12 | Planetarium

62 32 4
                                    

PLAYLIST:
I Like You So Much, You'll Know It - Ysabele Cuevas

"Kau tak sejauh Bootes Void yang berjarak 1 milyar tahun cahaya dari bumi, tak sebesar 350 juta tahun luas diameternya. Kau hanya kau yang berjarak beberapa jengkal di depanku. Tapi mengapa kau lebih mustahil untuk kujangkau dengan jarak yang bisa saja kubinasakan hanya dalam satu langkah maju ke depan? Kumohon beri aku jawaban!"

 Tapi mengapa kau lebih mustahil untuk kujangkau dengan jarak yang bisa saja kubinasakan hanya dalam satu langkah maju ke depan? Kumohon beri aku jawaban!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pada dasarnya, Raga gugup setengah mati. Kakinya sempat melangkah ragu dan terpatri di tanah saat pikirannya menyeruakan untuk kembali. Tungkainya memutar dan hendak melangkah pergi namun terlambat saat gadis yang akhir-akhir ini sedang berputar memenuhi kepalanya sedang menyuarakan namanya dengan ceria.

Raga menata niat. Sedari berangkat, dia sudah menyusun scenario apik jika saja semua tidak sesuai rencananya. Netranya menangkap raut kebingungan di wajah Qila. Tanpa perlu bertanya, dia jelas tahu alasannya. Qila sedang menilai pakaiannya sekarang.

"Kenapa kau memakai seragam?" kalimat itu keluar dengan lancar dari mulut Qila saat tungkainya berhenti tepat didepan Raga.

Yang ditanya mengedikkan kedua bahunya, "Aku ada urusan di sekolah, mengenai School Festival." Ada jeda lama dimana Raga memastikan jika Qila menerima alasannya. Setengah gugup dia melanjutkan, "Tidak ada waktu untuk berganti pakaian. Apakah tidak masalah?"

Sepuluh detik lamanya bagi Qila untuk mengangguk dengan senyum sumringah. Raga tetap mempesona baginya meski dengan balutan seragam. Sekarang yang paling utama bukan pakaian Raga tapi hatinya, urusannya dengan menata degup jantung belum kelar sejak mendapati presensi laki-laki itu.

Mereka tidak lagi banyak bicara, keduanya sama-sama berjalan kearah loket dan berbaris bersama pengunjung lainnya menanti giliran. Sedari tadi Raga terus mengamati Qila yang berdiri disampingnya sambil melihat sekeliling. Ada yang berbeda. Tatapannya memindai Qila dari kepala hingga ujung kaki kemudian terkekeh.

"Kau cantik," gumamnya.

Sontak Qila menoleh dan pipinya terasa panas, menahan untuk tidak tersenyum.

"Kau pakai blush on atau memang sedang merona?" tanya Raga lagi dengan suara paling rendah yang hanya bisa didengar Qila.

Tubuh Qila sukses berdiri dengan kaku dan lidahnya terasa kelu. Ingin sekali dia sekarang berlari dan menutup seluruh wajahnya karena malu. Kenapa bisa Raga menggodanya seperti itu. Dia masih setia berdiri dalam diam sambil meremas tali tas selempangnya untuk menyembunyikan tangannya yang gemetar. Sedangkan pelaku yang membuatnya bereaksi demikian hanya tertawa jenaka.

Raga tidak berniat menggoda, sungguh. Dia memang sedang memuji Qila. Gadis itu tampak berbeda tanpa balutan seragam yang membuatnya cantik, memberikan efek debaran di dadanya sekaligus nyeri yang sulit didefinisikan. Ada rasa bahagia yang membuncah sekaligus kecewa dan menyesal yang mengendap dihatinya. Sebanyak itu yang dia rasakan hingga dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan menunggu antrian, tidak lagi berniat membuka percakapan. Canggung yang aneh.



SPERANZA  ✓ [Revised]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang