15 -realita

1.8K 428 15
                                    

Kembali ke realita.

Taeyong mengangkat kepalanya dari atas meja. Menatap ke sekitar, tatapannya berhenti pada jam di dinding, pukul 10 malam.

Dia mendapati sticky notes berwarna kuning tertempel di mejanya. Menghela napas saat tahu ini tulisan Jaemin.

Maaf aku pulang tanpa pamit, kau tidur nyenyak sekali tadi. Terima kasih sudah membantuku mengerjakan soal bahasa inggris untuk persiapan ujian, hehe.

—Na Jaemin yang tampan.

Taeyong berdecih. 'Na Jaemin yang tampan'? Ternyata selain Rosé, dia juga berpikir dia tampan.

Taeyong berjalan sempoyongan ke kasur, lalu berbaring di sana. Ini hari selasa, yang artinya bukan harinya untuk bekerja di mini market.

Bahkan Taeyong sudah tidak mau pusing memikirkan mana yang khayalan dan mana yang realita, dia tidak bisa membedakannya.

Dia sadar, mulai dari dia mau bunuh diri di rooftop sampai Rosé tiba-tiba menghilang adalah khayalan, tapi dia tidak tahu untuk yang hari ini.

Tunggu, dia terbangun di atas meja ... berarti khayalannya mulai saat Jaemin pamit pulang? Itu tidak terjadi, kan? Jaemin meninggalkan sticky notes.

Sudahlah, rumit untuk dijelaskan. Yang pasti, awalnya dia ada di rooftop tadi, bersama Rosé, siang hari yang mendung. Tapi saat mereka sedang tertawa, Taeyong mengedip dan setelah kedipan singkat itu,

dia ada di sini. Terbangun dalam keadaan duduk dan kepala di atas meja belajar.

Dan hal yang paling dia benci setelah tahu Rosé hanyalah khayalan terjadi. Dia bahagia bersama Rosé, yang artinya tugas Rosé selesai.

Kembali ke realita.

Taeyong tidak suka realita.

Tapi dia tidak bisa tidak bahagia saat di dekat Rosé. Ini menjadi susah, Taeyong ingin tetap bersama Rosé tapi sedihlah syaratnya, sedangkan Rosé memberikan kebahagiaan saat mereka bertemu.

Taeyong menghela napas, pasrah akan semua ini. Baiklah, biarkan waktu yang mengatur semua.

Lagipula dia hanya khayalan.

Khayalan yang indah.

——

Hari ini hari ujian pertama, dan pelajarannya adalah bahasa inggris dan sejarah.

Kelas lumayan ramai, tapi Taeyong tetap diam di mejanya, membaca buku pelajaran bahasa inggris karena dia tidak terlalu jago dalam pelajaran ini. Semoga cepat atau lambat Jaemin sadar kalau jawaban yang diberikan Taeyong malam itu tidak benar.

Ceklek

Hampir seluruh perhatian terpusat pada si pembuka pintu tadi. Chanyeol dengan wajah mengenaskan dan tangan yang digips berjalan masuk. Tanpa diberitahu pun Taeyong tahu ini kenapa.

Dia dipukuli Ayahnya.

Meja Taeyong adalah yang paling dekat dari pintu kelas, jadi saat Chanyeol masuk, Taeyonglah yang pertama dia lihat di sebelah kiri.

Dengan wajah datar, tangan Chanyeol mendarat di kepala Taeyong. "Kau tahu aku bisa mematahkan lehermu saat ini juga, kan?"

Jantung Taeyong berpicu cepat. Dia tahu Ayah Chanyeol memang keras, tapi apa sekeras ini? Maksudnya, lihat luka di tubuh Chanyeol, lebih mirip habis dibully seperti Taeyong.

"Tapi aku sedang tidak mood." Chanyeol melepas tangannya dari kepala Taeyong. "Sekali lagi kau berbuat kurang ajar, kau akan mati."

Kekehan pelan keluar dari bibir Chanyeol saat melihat wajah Taeyong yang pucat.

"Dalam artian benar-benar mati."

Mungkin Taeyong harus menghindari hal yang dapat menimbulkan kemarahan Chanyeol mulai sekarang. Berhubungan dengan Jaemin pun bisa membuat Chanyeol marah, sepertinya.

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang