"Morning!" Sapaan itu berasal dari seorang gadis cantik dengan seragam SMA yang melekat ditubuh mungilnya.
Senyumnya yang cerah membuat tiga pasang mata yang berada di meja makan sedang melakukan sarapan pun ikut tersenyum. Ia mengecup pipi kedua orang tuanya bergantian. Sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi.
"Apa?" Zea bertanya bingung saat melihat kakak kembarnya itu menunjuk-nunjuk pipi kirinya.
Zidan--sang kakak kembaran hanya berdecak kesal dan menatap datar adiknya yang tidak peka.
Bunda sempat menahan tawa saat melihat muka kesal anak sulungnya dan muka bingung milik anak bungsunya.
Zea mengangkat bahu tak acuh. Setelahnya ia ikut bergabung duduk dikursi tempat biasa sarapannya, Ayahnya juga ada pagi ini.
"Btw, kalo salam tuh, Good morning dong biar lengkap" Koreksi Zidan kepada adiknya yang tadi menyapa pagi ini.
"Selamat pagi dong hargai bahasa sendiri" Bunda ikut menyahut.
"Ohayou gozaimasu dong biar cute"
"Guten morgen dong biar keren" Ternyata Ayah juga ikutan.
Sontak semua yang ada dimeja makan tertawa mendengar itu.
Jarang-jarangkan Ayahnya ikut andil, biasanya hanya diam sambil menggelengkan kepala jika ada perdebatan tak jelas.
Zea mengambil satu lembar roti lalu mengoleskan selai cokelat diatasnya, "Zea berangkat bareng Ayah ya?" Ajak gadis itu antusias.
Ayah melirik sebentar kearah gadis kecilnya, lalu mengangguk.
"Oke"
Dan jawaban itu membuat Zea tersenyum lebar, sudah lama sekali dirinya tidak berangkat sekolah diantar Ayahnya, kira-kira sudah dua bulanan.
Walaupun Ayahnya sudah tidak muda lagi, tapi jangan ragukan ketampanan dan tubuh tegapnya. Apalagi yang Zea suka dari Ayahnya itu jika berbicara sangat tegas dan berwibawa tanpa ragu.
Bunda kadang dibuat uring-uringan oleh ketampanan itu, uring-uringan yang dimaksud adalah saat ada perempuan cantik yang bisa saja mengambil perhatian suaminya. Tapi ia percaya suaminya bukan lelaki seperti itu.
Zea juga suka dibuat kesal oleh teman-teman sekolahnya yang selalu menanyakan Ayahnya, bukan berarti mereka suka pada om-om. Tapi mereka hanya mengagumi ketampanan pria yang sudah berusia itu.
Apalagi waktu itu saat Ayah datang ke sekolah untuk mengambil pembagian raport, Ayahnya datang sedikit terlambat sambil berlari kecil menggunakan pakaian jas hitam dan kemeja putihnya. Semua dibuat melongo termasuk para orang tua wali yang banyak dihadiri oleh ibu-ibu.
Kalau seperti itu mereka lebih bersemangat mengambil raport ke sekolah anak-anak mereka.
Bunda juga ikut, tapi ia mewakili Zidan di kelas sebelah. Kalau Bunda tahu, habis semua para ibu-ibu itu.
***
Didalam mobil yang sama dengan Ayahnya, Zea duduk manis di kursi depan samping pengemudi dengan mulut yang terus berceloteh tak henti-hentinya menceritakan apa saja yang dia jalani saat tidak bersama dengan Ayahnya.
Ayah hanya tersenyum kecil melihat betapa cerewetnya gadis yang duduk disampingnya ini, persis seperti Bunda dulu.
"Ayah tau gak sih kemarin Zea kesel banget sama Zidan si kutu beras! Masa mau sekolah sepatu Zea di umpetin di dalem kulkas!" Ocehnya dengan kesal sambil menghadap lawan bicaranya.
Ayah tertawa kecil melihat wajah kesal itu, tangan kirinya terangkat dan mendarat pelan dipuncuk kepala gadis itu lalu mengusapnya pelan.
"Sabar ya, abangmu itu memang usil" ucapnya sambil tersenyum kecil.
Sesampainya di depan gerbang sekolah, Zea segera mengambil tasnya di jok belakang lalu menggendongnya. Ia melihat kepada sang Ayah yang juga sedang menatapnya.
"Zea pamit ke kelas ya Yah?" Izinnya seraya mengambil tangan kanan besar sang Ayah lalu menciumnya, tak lupa memberi kecupan dipipi.
"Iya, hati-hati" Balas Ayah setelah mencium kening anak gadisnya.
Zea keluar dari mobil mewah itu lalu melambaikan tangannya kepada sang pengemudi saat mobil itu menjauh. Ia menghela nafas pelan sebelum melanjutkan langkahnya.
***
"ZEZE!"
Teriakkan itu ada di belakang, Zea membalikkan tubuh dan mendapati kedua sahabatnya tengah berlari menuju ke arah dirinya berdiri.
Setelah sampai didepan Zea, Bella mengatur nafasnya yang terengah-engah. Gadis itu membenarkan seragamnya yang sedikit berantakan. "Bareng kuy!" ajaknya.
"Yuk!"
Ketiga gadis cantik itu berjalan beriringan menuju kelas 11 IPA 1, Adella merangkul bahu Zea sambil berbicara, sedangkan Bella disisi kiri Zea sedang melihat sekeliling.
"Hai girls" Sapa nyaring seseorang yang baru datang bersama ketiga temannya.
"Astagfirullah! Ada setan!" Pekik Bella membuat semua tertawa.
Murid laki-laki yang sekarang sedang menghalang jalan mereka adalah teman sekelas Zidan. Denis menyapa tapi malah dikatain setan, sungguh Bella ini tidak ada takut-takutnya dengan Denis dan kawan-kawannya. Apalagi disana ada Raka si muka cuek yang tampan.
"Gila ganteng begini dibilang setan" Ucap Arkan dramatis.
"Tau lo Bell, buta lo ya gak bisa bedain mana setan mana cogan?" Denis membela diri.
"Ya mana bisa gue bedain, orang lo mirip setan" Tungkas Bella.
"Nis pantun!" Suruh Arkan.
Denis mendelik kesal ke arah Arkan yang memanggilnya dengan sebutan 'Nis. Ia tak suka nama itu, karena mirip nama perempuan. Sebab 'Nis' itu seperti Nisa.
Arkan yang menyadari tatapan mematikan dari Denis hanya mengibaskan tangannya santai.
"Cepetan elah"
Denis langsung memasang mimik wajah yang sok puitis.
"Berlabuh orang menunggu."
"Cakep!" Teriak mereka.
"Hendak berlayar ke Siantar."
"Kalau jauh terasa rindu."
"Jika berjumpa terasa sebentar."
"Adaaww--huuee tepuk tangannya mana untuk Mr. Denis!" Sontak yang ada disana bertepuk tangan sambil tertawa, bahkan siswa yang berlalu-lalang pun ikut tertawa. Karena posisi mereka berada di lapangan depan kelas.
Bella mendengus kesal mendengar pantun Denis yang tak jelas itu. Wajahnya memerah. Bukan karena dia baper atau tersipu, tapi kesal karena menjadi pusat perhatian.
"SINTING!" teriak Bella berjalan menuju kelas sambil menabrak bahu Denis keras. Sementara mereka semakin tertawa melihat Bella yang merajuk.
Jangan heran mengapa mereka bisa akrab seperti ini, jawabannya karena salah satu bahkan dua dari mereka ada yang bersaudara. Karena sudah sering saling menghampiri, jadilah banyak pertemuan yang berakhir pertemanan. Meskipun saling merecoki satu sama lain. Contohnya tadi, Bella dan Denis.
"Gue juga mau ke kelas deh, duluan semua" Izin Zea kepada keempat lelaki tampan itu yang dibalas anggukan, lalu menarik tangan Adella.
"Bahu gue biru njir!"
***
Pendek? Tauuu😭
Di part awal memang rencananya mau sedikit-sedikit dulu. Paling nggak sampe chapter 10.
Kenapa gitu? Hehe ini udah rencana.So, sorry if it pissed you off🙏
Tidak suka? Boleh tinggalkan lapak ini.You can call me pii, don't author/thor. Okay? 💗
Terimakasih
Ig : @sepiadeeLuv pii♡
KAMU SEDANG MEMBACA
GEOZA
Teen Fiction"Mau gak?" Gadis cantik yang sedang duduk disampingnya mengerutkan kening bingung. "Mau apa?" "Jadi pacar gue." Dia Geovano Abasya Pradistira atau yang kerap disapa Vano. Cowok dingin dan pendiam yang masuk jajaran siswa populer. Dan, panggilan berb...