Tidak, mereka tidak bersenang-senang.
Tepatnya belum.
Sekarang mereka ada di rooftop sekolah, Taeyong ingin melihat semuanya dari atas sini untuk memastikan apa benar-benar tidak ada orang. Dan ternyata? Luar biasa, tidak ada orang sama sekali, tidak ada mobil yang bergerak, orang yang berjalan, tidak ada pergerakan yang ditimbulkan dari manusia.
Tangan Taeyong masih bergetar, kakinya masih lemas tapi dia paksa untuk berjalan. Wajahnya pucat, keringat dingin membanjiri wajahnya.
Saat Taeyong berbaring di tanah, dia berusaha menenangkan dirinya yang kelewat panik. Dia memejamkan mata, menarik napas pelan, menghembuskannya. Tarik napas lagi, lalu dihembuskan. Tarik napas lagi—
"SUNGGUH GILA!"
Rosé tersentak.
Taeyong mendudukkan badannya, dia menumpu badannya dengan tangan yang diletakkan di atas paha yang duduk bersila. "Ini benar-benar gila, tidak masuk akal, mustahil, unbelievable, impossible, tidak nyata, tidak mungkin terjadi, di luar akal sehat, fantasi, fiksi, dongeng, sangat aneh—"
"Lee, calm down."
"HOW AM I SUPPOSED to clam down ..." Taeyong menurunkan suaranya. Tenggorokanya serak, dia memutuskan untuk terbatuk dulu sebelum lanjut berteriak.
"ROSÉ, KAU BENAR-BENAR GILA! ANEH!" Taeyong mendekati Rosé yang sedang melihat-lihat sekitar. "KAU BUKAN MANUSIA, KAN? JUJUR! ATAU KAU ALIEN? OKE, AKU YAKIN KAU ALIEN ATAU SEMACAM MAKHLUK—HALUS! IYA, MAKHLUK HALUS TERKUTUK YANG MENGANGGU MANUSIA SEPERTIKU LALU—"
"Lee."
Taeyong mengusap wajahnya, kembali berbaring. Hening sementara. Taeyong tidak bisa berpikir jernih, apalagi saat melihat paha mulus Ro—lupakan.
"Apapun yang kau pikirkan, jangan panik—dan jangan menangis." Rosé terkekeh di akhir kalimat. "Aku punya rahasia kecil—"
"RAHASIA APA?!"
"Jangan berteriak."
"Rahasia apa?!!?!!?!!"
"Kau tetap berteriak, hanya tidak memakai capslock."
"Jawab saja, bodoh!"
Rosé tertawa. "Itu bukan rahasia kalau aku memberitahumu."
"Masuk akal." Taeyong mengangguk. Hening sementara, sampai akhirnya dia kembali berteriak. "DAN HANYA ITU YANG MASUK AKAL! SEMUA INI TIDAK MASUK AKAL! BAGAIMANA BISA KAU—"
"Lee, diam. Jangan panik."
"JANGAN PANIK?! ROSÉ, SEMUA ORANG MENGHILANG DAN KAU MENGHARAPKANKU DUDUK MANIS SAMBIL MEMAKAN PERMEN?!"
Rosé tertawa lagi. "Iya, apapun selain berteriak panik. Suara beratmu membuatku pusing, terdengar seperti gitar bass dengan volume maksimal."
"Dan suara tenangmu tidak membantu sama sekali. Kau hanya menyuruhku untuk tidak panik tapi tidak memberi jawaban!!!"
"Kalau kau tidak panik, jawaban itu akan datang sendiri."
"Omong kosong! Aku membencimu! Kau benar-benar pembawa sial!"
Rosé tidak terlihat kaget saat Taeyong memakinya, dia justru duduk di sebelah Taeyong, lalu mendorong dada laki-laki itu agar berbaring. "Apa yang—"
"Tenang. Jangan panik. Aku memang pembawa sial bagimu, tapi sekaligus pengabul permintaanmu."
Oh, dan sekarang Rosé menyuruh Taeyong tenang saat tangan lentik perempuan itu mengelus wajah, dan turun ke dadanya? Tidak bisa dipercaya, Rosé memang orang aneh.
"T-tunggu, b-bisakah tanganmu b-berhenti—"
"Oh oke."
Hening.
Taeyong masih berbaring dengan Rosé duduk di sebelahnya.
Setelah tenang beberapa menit, Rosé bersuara. "Jadi, Lee, tadi kau ada masalah apa dengan Chanyeol?"
Taeyong kembali merinding mengingat kejadian tadi. Chanyeol yang marah luar biasa hanya karena Taeyong dituduh mendekati Rosé. "Dia bilang aku mendekatimu, padahal sebaliknya."
Rosé terkekeh. "Dia memang agak posesif."
"Agak? Sangat posesif. Hanya karena berita bodoh entah siapa yang memberitahu, dia mencengkram wajahku, mencekik ku, dan mendorong wajahku ke dalam toilet!"
Rosé hanya tersenyum. "Iya ... itu lumayan posesif."
"Kau kekasihnya?"
"Dia kakakku."
"Oh kakak—APA?!" Taeyong sontak terduduk. Dia melotot menatap Rosé yang hanya tertawa. "Dia punya adik? Adik perempuan? Si Chanyeol kasar dan semaunya itu? Yang bisa menyeretku lalu melemparku? Bisa mematahkan leherku dengan satu tangan—ohastagainimembuatkumerinding." Taeyong mengusap lehernya, merinding bukan main.
"Kenapa kau kaget?"
"Kau bertanya kenapa? Chanyeol itu, Rosé, dia yang terburuk dari yang terburuk! Dia mengclaimku miliknya dan menyuruh-nyuruhku, menjadikanku taruhan, menaruhku di pertandingan, menjadikanku samsak hidup!" Seru Taeyong. Yang ada dipikirannya ketika mendengar kata 'kakak' adalah orang yang penyayang, lembut, apalagi adiknya perempuan.
"Dia lumayan posesif, kan?"
"Maksudnya?"
"Iya, dia tidak suka kau disuruh orang lain, hanya dia yang boleh menyuruhmu."
"Iya, karena aku budaknya." Taeyong tersenyum masam, Chanyeol adalah mimpi buruk semua orang. Tiba-tiha Taeyong tersadar, "tunggu, dia tidak memperlakukanmu seperti dia memperlakukan ku, kan?"
"Tidak."
"Oh, syukurlah."
Rosé terkekeh. "Kau khawatir?"
"Tidak! Untukapaakukhawatirkitasajabaru—"
"Oke, oke, aku percaya kau tidak khawtir. Tidak perlu bicara secepat itu." Rosé tertawa. Oh, ternyata Taeyong yang asli sangat bawel, berbeda dengan di sekolah yang hanya bisa menunduk di belakang Chanyeol.
Taeyong menghela napas, entah kenapa rasanya dia seperti ... tertangkap basah?
"Jadi, kau mau apa setelah ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊
Fanfiction𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐱 𝐓𝐚𝐞𝐲𝐨𝐧𝐠 ❝Ketika semua orang menghilang, apa yang akan Lee Taeyong lakukan?❞ 𝘴𝘵𝘢𝘵𝘶𝘴 ━゙𝙘 𝙤 𝙢 𝙥 𝙡 𝙚 𝙩 𝙚 𝙙