1 -pertandingan

2.9K 515 19
                                    

"Hei, Lee Taeyong, berapa hargamu?"

"Sebutkan saja harganya dan aku akan membelimu untuk pertandingan malam ini."

Yang diajak bicara tidak menanggapi, dia makin mempercepat jalannya. Lihat, hanya dengan dia berjalan di tengah koridor, hampir semua mata tertuju padanya.

"Ayolah, kita bisa mendapatkannya dengan gratis."

Taeyong membenci ini. Dia membenci semua orang. Kalau saja hanya 1 orang yang bersikao kurang ajar padanya, Taeyong bisa saja meninju wajah itu. Tapi yang dia hadapi adalah semua orang. Semua orang mengerikan.

Taeyong juga tidak ingin dilahirkan dengan wajah tampan sekaligus manis. Ini kesialan tanpa ujung, dia harus menanggung beban dengan adanya wajah sialan ini. Kalau saja Taeyong bisa memilih, dia ingin dilahirkan dengan tubuh gendut besar dan wajah yang pas-pasan.

Dengan begitu dia bisa tenang.

Tidak ada alasan untuk mengikuti pertandingan dan tampil di depan layar hanya karena wajahnya.

"Lee, belikan aku roti."

Taeyong mendongak, tapi dia buru-buru menunduk lalu mengangguk. Lihat, yang berbicara adalah laki-laki tinggi yang bisa mematahkan lehernya dengan satu tangan jika dia melawan; Park Chanyeol.

Taeyong melangkah lebar menuju mini-market sekolah. Dia memilih mini-market yang ada di ujung, lebih sepi dari mini-market yang di dekat pintu utama.

"Bibi Kim, aku beli sebungkus roti coklat."

Penjaga mini-market tersebut; Bibi Kim mengangguk sambil tersenyum. Taeyong membalas senyuman itu. Ternyata masih ada orang baik yang tersisa di sini. "Lee, bagaimana ujian tadi?"

"Baik, Bi."

Wanita paruh baya itu memasukkan 2 bungkus roti dan satu botol air mineral ke dalam plastik. "Kau harus banyak makan, nanti tubuhmu makin kurus."

Taeyong mengambil plastik itu. "Tapi, Bi—"

"Ambil saja, gratis. Satu untuk Chanyeol dan satu untukmu, kau beli untuk Chanyeol, kan?"

Taeyong mengangguk. Dia menatap Bibi Kim lalu tersenyum. "Terima kasih."

"Tidak masalah."

Taeyong mengecek jam di dinding, dia langsung buru-buru keluar mini-market menuju kelas Chanyeol. Oh sial, jam istirahat hampir berakhir.

Taeyong membuka pintu kelas Chanyeol perlahan, lalu berdiri di depan Chanyeol yang sedang duduk di kursi dengan kaki di atas meja. Taeyong menunduk dalam-dalam, meletakkan roti di atas meja.

"Darimana saja kau, sialan?" Chanyeol merebut plastik yang berisi roti dan air milik Taeyong. Awalnya Taeyong hendak merebutnya kembali karena roti milik Chanyeol sudah dia keluarkan dari plastik itu, tapi dia urungkan.

Senyum Chanyeol mengembang. "Kau membelikanku roti tambahan dan air? Bagus. Kali ini aku maafkan." Tangan besar Chanyeol membuka tutup air, lalu dia minum setengah botol dalam beberapa tegukan besar.

"Ada pertandingan nanti malam." Chanyeol menatap wajah Taeyong. "Kau ikut. Johnny Seo ingin kau menjadi lawannya." Senyum miring tercetak di bibir tebal Chanyeol. "Mau, kan?"

Sudah jelas itu bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Chanyeol memang seperti itu, berbicara seolah-olah balasan Taeyong akan didengar.

"Aku yakin kau mau."

Chanyeol bersedekap, menatap wajah Taeyong yang sedang menunduk. "Wajahmu itu, Lee, alasan kenapa aku memilihmu. Banyak penonton yang menyukaimu, itu artinya sebagian besar uang akan mengalir padaku."

Taeyong menelan salivanya susah payah. Wajah sialan ini, wajah ini penyebab dia setiap bulan hampir mati di rooftop tempat diselenggarakan pertandingan gila itu.

Kalian mau tahu itu pertandingan apa? Lihat saja nanti.

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang