Part 11

17.8K 1.3K 30
                                    

Aku berjalan pelan menyusuri lorong peralatan dapur dengan sebuah keranjang belanjaan berwarna merah di tanganku. Siang ini, setelah jadwalku selesai secara tiba-tiba Githa muncul dan mengajakku--ah lebih tepatnya menyeretku pergi ke sebuah mall.

Wanita yang dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan itu memintaku untuk pergi menemaninya karena kekasihnya--Revan sedang berada di luar kota. Tentu sebagai teman yang baik dan berkat sedikit pujian darinya, aku bersedia pergi meskipun tubuhku terasa lelah sekali.

Ya, siapa tahu pergi berjalan-jalan dapat memperbaiki mood yang hancur berantakan belakangan ini.

"Rei, mendingan yang mana deh panci yang gagangnya plastik apa kayu?" Tanya Githa sembari mengangkat dua buah panci.

Aku menoleh dan tersenyum kecil. "Yang kayu aja. Biasanya pasangan baru suka lupa waktu. Kalo kelamaan matiin kompor nanti--" Ucapanku menggantung di udara dengan sebagian fokusku yang juga ikut menghilang.

Menyadari ada keanehan, Githa mengernyitkan kening sembari menaruh panci pilihannya ke dalam keranjang. "Hmmm.. keliatan berpengalaman ya." Candanya dengan tawa kecil. "Udah ayo, kita ke bagian teflon sama nyari sendok garpu sekalian."

Aku mengangguk kaku dan berjalan mengekor di belakangnya. Kepalaku menunduk menyadari kebodohan yang baru saja terucap dari bibirku sendiri. Karena ada sedikit celah dalam pikiranku tadi, kenangan saat aku bersama dia tiba-tiba saja muncul dan membuatku berujar berdasarkan pengalaman.

Ada apa denganku?

Akhir-akhir ini sering kali fokusku menurun dan membuatku kembali mengingat kebersamaanku dengannya. Sejenak aku seolah terlena dengan kebaikannya dulu hingga melupakan rasa sakit yang dia berhasil torehkan di hati.

Sialan, jangan pernah ada sedikitpun celah untuknya bahkan hanya untuk mengingatnya.

"Sendoknya yang ini aja, Tha." Ujarku memberi saran. "Yang ini lebih ringan daripada yang lo pegang."

Githa mengambil sendok pilihanku kemudian menggelengkan kepala. "Revan sukanya yang modelnya klasik terus berat gitu, Rei. Dia suka banget sama hal-hal yang berbau kerajaan soalnya."

Aku menganggukkan kepala kemudian kembali menaruh selusin sendok itu ke rak. Kakiku berjalan menjauh dari tempat Githa berdiri, mencari sesuatu yang menarik untuk menambah koleksi peralatan masak di dapur apartemenku.

Sebuah piring kecil bermotif bunga mawar putih menarik perhatianku. Ini lucu, aku akan membelinya untuk melengkapi koleksi tea set ku. Tanganku bergerak hendak mengambil piring itu ketika sebuah tangan juga ikut mengambilnya.

Aku mendongak dan melihat seorang wanita yang ku perkirakan usianya lebih muda dariku tersenyum manis. Seolah pernah melihat wanita ini ada perasaan tidak asing muncul dalam hatiku, namun sayang memoriku tidak menemukan informasi apapun tentang wanita ini.

"Mbak mau beli piringnya juga ya?" Tanyaku berbasa-basi.

Wanita itu tersenyum. "Iya, Mbak. Saya mau beli buat hadiah."

Aku mengangguk dan mempersilahkan wanita itu mengambilnya. Sayang sekali, meskipun aku sangat  menyukai motif dan juga bentuk piring kecil itu namun pasti lebih bermanfaat dijadikan hadiah ketimbang ditaruh di buffet rumahku sebagai pajangan saja.

Aku mengangguk kecil, menunjukan gesture sopan sebagai bentuk salam perpisahan. Baru saja satu langkah kakiku berjalan menuju tempat Githa berada, wanita muda itu kembali berujar yang langsung membuatku berbalik.

"Mbak ini dokter Reina ya? Dokter neurologi anak dari RS Kartini?" Tanyanya dengan nada ramah.

Aku tersenyum sembari mengangguk kecil. "Iya, saya Reina dokter di rumah sakit Kartini." Ujarku mengonfirmasi. "Maaf, apa sebelumnya kita pernah ketemu ya, Mbak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Day After Day (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang