Seseorang terbujur kaku di atas lantai, terlentang, dengan mulut penuh busa. Namanya Hyunjin, umur dua puluh satu tahun. Han mengitari tubuh itu tanpa menyentuhnya, mendekat dan menatap lekat busa putih di sudut bibir pria malang itu. Minho yang berdiri mendampingi sesekali menggaruk kedua pergelangan tangannya, ia yang menemukan Hyunjin tewas di kamarnya, lalu melapor kepada Polisi setempat untuk ditindak lanjuti—ia tetangga Hyunjin, mereka lumayan dekat.
"Kapan kau menemukannya?" tanya Han, sekarang ia beralih ke depan meja botol-botol dengan berbagai isi di jejerkan.
Minho menoleh, ikut memperhatikan gerak-gerik sang Detektif, "Pukul lima sore, dua jam yang lalu. Saat aku menuju kamarnya, ia sudah tergeletak di atas lantai dengan mulut berbusa, seperti itu, seperti yang bisa kau lihat sendiri," ujarnya mantap.
Ada empat botol.
Hyunjin mati keracunan, dugaan sementara bunuh diri dengan meminum salah satu dari keempat botol di hadapan Han. Detektif itu harus mencari cairan mana yang pria bersurai hitam itu teguk.
Han merobek segel botol pertama yang berukuran paling besar diantara yang lainnya, lalu memutar tutupnya hingga terbuka. Mengendus aroma dari bibir botol, Pria itu lantas menjauhkan benda tersebut dari Indra penciumannya dengan cepat. Wanginya sangat menyengat, aroma cairan kimia menjadi dominan. Pemutih pakaian, tebaknya. "Hyunjin itu orang yang seperti apa?" ujar Han, sekarang ia beralih ke botol paling kecil.
Minho berdeham pelan, "Dia teman yang baik. Yah, sekiranya begitu. Selain itu, dia orang yang cukup tertutup, dia tidak terlalu dekat dengan orang di sekitar rumahnya, Hyunjin itu sangat paranoid, dan sangat berhati-hati. Ia bahkan tidak pernah melupakan hal kecil sekalipun," jawabnya sambil sesekali menerawang ke atas, mengingat.
Tubuh Hyunjin sudah dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi; Han dan beberapa polisi lainnya masih di tempat kejadian, begitupula Minho sebagai saksi.
Merobek lagi segel botol terkecil, lalu membuka tutupnya, Han mengendus ke dalam botol. Aromanya menyiratkan jika itu mudah terbakar, thinner.
"Hm, begitu."
Lino mengangguk pelan, mengiyakan.
Sesekali asisten pribadi Han bertanya dan mendiskusikan sesuatu, Minho masih diam menyimak—dengan tangan yang tidak berhenti menggaruk. Manik tajam Han menangkap pergerakan itu, "Gelang kulit yang bagus."
Mendengar hal itu Minho refleks menutup kedua pergelangan tangannya dengan lengan baju—kebetulan ia memakai sweater coklat. "Ah itu bukan gelang, itu luka," ujarnya tenang, sudut bibirnya berkedut tipis.
Han tidak menghiraukan, namun lalu merobek segel botol ketiga yang berwarna paling terang, kuning cerah. Ia memutar tutupnya, lalu mengendus, lagi. Harum, aroma cairan pencuci pakaian seperti yang ibunya biasa gunakan—seketika ia rindu rumah. "Ada perlu apa kau ke sini? Rumah Hyunjin."
Orang yang ditanya menoleh, "Aku datang untuk mengembalikan barang miliknya yang tertinggal di rumahku, dan saat aku masuk, ia sudah terkapar tanpa nyawa," tutur Minho tenang.
Menganggukkan kepala, Han kini tiba di botol terakhir. Botol berwarna hijau tua berukuran sedang. Untuk kesekian kalinya ia merobek segel botol, lalu membuka tutupnya, dan mengendusnya. Aroma pinus, dan bahan kimia. Cairan pembersih lantai.
"Seungmin," panggil Han pada asistennya, yang dipanggil datang menghampiri, membungkuk menanti perintah. "Kasus ditutup, masukkan orang itu ke dalam penjara," tegas Han.
Minho melotot, sedikit berjengit mendengar penuturan di luar dugaan itu, ia memberontak saat Seungmin dan polisi lainnya menarik paksa tubuhnya agar berjalan menuju mobil.
"Hei! Apa maksudmu hah? Aku tidak membunuhnya! Dia bunuh diri! Si bodoh itu bunuh diri!" teriakan Minho memelan seiring tubuhnya tergerak paksa meninggalkan ruangan. Han hanya memasang wajah datar.
Detektif itu berjalan ke dapur, membuka tutup tempat sampah, lalu memungut sesuatu dari sana. Sebuah sarung tangan karet berukuran kecil, itu untuk wanita.
"Ck, amatiran," decih Han.
Ada yang tau kenapa? Komen dibawah :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Logika Buntu!
Fiksi PenggemarBisakah kau menebak alur ceritanya? Oneshoot, random.