tertarik mendengar cerita Nata, rasanya hampir sama saat dia baru saja mau memulai membaca novel yang dia suka.
“Dulu perhatian mama sama papa terbagi adil antara gue dan Davina. Ya, meskipun gue lebih dekat sama mama. Tapi semenjak Davina sakit, semua perhatian mereka langsung berpusat satu arah kepada Davina. Seolah gue ini udah mereka anggap enggak perlu perhatian orang tua. Tiap hari gue selalu diminta buat menjaga Davina, yang gak boleh kena debu, dingin, asap dan lain sebagainya. Mereka melupakan gue. Dan entah kenapa sejak itu gue menjadi pribadi yang berusaha untuk bersikap bodo amat dengan apa yang ada dikeluarga gue. Khususnya Davina, gue capek lihat dia sakit-sakitan mulu sehingga dapat perhatian mama sama papa.” Nata menarik napasnya dalam dan mengembuskan pelan.
Nanda menepuk bahu Nata. Dia sendiri bingung mau membalasnya apa. “Nat.” tangan Nanda beralih ke tangan Nata. Baru kali ini Nanda punya keberanian untuk memegang tangan cowok duluan selain Aan. “Jujur, gue bingung mau ngomong apa lagi. Mau kasih nasihat sama lo tapi gue sendiri belum pernah ngerasain apa yang lo rasain saat ini. Tapi gue yakin, ini pasti sulit buat
lo jalani. Gue gak tau gue harus apa.” Lirihnya menatap Nata sendu.Nata tersenyum tipis. “Lo cukup jadi pendengar yang baik buat gue.” Jawab Nata menumpuk tangan sebelah kanannya diatas tangan Nanda yang ada di tangan kirinya.
“Kalau itu gue pastiin. Lo bisa kapanpun cerita sama gue.” Balasnya tersenyum.
Nata dan Nanda saling bertatapan dan tersenyum.
“Asal lo tau. Gue bukan tipikal anak yang terbuka sama orang lain. Dan lo adalah satu-satunya orang yang tau tentang masalah keluarga gue. Bahkan teman-teman gue disekolah juga enggak tau.” Ucap Nata diangguki oleh Nanda. “Ehm, sorry.” Lanjutnya melihat Nanda yang melirik kearah tangan mereka. Nata terkekeh, dia baru sadar kalau tangannya masih memegang tangan Nanda.
“Gue bakal selalu ada buat lo!” ucap Nanda.
“Makasih!” ucap Nata berterima kasih. “Ya udah, gue anterin pulang sekarang.” Ajak Nata bangkit dari duduknya dan menggenggam lengan Nanda menuju parkiran.
#
“Enggak mampir dulu?” tawar Nanda setelah turun dari motor Nata karena sudah sampai didepan rumahnya.
Nata menggeleng. “Enggak makasih. Gue harus buru-buru pulang karena nanti habis maghrib ada latihan.”
“Kok latihannya malam? Bukannya biasanya sore?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Popcorn Boy [NSHS 1] [END]
أدب المراهقينAdik kelas cowok jadi pacar? Konon, masa SMA adalah masa yang paling indah. Masa pencarian jati diri dan cinta yang sesungguhnya karena masa SMA adalah masa yang bisa kita bilang masa terakhir saat remaja. Tapi, bagaimana jadinya kalau kakak kelas c...