3 -permintaan

2.2K 524 25
                                    

Mata Taeyong perlahan terbuka. Yang pertama dia lihat adalah langit yang cerah. Dia tahu ini di mana; rooftop sekolah.

Tadi malam itu mengerikan.

Tonjokan entah keberapa mendarat di rahang Taeyong. Membuatnya tersungkur ke bawah. Bersaman dengan itu, Johnny berdiri di depannya, kaki panjang laku-laki itu menekan dada Taeyong. Semakin keras, semakin Taeyong terbatuk darah.

Sorakan di sekitar mereka menulikan telinga. Komentar di live yang merekam itu semua sederas air hujan.

Manusia tanpa hati nurani, bahagia melihat sesamanya terluka.

Taeyong hampir tidak bisa bernapas. Dia tidak tahu harus menyerah atau melawan. Mengumpulkan niat, Taeyong menyingkirkan kaki Johnny saat pemilik kaki itu lengah.

"Fuck!"

Taeyong berdiri tergopoh, lalu mengarahkan seluruh kekuatan yang dia punya untuk melayangkan tonjokan ke wajah Johnny. Johnny tersungkur.

Sekarang keadaan terbalik. Taeyong ada di atas Johnny, kedua tangan beruratnya mencekik leher Johnny sekuat tenaga, kakinya menekan perut dan dada Johnny.

Sorakan heboh berganti dengan seruan kesal. Mereka tidak suka melihat Taeyong memimpin. Dengan wajah hancur, Taeyong menatap ke sekitar, tatapannya berhenti pada Chanyeol yang bersedekap dengan tangan merangkul perempuan di sampingnya.

Rahang Chanyeol mengeras. Johnny makin kehabisan napas. Chanyeol melangkah lebar mendekati Taeyong, dengan satu tangan dia menarik kerah belakang Taeyong, melemparnya asal. "Siapa yang memintamu melawan?"

Tidak bisa dijelaskan lagi keadaan Taeyong. Hancur. Wajahnya babak belur, hidungnya patah, berdarah, giginya yang semula putih berubah merah, bajunya sobek, kakinya pincang.

"Tetap diam dan lemah seperti biasa, brengsek!!" Bentak Chanyeol tepat di depan wajah Taeyong.

Selanjutnya apa? Taeyong tidak tahu. Yang terakhir dia lihat adalah Johnny yang melangkah kearahnya, memukulnya sekali lagi sebelum dia tidak sadarkan diri.

Taeyong menghela napas. Dia yakin, dia dibiarkan terbaring di sini saat mereka semua pulang ke rumah masing-masing.

Dia tidak tahu ini jam berapa, dia tetap berbaring karena seluruh badannya sakit. Sepertinya Taeyong harus ke rumah sakit setelah ini, semoga saja uangnya cukup.

Taeyong menggerakkan tangannya. Luar biasa. Sangat sakit. Tangan itu kembali diletakkan. Taeyong bahkan sudah tidak sedih lagi, dia tidak marah, ini sudah terlalu sering terjadi.

Dia hanya kecewa.

Kecewa karena dia masih bangun. Kenapa dia tidak mati saja?

Sudahlah, Taeyong tidak ingin memikirkan apapun untuk saat ini. Dia kembali memejamkan mata, menikmati semilir angin menerpa wajahnya.

Beberapa jam terlelap, Taeyong terbangun mendengar bell yang sepertinya bell pulang. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, sudah tidak terlalu sakit—untuk ukuran Taeyong karena dia sudah terbiasa dengan luka fisik.

Taeyong mendudukan badannya. Menatap ke sekitar. Hening, sunyi. Kalau saja kehidupan sedamai ini, dia pasti tidak pernah terpikir untuk bunuh diri tiap semenit sekali.

Taeyong berdiri susah payah, lalu berjalan tergopoh ke pinggir rooftop. Sekolahnya ini 6 lantai, melihat ke bawah membuat dia merinding sekaligus berpikir akan bagaimana tubuhnya kalau dia jatuh dari sini.

Mungkin dia akan mati.

Bagus.

Taeyong duduk di pinggir rooftop. Menghirup napas sekali lagi. Menatap ke sekitar, memastikan benar-benar tidak ada orang. Baiklah, mungkin dia tidak akan pernah merasa bahagia di dunia ini, saatnya meninggalkannya.

Semoga di kehidupan selanjutnya Taeyong akan bahagia.

Taeyong melemaskan badannya, terhuyung ke depan.

"Jangan."

Badan Taeyong menegang. Dia hampir saja terjatuh kalau tidak ada tangan lentik menahan bahunya dari belakang. Taeyong menoleh, mendapati perempuan dengan wajah familiar.

Tatapan bertanya Taeyong membuat perempuan itu bersuara lagi, "jangan. Jangan bunuh diri."

Oh, Taeyong ingat, ini perempuan yang dirangkul Chanyeol kemarin malam. Dia sangat yakin, 100% mirip.

Tidak memedulikan perempuan itu, Taeyong menepis tangan tersebut, hendak menjatuhkan dirinya tapi lagi-lagi dia ditahan. "Jangan, Lee. Masih ada harapan."

Taeyong tidak heran kenapa perempuan itu tau namanya. Lagipula, siapa yang tidak mengenal dia? Budak Chanyeol yang penakut dan lemah, terkenal karena wajahnya yang rupawan tanpa cacat tapi miskin dan yatim piatu, masuk sekolah elite penuh manusia kasta tinggi ini pun karena beasiswa.

"Kau ini siapa?" Tanya Taeyong kesal, menatap mata perempuan itu. Oke, Taeyong yakin perempuan ini dekat dengan Chanyeol yang artinya dia harus tunduk, tapi melihat caranya yang lembut, Taeyong berpikir mungkin perempuan ini tidak seperti Chanyeol.

"Aku Rosé, dan aku bisa mengabulkan satu permintaanmu."

Taeyong menatap Rosé tidak percaya. Apa-apaan? Mengabulkan satu permintaan? Ini bukan dongeng pengantar tidur, tidak ada hal semacam itu.

"Kau sakit."

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang