Pertemuan kami dengan om Rex berjalan lancar. Dan setelah diskusi yang cukup panjang, beliau menerima proposal kami dan akan menanamkan investasinya.
Hal itu tentu saja menjadi kabar baik bagi kami. Tak peduli dengan apa yang telah dilakukan oleh investor terdahulu, karena kini aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan. Tentu saja aku tak berniat untuk menipu ayah dari kekasihku sendiri. Walau aku belum bisa memberikan seluruh hatiku padanya. Setidaknya, perlakuan baik yang dia lakukan akan kubalas dengan lebih baik.
Semuanya berjalan baik sejauh ini. Aku bisa menjalani hari-hariku seperti biasa.
Namun kami tentu tak boleh bersenang hati dulu. Karena deadline yang mama berikan semakin dekat. Sibuk mengurusi perusahaan membuat kami melupakan satu hal penting itu. Belum lagi masalah dari masa lalu Revan yang melanda, mengusik ketenangan kami. Membelah konsentrasi, hingga mengesampingkan perihal pernikahan.
Untuk tanggal pernikahan sendiri, kami dua keluarga telah membicarakan hal itu beberapa hari yang lalu. Tinggal mempersiapkan segala sesuatu untuk hari yang sangat istimewa itu. Yang pasti akan sangat menguras energi dan pikiran. Tapi, harus selalu optimis, kan, ya.
Pagi ini kami berencana untuk menemui pihak WO yang sempat tertunda. Bagaimanapun juga, pernikahan ini akan tetap dilangsungkan. Yang semoga saja bisa berjalan dengan baik.
Revan sudah datang menjemputku ke rumah. Datang sendiri, seperti biasa. Tak pernah mau menggunakan jasa sopir.
"Ma, kami berangkat," kataku pada mama yang duduk di depan TV. Kegiatan rutin mama belakangan ini, sekedar melepas penat di kepala. Tapi aku yakin, beliau juga sedang menantikan gosip yang bisa saja berisi pemberitahuan tentang calon menantunya ini.
Ah, aku bahkan sama sekali tak menyangka kalau aku akan berakhir bersama pria tampan ini. Yang usianya lebih muda dua tahun dariku.
"Bagaimana kalau kita menyelesaikan semuanya hari ini?" Revan bertanya sesaat setelah melajukan mobil.
"Maksud kamu, semua apanya?" tanyaku tak mengerti, kemana arah pembicaraan Revan.
"Maksudku WO, catering, gaun, dan semuanya. Kalau sempat, tentu saja." Revan menjelaskan dengan tatapan lembut padaku.
"Oh, tapi aku pikir aku tidak punya waktu seharian ini. Andra memberitahuku tadi kalau aku ada rapat sore nanti, jam tiga."
"Kalau begitu, sebatas kamu bisa aja. Pekerjaan kantor pun tak bisa diabaikan gitu aja. Apalagi masih baru mengalami masalah," kata Revan mengerti.
Mobil yang dikendarai Revan sudah berhenti di bangunan dua lantai, dimana pihak WO yang akan kami temui berkantor. Kehadiran kami pun disambut hangat oleh seorang wanita yang aku pikir masih berusia tiga puluhan tahun. Dan Revan tampak begitu akrab dengan mereka. Hingga akhirnya kekasihku itu mengenalkan wanita bernama Renita itu yang ternyata adalah teman kuliahnya dulu. Kuliah di jurusan hukum, tapi akhirnya menjadi seorang WO.
Kami membicarakan konsep pernikahan yang kami inginkan. Revan ternyata menginginkan pernikahan yang lebih intim, sama sepertiku. Ia bahkan tidak ingin momen sakral itu diliput banyak media. Lebih pada privasi sendiri, meski ia sendiri yang sejak dulu secara gamblang mengatakan pada media jika kami akan segera menikah. Hanya saja, Revan menginginkan pernikahan outdoor, sementara aku lebih ingin indoor.
Setelah diskusi yang cukup alot dan mempertimbangkan segala hal, keputusan akhirnya jatuh pada konsep indoor. Cuaca yang sering hujan, tak memungkinkan untuk membuat acara outdoor.
"Terima kasih, Ren. Dan kami harap, semuanya bisa maksimal walau waktunya sudah sangat mepet. Aku tau, dua bulan itu bukan waktu yang banyak untuk mempersiapkan semuanya. Tapi aku yakin kalau kamu bisa melakukannya untuk kami," kata Revan pada teman lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadline Nikah
ChickLitSeorang gadis perawan tiga puluh dua tahun yang dikejar deadline menikah yang dibuat oleh sang ibu. Stella Azaria, nama gadis itu. Di saat sang ibu semakin mendesak Stella untuk segera menikah, di saat itu juga Revan muncul lagi dalam kehidupannya...