14 -cium

2.2K 515 60
                                    

"Astaga, jangan menangis ..."

"Hiks."

Rosé mengelap pipi Taeyong yang basah karena air mata. Ah, Taeyong si cengeng jelas tidak bisa tidak menangis dalam keadaan seperti ini.

Rasanya seluruh dunia Taeyong runtuh. Dia bahkan belum lama mengenal Rosé, tapi Rosé seolah menggenggam dunianya. Sekarang siapa orang yang paling Taeyong cari? Orang yang mengelap air matanya saat dia menangis?

"Aku akan muncul saat kau meminta aku untuk muncul." Rosé mengusap bahu Taeyong yang lemas.

"Tapi kau tidak nyata—hiks."

Sebenarnya, ini agak memalukan. Bagaimana pun Taeyong adalah laki-laki, tapi dia sudah menangis 2 kali di depan Rosé, benar-benar memalukan.

Untungnya Rosé tidak tertawa.

"Yang penting aku terasa nyata, kan?" Rosé merentangkan tangannya, menyambut Taeyong dalam pelukan hangat. Tangan besar itu membungkus tubuhnya erat, sangat erat sampai tidak ada seinci pun tubuhnya yang tidak bersentuhan dengan tubuh laki-laki itu.

"Tapi kau tidak ... hiks."

Taeyong mengusap matanya ke bahu Rosé yang terbalut seragam. Aneh, kan? Ini sudah malam dan Rosé masih memakai seragam. Tapi asal Rosé yang memakai, tetap terlihat cantik, kok.

"Aku nyata hanya untukmu, Lee." Rosé terkekeh saat melihat wajah Taeyong yang sembab. "Bukan untuk orang lain, aku hanya untukmu."

"Tapi—hiks, kau hanya datang saat aku butuh."

"Itu bagus, kan?"

"Aku membutuhkanmu bahkan saat aku tidak butuh."

Rosé mengerjap. Sebenarnya ucapan Taeyong agak membingungkan, tapi daripada membuatnya makin menangis, dia hanya mengangguk pura-pura paham.

"Rosé ... aku menyayangimu."

Rosé kembali mengelap air mata Taeyong. "Aku juga."

Tiba-tiba Taeyong memonyongkan bibirnya, membuat kepala Rosé reflek menjauh lalu tertawa. "Kau kenapa?" Tanya Rosé di sela-sela tawa.

"Ciummm."

Rosé tertawa makin keras, dia menolehkan kepala lalu mendaratkan pipinya di bibir Taeyong. "Sudah."

"Bukan begituuu."

"Lalu bagaimanaaa?"

Kedua tangan Taeyong menahan kedua sisi kepala Rosé, lalu mengecup bibir itu singkat. Mata Rosé membola, terkejut tentu saja, tapi setelah itu tertawa. "Kau gila."

"Memang." Taeyong kembali memeluk Rosé, kali ini menempatkan dagunya di atas kepala perempuan itu. Taeyong memang gila, menyukai sesuatu yang tidak nyata.

Dan sampai cahaya matahari menyinari mereka, memancarkan sinar oranye lembut, mereka masih berpelukan di tengah jalan besar yang sepi.

Entah dimana raga Taeyong sekarang, yang pasti jiwanya ada di sini, membungkus tubuh mungil Rosé, khayalannya sendiri.

——

"Kau pernah ingin bunuh diri di sini."

"Dan kau pernah meninggalkanku di sini."

Rosé tertawa. "Bukan salahku, oke? Perasaanmu sudah membaik, jadi tugasku selesai saat itu."

Taeyong reflek menoleh, menatap pahatan indah di sampingnya, side profile yang sempurna. "Jadi kau akan pergi saat perasaanku membaik?"

Rosé mengedikkan bahu santai. "Mungkin."

"Kalau begitu aku akan sedih selamanya."

Cubitan kecil mendarat di paha Taeyong sesaat setelah dia berkata begitu. "Tidak lucu! Kau harus bahagia."

"Aku tidak bahagia saat tidak ada kau."

Rosé terkekeh. Andai saja dunia nyata bisa melihat wajah Taeyong yang tersenyum ... sungguh, itu lebih baik dari wajah Taeyong yang babak belur, jauh lebih tampan. "Kau harus banyak tersenyum ... seperti Jaemin."

Tatapan Taeyong berubah datar. "Itu benar-benar tidak lucu," ucapnya kesal. Kenapa Rosé selalu membawa-bawa Jaemin saat mereka sedang berdua?

"Tapi serius, Lee, Jaemin saja tambah tampan saat tersenyum, apalagi kau." Rosé tertawa saat tidak melihat perubahan pada wajah Taeyong sama sekali, masih datar. "Ayooo senyuuuum." Kedua telunjuk Rosé menarik sudut bibir Taeyong.

Tiba-tiba Taeyong menarik jari telunjuk kanan perempuan itu, lalu dia gigit. "AW!" Rosé menarik kembali tangannya. Itu lumayan sakit, ada bekas gigitan menghiasi jari telunjuk Rosé.

"Sakit!" Rosé mengusap telunjuknya.

"Bawa-bawa dia lagi dan aku gigit seluruh tubuhmu."

🌚

Alis Rosé naik turun. "Ooowww, kau cemburu?"

"Cemburu? Karena Na Jaemin?" Taeyong terkekeh sinis. "Dia hanya bocah cengeng."

Tapi ekspresi menyebalkan itu masih terpajang di wajah Rosé. Rosé menarik-narik lengan kaus yang Taeyong pakai. "Eeeiiii, jujur saja, kau cemburu, kan?"

Taeyong tidak menjawab, lebih memilih untuk menikmati pemandangan dari atas sini. Mereka ada di rooftop, duduk di pinggirnya dengan kaki menjuntai.

Tapi sepertinya Rosé belum cukup puas. "Ayolah, aku tahu kau cemburu—"

"Rosé."

Rosé langsung membungkam mulutnya. Oke, Taeyong kelihatan kesal sekarang, dalam artian benar-benar kesal.

Taeyong menghela napas. "Tidak apa, buat aku kesal lagi."

"Aku takut kau akan mendorongku ke bawah karena kesal," balas Rosé bercanda, dia tidak suka melihat wajah datar Taeyong. Sudah dikatakan, kan? Taeyong lebih tampan saat tersenyum—walau dengan ekspresi apapun dia tetap tampan, sih.

"Lebih baik aku kesal tapi kau tetap di sini, daripada aku bahagia tapi kau pergi."

Rosé sempat tersentuh. Wow, Taeyong menjadi puitis sekarang. "Baiklah, Lee, Na Jaemin itu benar-benar tam—"

"Tapi bukan tentang Na Jaemin, atau badanmu mau aku gigit?"

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang