Deadline - 3

603 78 0
                                    

"Maaf, aku lama ya? Tadi pintunya sedikit macet." Ray akhirnya muncul juga. Dan aku bisa bernafas lega.

"Kak, kakak setuju kan kalau aku menikah dengan Stella?"

Revan malah menanyakan langsung pada Ray. Membuat wajahku memanas seketika. Tadinya aku pikir pembicaraan itu akan berakhir dengan munculnya Ray. Tapi ternyata tidak.

"Apa?" Ray pun tampak kaget dengan apa yang baru saja ditanyakan oleh adiknya. Itu berarti Ray sendiri pun tidak menyangka akan hal itu.

"Iya, aku mencintai Stella. Dan aku pikir, aku akan menikah dengannya."

"Berhenti bercanda, Van. Stella itu sahabat kakak. Kakak tidak ingin kamu mengacaukan kehidupan Stella. Apalagi dengan membuatnya terlibat gosip-gosip tidak menyenangkan. Fans kamu banyak yang sarkastik."

"Ini bukan candaan, Kak. Ini serius. Dan aku sendiri telah berpikir untuk berhenti dari dunia model."

"Kamu yakin?" Ray bertanya lagi untuk meyakinkan adiknya.

Dan kali ini Revan mengangguk penuh keyakinan.

"Kalau begitu kakak tidak menghalangi kalian. Ya, tergantung pada jawaban Stella," kata Ray pada akhirnya. Dan pandangan keduanya kini tertuju padaku.

Aku berpikir dalam hati. Bagaimana ini?

Di satu sisi, aku memang sudah dikejar target menikah yang dibuat oleh mama semalam. Tapi di sisi lain, aku masih belum bisa mempercayai Revan sepenuhnya. Label playboy yang disematkan padanya terlalu mengusik pikiran. Apakah mungkin seorang playboy berubah seketika?

"Stel, aku pikir memang tidak ada salahnya juga mencoba. Bukan untuk memaksa kamu, tapi kamu sendiri juga sudah mendengar pengakuan Revan tadi." Ray kembali bersuara saat aku belum juga menjawab.

"Dan aku yakin, mama kamu juga pasti sudah sangat menantikan hal itu. Iya, kan?" Ray melanjutkan.

Aku mendesah pendek. Aku memang sudah bercerita pada Ray beberapa waktu lalu, tentang mama yang sedang berusaha menjodohkanku.

"Tidak perlu khawatir. Aku sudah kenal betul dengan adikku. Jika dia sampai membuatmu menangis, aku sendiri yang akan menghajarnya."

"Hei, seburuk-buruknya aku, daddy masih mengajarkanku bagaimana memperlakukan wanita dengan baik," kesal Revan.

Aku tersenyum tipis mendengar pembelaannya. Aku memang kenal betul dengan om Rex, daddy mereka. Dan aku bisa mempercayai kalimat Revan barusan.

"Baiklah kalau begitu. Akan kucoba."

"Serius?" Revan bertanya dengan senyum sumringah. Yang kubalas dengan anggukan kepala.

Di sebelah Revan, Ray hanya bisa memberikan senyuman tulus. Yang sepertinya turut senang dengan keputusan yang baru saja kuambil.

Revan malah bangkit dari duduknya. Tanpa kuduga, ia berjongkok di dekatku dan menyodorkan sebuah cincin di tangannya, tanpa kotak.

Kubuang semua keraguan dalam hati. Kuterima cincin itu dengan mengulurkan tangan, agar Revan memasangkannya.

Ya, aku akan mencoba. Dan semoga berjalan lancar, agar mama tidak mendesakku lagi.

***

Hari sudah sangat sore saat aku pulang ke rumah. Kulihat mama sedang bermain ponsel di ruang keluarga, dengan tv yang juga menyala di depannya.

"Stella pulang, Ma," sapaku dan akhirnya membuat mama menoleh padaku.

Wajah mama terlihat girang sore ini. Tidak seperti semalam. Dan dengan cepat mama berdiri mendekatiku. Tanpa kuduga, langsung menarikku dalam pelukan hangatnya.

"Mama senang sekali, karena pada akhirnya ada pria yang melamar putri mama." Mama berkata masih dalam posisi memelukku.

Kedua tanganku bergerak ragu membalas pelukan mama. Dan yang ada dalam pikiranku sekarang, dari mana mama mengetahui hal itu?

Mama melepas pelukannya, kemudian meraih tanganku dan melihat cincin yang disematkan Revan tadi.

"Cincin yang bagus sekali. Dan ternyata sangat pas di jari kamu. Itu artinya, kalian berjodoh," kata mama.

Aku meringis pelan. Sepertinya beritanya sudah tersebar kemana-mana. Terlebih saat aku melihat layar ponsel mama yang menampilkan foto kami saat di cafe tadi.

"Tapi..." Mama memutus kalimatnya. Sedikit ragu untuk mengucapkannya.

"Tapi apa, Ma?"

"Kamu yakin, kalau dia sudah berubah? Dia kan terkenal playboy. Apa mama bisa mempercayainya? Apa jangan-jangan ini hanya akal-akalan kalian berdua?"

"Ma, berhenti menuduh yang tidak-tidak. Mama sendiri yang memintaku untuk segera menikah. Dan mama juga tau kan kalau dia itu adik Ray, anak om Rex yang terkenal tegas."

"Iya. Rex memang tegas dan juga disiplin. Tapi belum tentu dengan anaknya."

Aku mendesah pendek. "Sudahlah, Ma. Aku sudah memutuskan untuk mencoba dengannya. Kalau misalkan dalam seminggu dua minggu dia sudah menunjukkan sifat aslinya, aku masih bisa untuk berpikir ulang tentangnya dan juga hubungan kami."

"Baiklah kalau memang seperti itu keputusan kamu."

Mama duduk kembali seperti sebelumnya. Mengambil remote tv dan mengganti channel. Dan yang ditayangkan disana membuatku terdiam seketika.

"Seorang playboy seperti Revan Gavriell apakah bisa berubah seketika dan menjalin hubungan serius dengan seorang gadis? Tidak ada yang tau. Selama ini dia selalu gonta-ganti pasangan. Hampir setiap tahun, ia menggandeng gadis yang berbeda. Tapi pada kenyataannya sekarang, dia bahkan telah melamar seorang gadis dan menyematkan sebuah cincin di jemari gadis itu. Dan yang menjadi pertanyaan, siapa gerangan gadis yang telah dilamar oleh Revan? Dia bukanlah dari kalangan artis ataupun model seperti dirinya. Benarkah gadis itu juga serius? Ataukah mungkin dia hanya pansos atau panjat sosial, demi bisa terkenal dan menjadi artis seketika? Sampai saat ini, belum ada keterangan dari keduanya. Dan Revan sendiri pun belum mengenalkan gadisnya ke publik. Kita hanya bisa menebak-nebak untuk saat ini. Dan seperti apa pula reaksi dari fans Revan akan hal ini? Akankah mereka menyetujui hubungan idolanya? Selama ini, fans Revan yang terkenal fanatik selalu saja mampu mempengaruhi sang idola, termasuk saat memilih pasangan. Bukan tidak jarang, Revan akhirnya menjalin hubungan ataupun memilih untuk mengakhiri hubungannya karena dipengaruhi oleh fans. Kita lihat saja nanti."

Ah, tayangan gosip ternyata sedikit mengerikan. Aku tidak pernah membayangkan akan hal itu, terlebih jika diriku sendiri yang sedang dibicarakan. Dan aku salut untuk mereka yang bisa menulikan telinga jika dibicarakan dalam acara itu.

Dari pada mama memperpanjang masalah ini lagi, aku segera berlalu menuju kamarku. Rebahan di kasur sepertinya hal yang paling menyenangkan saat ini.

Tapi aku tak bisa menahan diriku, untuk melihat seperti apa lagi gosip yang diberitakan menyangkut diriku. Tanganku meraih ponsel dan membuka media sosial. Hal yang paling pertama kucari adalah akun Revan.

Dan benar saja, sudah banyak sekali ocehan dari netizen yang memenuhi kolom komentar di akun miliknya. Karena memang, foto kami di cafe tadi telah beberapa kali ditandai oleh akun gosip ke profilnya.

Berbagai komentar pun kubaca. Tidak sedikit dari mereka yang sepertinya penasaran dengan diriku. Dan secara gamblang mengatakan kalau kami memang serasi. Tapi ada juga beberapa dari mereka yang mengatakan tidak setuju. Bahkan mengataiku sedang pansos dan mencari ketenaran. Ada juga yang mengatakan kalau aku menginginkan kekayaan Revan.

Aku menghembuskan nafas kasar. Menutup media sosial dan meletakkan kembali ponselku di atas meja. Mulut netizen memang tak ada batasnya. Terlalu gampang memberikan penilaian tanpa tau keadaan yang sebenarnya.

Menginginkan harta Revan, katanya?

Bahkan warisan yang diberikan papa untukku tak akan sanggup untuk kuhabiskan. Sekalipun perusahaan itu tak kujalankan. Untuk apa aku menginginkan harta Revan?

Benar-benar konyol.

Dan aku jadi ingin tidur saja. Tak ada keinginan lain, selain berselancar di alam mimpi. Semoga esok hari aku baik-baik saja.

Deadline NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang