Deadline - 9

479 60 0
                                    

Pertemuan kami kali ini, aku pikir akan menjadi kesempatan terbaik untukku.

Sangat bersyukur aku mengikuti jejak kak Ray tadi, yang sebenarnya aku belum tau kemana dia akan pergi. Aku hanya sedang merasa bosan sendirian. Saat hendak mengajak kak Ray jalan, ternyata dia sudah hendak pergi dan menyetir sendiri. Jadilah aku langsung mengikutinya tanpa ijin. Yang semoga saja tidak mengundang kemarahannya, terlebih tingkat cerewetnya kini semakin bertambah semenjak menjadi seorang ibu.

Siapa yang sangka, kalau ternyata kak Ray akan bertemu sahabat lamanya, Stella.

Saat mendengar kak Ray menyebutkan nama Stella, sesuatu dalam diriku bergejolak. Dan rasa rindu terhadap gadis itu tak mampu kubendung lagi.

Sudah cukup lama, setelah kami bertemu untuk terakhir kalinya. Dan aku sedikit penasaran, lipstik warna apa yang akan dia gunakan hari ini. Mencoba menebak dalam hati, tapi tak bisa kuduga.

Stella Azaria.

Wanita yang menjadi idaman banyak pria karena parasnya yang cantik dan menarik. Lebih dari itu, dia juga mempunyai kepribadian yang rendah hati dan senang berteman. Tak pernah terbersit kesombongan dalam dirinya meski ia dilahirkan dalam keluarga kaya raya. Namun demikian, ia tak memanfaatkan kekayaan orang tuanya untuk bersenang-senang. Ia bahkan telah bekerja keras untuk meneruskan perusahaan keluarganya.

Tapi aku juga tidak mengerti, bagaimana bisa seorang Stella Azaria belum menikah juga hingga usianya yang sekarang ini mencapai tiga puluh dua. Disaat kak Ray, yang adalah sahabatnya sendiri sudah memiliki dua anak, dia malah terlalu betah sendiri.

Namun hal itu juga membuatku merasa senang. Bukan atas apa yang sedang ditanggung Stella saat ini. Tapi karena merasa aku memiliki kesempatan untuk mendapatkannya. Dan saat ini, aku pikir adalah waktu yang tepat.

"Kamu yakin, Van, mau duduk sama kami? Memangnya kamu tak punya kerjaan lain?"

Pertanyaan kak Ray sedikit membuatku kesal. Dia seolah tidak percaya padaku, padahal aku sudah mengatakan padanya sejak tadi kalau aku akan menghabiskan waktu bersama mereka. Bukan karena tak punya pekerjaan lain, tapi aku lebih merindukan Stella dibanding pekerjaan.

"Ah, itu dia," kata kak Ray lagi, sambil menunjuk dengan dagunya ke arah belakangku. Kemudian mengangkat tangannya untuk memanggil sahabatnya itu.

Tanpa bisa kutahan, wajahku berputar untuk melihat sosoknya. Sekedar melihat penampilannya hari ini. Dan aku telah menemukan jawaban untuk pertanyaanku sebelumnya.

Merah darah. Dan itu sungguh menggoda iman. Membuat darahku berdesir hebat.

Harus kuakui, Stella memang tak pernah berubah. Selalu menjaga penampilannya dalam setiap kesempatan. Dan kali ini, ia benar-benar mempesona. Membuatku sangat ingin menahan dirinya untuk tetap berada di sisiku.

"Aku senang melihat kamu baik-baik saja, Stel," kataku sengaja menggodanya.

Bisa kulihat dia mendelik sebal ke arahku. Seolah tak ingin tergoda akan kalimatku. Tapi kalimat yang kuucapkan itu sungguh dari hatiku. Aku memang berharap dia selalu baik-baik saja.

"Aku merindukanmu, tau. Sudah sangat lama kita tidak bertemu," lanjutku lagi.

Ya, aku pikir itu sudah sangat lama. Dan memang, ada kerinduan dalam hatiku untuk bertemu dengannya. Sosok yang selalu ceria dan apa adanya.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu? Sepertinya kamu cukup lelah," kak Ray mengalihkan pembicaraan.

"Ya, lumayan. Ternyata tidak semudah yang aku pikirkan. Makin ke sini, makin sulit saja rasanya." Stella mengangguk kemudian menyedot minumannya.

Deadline NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang