5 -Lee

2K 474 27
                                    

"Woah, Lee yang paling tampan sudah datang."

Mata Taeyong mengerjap, tidak mengerti, tapi dia buru-buru menunduk. Di depannya, ada Chanyeol dan Sehun. Chanyeol menatapnya dengan tatapan tajam, Sehun dengan santai mengetik sesuatu di ponsel.

Tangan besar Chanyeol secara tiba-tiba mencengkram wajah Taeyong, mendorongnya ke tembok kamar mandi. Jantung Taeyong berpicu cepat, ini jelas bukan hal yang baik.

"Lihat, si wajah rupawan." Tangan Chanyeol yang satunya dimasukkan ke kantung celana. "Kau merasa paling hebat sampai mendekati Rosé, eh?"

Tunggu, apa?

Badan Taeyong bergetar, kakinya terasa lemas, dia bisa saja jatuh kalau cengkraman tangan Chanyeol tidak sekuat itu pada wajahnya. Dia pernah dihabisi Chanyeol, sangat pernah, bisa dibilang sering.

Tapi sepertinya kali ini lebih buruk.

Rosé itu ... kekasih Chanyeol, mungkin, Taeyong tidak tahu, Chanyeol tidak pernah berdekatan dengan perempuan sampai tahap merangkul. Dia meringis dalam hati, harusnya dia hati-hati dengan perempuan yang dekat dengan Chanyeol itu.

Rahang Chanyeol dan cengkramannya pada wajah Taeyong mengeras. Taeyong makin kehabisan napas, mulut dan hidungnya dihalangi tangan besar Chanyeol.

"Bajingan kecil, kau pikir kau siapa, hah?"

Pupil mata Taeyong bergetar. Sial, ini semua salah Rosé! Rosé sialan! Pembawa sial!

"Setidaknya ambilkan aku sesuatu untuk memukul wajah sampah ini, sialan!" Bentak Chanyeol pada temannya yang malah asik bermain ponsel.

Sehun menoleh, menatap Chanyeol malas. "Kau saja."

Bugh!!

Sehun terhuyung ke belakang saat mendapat tonjokan dari yang lebih tinggi, lalu terkekeh. "Maaf, maaf, aku akan kembali."

Setelah Sehun keluar kamar mandi, dengan keadaan Chanyeol yang masih mencengram wajah Taeyong, dengkulnya terayun ke depan, mengenai perut Taeyong dengan kuat. Mata Taeyong membulat.

Sakit.

Sangat sakit.

"Kau pikir kau bisa mendapatkan Rosé dengan apa, hah? Tubuhmu yang kurus itu?"

Chanyeol melepas cengkramannya, bersamaan dengan itu Taeyong mengirup napas dengan rakus, luar biasa, dia hampir mati kehabisan napas.

"Lihat wajahmu itu." Chanyeol menjambak Taeyong kuat, memaksa kepala yang lebih pendek mendongak, membuat mulut Taeyong otomatis terbuka, napasnya terdengar memburu.

"Oh, kau kembali lagi menjadi Lee yang rendahan. Lihat, kau punya 2 tangan dan 2 kaki tapi tidak kau gunakan dengan baik, diam seperti orang bodoh. Dimana wajah sok tampanmu saat mendekati Rosé, brengsek?"

Aku tidak mendekatinya.

"Jawab, Lee."

AKU TIDAK MENDEKATINYA, SIALAN!

"Kenapa tidak menjawab? Pita suaramu rusak? Biar ku periksa." Tangan Chanyeol berganti ke leher Taeyong, menekan kedua jempolnya tepat di tenggorokan laki-laki bermarga Lee tersebut, membuatnya berontak, dia tidak bisa bernapas.

Chanyeol tersenyum. "Seharusnya aku patahkan saja lehermu agar tetap menunduk di hadapan Rosé, atau aku gunting lidahmu agar tidak bisa berbicara dengannya?"

Brengsek! Bajingan! AKU TIDAK MENDEKATINYA! ROSÉ PEMBAWA SIAL!

Andai saja Taeyong bisa berteriak begitu tanpa mendapat pukulan bertubi-tubi sampai mati.

Chanyeol tertawa melihat tangan Taeyong yang berusaha mendorong Chanyeol. "Lihat tanganmu. Berurat, besar, panjang, tapi lemah saat dihadapanku. Kemana kau yang melawan Johnny malam itu, hah?"

Taeyong membuka mulutnya, berusaha mencari oksigen, dia mendongak ke atas, tapi yang dia dapat hanya sesak.

"Berhenti membuka-tutup mulutmu seperti ikan dan jawab aku."

Taeyong tetap tidak menjawab, bagaimana bisa dia menjawab saat bernapas saja tidak bisa?

"JAWAB, SIALAN!"

Sebelum Taeyong benar-benar kehabisan napas, cekikan itu terlepas, kerah belakang seragamnya diseret ke dalam bilik, berhenti di depan toilet yang terbuka.

Tidak, tidak, tidak!

Tangan Chanyeol mendorong belakang kepala Taeyong—

Jangan, JANGAN! JANGAN!

"Wajah sampahmu perlu dibasuh air toilet agar kau sadar."

JANGAN! KUMOHON JANG—

Kepala Taeyong terdorong masuk ke toilet itu, makin dalam, sampai wajahnya menyentuh air. Ini menjijikan, sangat menjijikan sampai rasanya Taeyong akan muntah saat ini juga! Demi Tuhan, Chanyeol sangat gila! Darimana dia tahu bahwa Taeyong mendekati Rosé padahal faktanya adalah yang sebaliknya?

Chanyeol menjambak rambut Taeyong, menarik kepalanya keluar, lalu tertawa tepat di depan wajah basah itu. "Wajahmu— Ya Tuhan! Kau seperti tikus di selokan!" Dia tertawa keras.

Mata Taeyong berair. Iya, dia hendak menangis. Salahkah? Chanyeol sudah sangat keterlaluan, menceburkan wajahnya ke dalam toilet lalu tertawa.

Tawa Chanyeol mereda, dia melepas jambakannya pada rambut Taeyong, lalu berdiri. "Jangan sampai aku dapat kabar kalau wajah bau mu itu muncul di hadapan Rosé lagi, oke?"

Taeyong tidak tahu mau apa. Dia terduduk bersender di toilet. Sehun tidak datang juga, jadi akhirnya Chanyeol keluar kamar mandi sendiri setelah berkata,

"Kau selamat, setidaknya aku tidak jadi menghancurkan wajahmu."





"Hiks."

Taeyong buru-buru mengusap matanya. Tapi mata itu kembali berair, dia usap lagi, lalu berair lagi. Sial, dia tidak bisa menahan untuk tidak menangis saat ini.

Tuhan, kapan Taeyong bahagia? Dia tidak meminta untuk menjadi seperti Chanyeol yang bisa berbuat semuanya, setidaknya dia ingin hidup tanpa diganggu orang lain, apa mustahil?

Tetes demi tetes air mata keluar dari mata Taeyong. Oke, ini akan memalukan jika ada yang melihat, jadi kaki panjangnya hendak menutup bilik toilet, tapi ada yang menahannya.

"Taeyong? Kau kenapa?"

Sial, itu Rosé, penyebab utama Taeyong seperti ini.

Taeyong menatap mata itu datar. Dia hendak kembali menutup pintu, tapi Rosé malah masuk ke biliknya. "Lee—"

"Pergi. Kumohon, jangan membuatku makin tersiksa."

Tatapan Rosé melembut. "Kau—apa yang terjadi?" Tangan lentik Rosé mengusap pipi Taeyong yang basah, entah karena air mata atau air toilet.

Isakannya lolos begitu saja. Pertahanan Taeyong runtuh, dia terlalu lelah untuk dibilang lelah, ini sudah di batas kesabarannya, dia tidak bisa bertahan lagi, dia ingin bahagia.

"Aku—hiks, aku ingin—ah, sialan, hiks." Taeyong mengusap perutnya yang sakit karena habis di tendang Chanyeol tadi.

"Kau ingin apa, Lee? Aku kabulkan, apapun itu."

Taeyong menatap Rosé yang berjongkok di depannya. Entah ini hanya halusinasi atau apa, tapi wajah Rosé terlihat lebih cerah, seperti memancarkan cahaya lembut.

Dengan emosi campur aduk, antara sedih dan marah, Taeyong mengepalkan tangannya.

"Aku ingin semua orang menghilang."


Note;

Lebih panjang gpp lah ya.

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang