4 -wajah

2.2K 508 20
                                    

"Woah, lihat wajah itu."

"Kalau saja dia tidak 'rendahan', dia bisa menandingi Sehun."

"Pertandingan malam itu hebat, lihat bagaimana seluruh giginya berubah menjadi merah karena darah tapi masih tetap tampan."

Taeyong terus menunduk mendengar bisik-bisik di sekitarnya. Oke, dia akui dia memang tampan (bukannya kepedean), tapi tidak pernah ada yang mau mendekatinya, karena dia masih 'milik' Chanyeol.

Susah untuk menjelaskan hubungan murid2 di sekolah ini, sangat tidak sehat, orang kurang beruntung seperti Taeyong akan diperlakukan semaunya, disuruh-suruh, memiliki 'majikan', tidak peduli dia tampan atau tidak. Selama dia bukan orang berada, dia tidak akan pernah bahagia.

Jadi walaupun mata Taeyong besar, hidungnya mancung, kulitnya bersih, bibirnya bagus, alisnya tebal, itu tidak ada apa-apanya selama dia masih miskin dan mengandalkan beasiswa.

Justru dengan wajah yang terpahat nyaris sempurna ini, dia mendapat banyak kesialan. Penonton pertandingan 'spesial' semalam suka bagaimana dia tampil di depan layar, dengan wajah rupawan yang tetap menawan walau babak belur, rambut hitam berantakan, baju sobek yang menampilkan tubuh bagusnya.

Mengerikan.

Taeyong masih tidak mengerti jalan pikir mereka. Dia pun tidak tahu apa dia dipuji atau dihina saat ada yang mengucapkan, "aku suka bagaimana hidungnya patah tapi tetap tampan."

Kalian pasti berpikir menjadi sangat tampan atau sangat cantik itu sebuah keberuntungan, kan? Ya, mungkin tidak sepenuhnya salah. Tapi ketika ada yang menyukaimu, bukan kamu yang disukai, melainkan wajahmu.

Well, tidak semuanya begitu, sih.

"Hai, Lee, sedang membeli roti untuk Chanyeol lagi?"

Taeyong yang semula menunduk tersentak, reflek menoleh ke sumber suara. Ini pertama kalinya dia tidak perlu mendongak untuk melihat siapa yang berbicara dengannya, akhirnya ada yang lebih pendek yang mau berbicara dengannya, seorang perempuan, bukan Chanyeol atau laki-laki lain.

"Ah, iya." Taeyong menatap ke sekitar. Aman, koridor sepi, tidak akan ada yang melihat dia berbicara tanpa menunduk dengan perempuan yang pernah dirangkul Chanyeol.

"Eh? Wajahmu pucat, kau tak—"

Taeyong menepis tangan Rosé yang hendak memegang wajahnya. "Maaf, aku harus pergi." Dia melebarkan langkahnya, tapi Rosé berlari kecil dan menyeimbangi.

"Tunggu, ada yang perlu aku tanyakan."

"Apa?"

"Kau ... tidak apa?"

"Hah?"

"Pertandingan malam itu lumayan hebat—maksudku buruk, kau tidak mengalami luka berat?"

Apa tulang kaki retak, hidung patah, dan batuk darah itu luka berat? Taeyong tidak tahu, tapi sepertinya tidak.

"Tidak."

"Baguslah, kau tidak sadarkan diri setelah dipukul Johnny, aku kira kau mati, tapi tidak ada yang peduli, jadi siangnya aku ke rooftop untuk memastikan kau masih hidup."

Kenapa tidak memastikannya malam itu juga?

Seolah bisa membaca pikiran Taeyong, Rosé menambahi, "ada seseorang yang ingin aku segera pulang malam itu."

Chanyeol?

"Hm, Chanyeol."

Taeyong tidak mengerti, apa yang salah dengan Rosé? Kenapa dia mau berbicara dengan Taeyong, yang rendahan ini?

Omong-omong, Taeyong gagal bunuh diri waktu itu. Rosé terus mencegatnya sampai dia lelah sendiri dan pulang ke rumah.

"Terima kasih telah mengkhawatirkanku, aku pergi dulu—"

"Tunggu."

Taeyong hanya bisa menghela napas pasrah saat tangan lentik Rosé menahannya lagi. "Kenapa?"

"Aku serius soal permintaan itu. Satu permintaanmu akan ku Kabulkan, apapun itu aku bisa."

"Kau sakit? Kalau aku minta Bibi Kim menjadi presiden China, bisa?"

"Bisa, mau aku kabulkan?"

"Bibi Kim tidak bisa bahasa China, bodoh."

Rosé terkekeh. "Aku tahu."

Taeyong tetap tidak menngerti, apa Rosé ini orang aneh? Maksudnya, lihat wajah perempuan itu, sangat serius seolah ucapan tidak masuk akal tadi benar adanya.

"Aku tidak tertarik."

"Belum, Lee, kau akan tertarik saat ada dorongan."

Note;

Gw gatau ini book genre apa, mau dibilang fantasy juga bisa jadi pernah ada kasus yang begini, yaudahlah ikutin alurnya aja.

𝐔𝐧𝐤𝐧𝐨𝐰𝐧❜🌊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang