13 -terkabul lagi

1.9K 524 105
                                    

Hening.

Hanya terdengar napas Taeyong yang memburu. Rasanya jantung Taeyong berhenti berdetak sangking panik dan kagetnya. Dia masih memeluk Rosé erat, menenggelamkan wajahnya di bahu sempit perempuan itu sambil memejamkan mata.

Usapan pelan menyapu punggung lebarnya. "Sudah aman. Hanya kita berdua."

Perlahan, Taeyong membuka mata. Dalam keadaan masih memeluk Rosé, dia melihat ke sekitar. Remang, sepi, sunyi, lengang.

"Oh ... bagus," gumam Taeyong, kembali menyenderkan kepalanya di bahu sempit Rosé. Tangannya bergetar, takut bukan main, tadi itu nyaris saja, benar-benar sedetik sebelum dia mati.

Merasa badannya makin menempel dengan badan Taeyong, Rosé bertanya, "kenapa?"

"Kau bertanya kenapa? Bodoh."

"Iya, aku bodoh. Lepaskan pelukanmu."

"Tidak."

"Sesak."

"Bukan urusanku." Taeyong makin mengeratkan pelukannya. "Jangan pergi lagi."

"Katakan itu pada dirimu sendiri, Lee, jangan buat aku pergi."

"Tidak mengerti."

"Nanti juga mengerti." Rosé memainkan rambut tebal Taeyong, melihat ke sekitar. Sebenarnya tidak ada yang bisa dilihat, sekitar mereka kelewat sepi. "Aku melihatmu di belakang Jaemin minggu lalu," adu Taeyong.

"Jaemin?"

"Iya, saat aku dipukuli Chanyeol di kelas. Aku menghampirimu waktu itu, tapi kau tiba-tiba menghilang, Chanyeol makin marah, aku terpaksa berobat ke rumah sakit setelah itu, uangku nyaris habis."

"Oh ... itu Jaemin? Dia tampan."

"Aku juga."

"Kau juga apa?"

"Tampan."

Rosé tidak menjawab lagi setelah itu, membuat Taeyong merengut tidak suka. "Kau tidak setuju?"

"Bukannya kau tidak suka jadi tampan?"

Well, itu tidak salah ... tapi Taeyong ingin pengakuan!

"Kenapa kau tiba-tiba menghilang waktu itu?" Tanya Taeyong, mengalihkan topik.

"Kenapa kau buat aku menghilang?"

"Tidak mengerti."

"Nanti juga mengerti." Ulang Rosé, persis seperti beberapa detik lalu. Taeyong mengeratkan pelukannya. "Jangan pergi ... kumohon, hanya kau yang aku punya."

Tangan lentik Rosé mengelus punggung lebar Taeyong pelan, sangat pelan karena dia tahu ada luka menghiasi punggung tersebut. "Jaemin? Kau punya dia."

"Tidak, aku tidak punya dia," jawab Taeyong asal.

"Kalau begitu buat aku, ya, Jaeminnya?"

"Rosé, tidak lucu." Taeyong melepas pelukannya, membuat Rosé bernapas lega sekaligus menahan tawa. Lihat, wajah Taeyong sangat ketara kesalnya.

Rosé mengusap pipi Taeyong lembut, membuat darah Taeyong berdesir, dia suka saat-saat seperti ini. "Mau aku obati?"

"Sudah diobati." Taeyong menatap mata Rosé. "Kumohon ... jangan pergi lagi," rengeknya, hanya Rosé tempat dia mengadu, dia pun tidak tahu kenapa dia merasa Rosé sangat dapat dipercaya, seperti sudah kenal lama, se-lama dia mengenal dirinya sendiri.

"Itu tergantung padamu, Lee."

"Rosé, aku serius."

"Aku juga serius."

Tapi ini benar-benar serius, Taeyong sama sekali tidak ingin Rosé pergi. Untuk bertemu dengan Rosé lagi mahal sekali dorongannya, Taeyong sadar ada pola tertentu, Rosé datang saat dia kesakitan, ketakutan, panik, dan sedih. Taeyong tidak ingin mengulang kejadian seperti tadi atau dipukuli Chanyeol lagi untuk bertemu Rosé, jadi dia ingin Rosé tetap di sini.

"Sebenarnya, kau siapa?" Tanya Taeyong tiba-tiba. Otaknya sudah tidak bisa menerka siapa perempuan di depannya ini.

"Aku Rosé."

"Kalau itu aku tahu." Taeyong menghela napas panjang. "Lebih spesifik, kau siapa? Kau apa?"

Rosé tidak menjawab, dia memainkan rambut Taeyong, sedikit jinjit untuk bisa menyentuh gumpalan lembut itu. Tangannya turun, menyentuh plester yang ada di hidung mancung Taeyong. "Ini kenap—"

"Kau ini apa, Rosé? Jawab, please." Taeyong mengenggam tangan Rosé kuat, sampai urat di tangan Taeyong yang sudah jelas tambah terlihat jelas.

"Tapi jangan kecewa."

Taeyong mengangguk. Sebentar lagi rasa penasarannya akan terbayar.

"Aku tidak nyata."

Taeyong termangu, genggamannya pada tangan Rosé perlahan terlepas, bahunya jatuh. Rosé ... tidak nyata? Melihat raut kaget campur sedih Taeyong, Rosé menambahi,

"Aku hanya khayalanmu."

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang