.
.
.
.
.
Ombak yang menerjang pantai biasanya menenangkan Bright. Dia sudah terbiasa duduk di dek ini mengamati air sejak masih kecil. Ini selalu membantunya menemukan sisi pandang yang lebih baik dalam banyak hal. Namun itu tidak berpengaruh lagi untuknya.
.
Rumah sudah kosong. Ibu dan...pria yang Bright ingin agar ia terbakar selamanya di neraka sudah pergi, segera setelah kembali dari Alabama tiga minggu yang lalu. Dia merasa begitu marah, rusak, dan liar. Setelah mengancam nyawa pria yang dinikahi ibunya, Bright mendesak mereka untuk segera pergi. Bright tidak ingin melihat salah satu dari mereka. Dia harus menelepon ibunya dan bicara dengannya tapi dia belum mampu memberanikan diri untuk melakukan itu.
.
Memaafkan ibu lebih mudah diucapkan ketimbang dilakukan. Prim, adik kesayangannya, mampir beberapa kali dan meminta Bright agar bicara dengannya. Ini bukanlah kesalahan Prim tapi Bright juga tidak bisa bicara dengannya tentang hal ini. Prim mengingatkannya tentang sesuatu yang telah hilang. Sesuatu yang pernah hampir dia miliki. Sesuatu yang tak pernah berharap bisa dia temukan lagi.
.
Ada gedoran keras berasal dari dalam rumah dan membuyarkan lamunan Bright. Berbalik, menoleh dan menyadari ada orang di depan pintu ketika bel pintu berdering diikuti dengan suara ketukan lagi. Siapa itu? Tidak ada yang datang kesini lagi kecuali Prim dan Frank sejak Win pergi.
.
Bright meletakkan bir di atas meja samping dan berdiri. Siapapun itu, mereka harus punya alasan yang benar- benar kuat mengenai kedatangan mereka ke sini tanpa diundang. Bright berjalan melintasi rumah yang tetap bersih sejak kunjungan terakhir Jen, pengurus rumah. Dengan tidak adanya pesta-pesta atau kehidupan sosial maka menjadi lebih mudah untuk menjaga segala benda dari kerusakan dan Bright menyadari bahwa dia jauh lebih suka keadaan seperti ini.
.
Ketukan terdengar lagi ketika Bright sampai di pintu depan dan menyentaknya hingga terbuka, bersiap untuk memberitahu siapa pun itu agar segera pergi namun tak sepatah katapun sanggup keluar dari mulutnya. Dia bukan seseorang yang Bright harap bisa dia lihat lagi. Bright hanya bertemu pria itu sekali dan aku langsung membencinya.
.
Sekarang dia ada di sini, Bright ingin meraih bahunya dan mengguncangnya sampai ia menceritakan bagaimana keadaan Win. Apakah dia baik-baik saja. Di mana dia tinggal? Oh Tuhan, Bright berharap Win tidak tinggal bersamanya. Bagaimana jika dia telah...tidak, tidak, tidak, itu tidak mungkin terjadi. Dia tidak akan mau.
.
Tangan Bright mengepal erat membentuk tinju di sisi tubuhnya tanpa alasan. "Aku perlu tahu satu hal," Luke, pria dari masa lalu Win, berkata saat Bright menatapnya dengan pandangan tak percaya dan kebingungan. "Apakah kau," ia berhenti dan menelan ludah. "Apakah kau...meniduri—" Dia melepas topi bisbol dan mengusap rambutnya. Bright melihat lingkaran hitam di bawah matanya dan ekspresi lelah di wajahnya. Jantung Bright seakan berhenti. Seketika meraih lengan atasnya dan menggoncang tubuhnya. "Di mana Win? Apakah dia baik-baik saja?"
.
"Dia baik-baik saja...Maksudku, dia tidak dalam masalah. Lepaskan aku sebelum kau mematahkan lenganku," bentak Luke, menyentak lengannya menjauh dari Bright. "Win masih hidup dan sehat di Sumit. Itu bukan alasan kenapa aku ada di sini."
.
Lalu kenapa dia ada di sini? mereka hanya punya satu keterkaitan. Win.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOWN [ BrightWin ] ✅
FanfictionBright ingin merengkuh Metawin dengan segenap cintanya, Ingin menghapus semua sakit dan pilu kisahnya. Namun nyatanya Kisah mereka terlampau carut marut, terlampau hancur berantakan, dan tak lagi dapat terburai layaknya benang kusut. Lalu, Sekali la...