Deadline - 6

438 59 1
                                    

Halo, udah lama gak nongol..
Maaf ya, agak sibuk belakangan ini..
Cus lah, jangan lupa vote dan komen 😁

***

Aku menatap tumpukan map di meja, yang harus kuperiksa hari ini. Masih tersisa banyak. Kemudian melirik jam yang melingkar di tangan kiriku. Aku masih punya waktu satu jam, sebelum waktunya tiba untuk memenuhi janji dengan Revan.

Ya, pria itu ternyata benar-benar serius dengan apa yang telah dia ucapkan beberapa hari yang lalu. Pernikahan.

Hanya dalam hitungan hari, dia sudah mengajakku untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dan siang ini, kami berencana untuk menemui pihak WO. Aku hanya bisa memanfaatkan jam istirahatku, karena memang pekerjaanku juga sedang menumpuk. Belum lagi beberapa pertemuan yang harus kuhadiri.

Rasanya masih beberapa menit, tapi ponselku sudah berdering dan menampilkan nama Revan di sana. Kupastikan sekali lagi, menatap jam di sudut layar ponselku, ternyata memang sudah jam dua belas.

"Halo, Sayang. Kamu tidak lupa 'kan rencana kita hari ini? Aku sudah menunggumu di bawah." Suara Revan terdengar tanpa membiarkanku membalas sapaannya.

"Iya, aku tidak lupa. Aku turun sekarang," balasku dan menutup sambungan telefon.

Tanpa membereskan mejaku, aku beranjak.

"Aku keluar sebentar. Kalau ada yang penting, hubungi aku," kataku pada Andra yang masih duduk di kursinya. Ia juga sedang sibuk dengan pekerjaannya.

"Baik, Bu," jawab Andra.

Aku melihat Revan sudah menunggu di dekat mobilnya. Senyumnya melebar saat melihatku datang.

"Ayo," katanya sembari membukakan pintu mobil.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis, lalu masuk. Dalam hatiku sedang bersorak, merasa diperlakukan spesial oleh Revan. Padahal pintu mobil dibukakan untukku sudah menjadi sebuah kebiasaan. Entahlah, kenapa dengan diriku.

Revan menyetir dengan begitu santai, meski laju mobilnya lumayan cepat. Bahkan ia sambil bersiul kecil. Padahal selama ini ia jarang menyetir sendiri. Aku tau itu, karena ia beberapa kali datang menemuiku dan kakaknya saat sedang jalan. Ia hampir selalu diantarkan seorang sopir.

Sebuah mobil sedan hitam tiba-tiba menyalip kami, mengambil jalan di depan kami dan berhenti begitu saja. Revan yang sangat kaget tak bisa mengendalikan laju mobil, hingga menabrak pembatas jalan.

Bunyi benturan antara mobil dan pembatas jalan memenuhi pendengaran. Yang aku yakini, mobil yang kami tumpangi cukup parah.

"Argh!" Revan menggeram sambil memukul setir mobil. Kemudian memijat keningnya yang sepertinya terbentur.

Aku sendiri menggenggam kuat sabuk pengaman yang mengikat diriku di kursi. Jantungku pun berdebar sangat hebat. Tapi aku masih merasa beruntung, karena kami tidak terluka sedikit pun.

"Kamu baik-baik saja?" tanyaku pada Revan yang sedang meredam emosinya. Ia menganggukkan kepala.

Detik berikutnya, Revan menggelengkan kepala dengan tangan yang memegangi belakang lehernya. Hingga terdengar bunyi yang menandakan sebuah kelegaan. Kemudian menarik nafas panjang dan memilih untuk keluar.

Pintu mobil di sebelahku tak bisa terbuka karena terhalang pembatas jalan. Membuatku menahan diri untuk tidak keluar.

Yang aku lihat dari posisiku, seorang wanita turun dari mobil di depan kami. Ia memandangi ke arah kami, tanpa melangkah. Kedua tangannya terlipat di depan dada.

Aku sama sekali tidak mengenalnya. Dan sebuah senyum mengejek ia berikan pada Revan yang mendekat padanya.

"Apa yang kamu lakukan, Nath?" desis Revan, masih bisa kudengar.

Deadline NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang