BAB XXXIX

2.8K 298 11
                                    


.

.

.

.

.

Win duduk di ruang tunggu dan berusaha keras untuk tidak memandang pada pasien lainnya yang juga sedang menunggu. Ada dua wanita hamil. Wanita diseberang Win didekap erat oleh lengan suaminya. Dia terus menerus berbisik di telinga sang istri yang membuatnya tersenyum. Tangan sang suami tidak pernah meninggalkan perutnya. Tidak ada keposesifan yang nampak dari perilakunya. Hanya sikap protektif. Seolah-olah sang pria melindungi istri dan anaknya hanya dari isyarat tubuh yang sederhana.

.

Wanita lainnya usia kehamilannya lebih tua daripada mereka berdua dan bayinya bergerak. Kedua tangan suaminya berada di perutnya kala dia memandang istrinya dengan penuh kekaguman. Ada sorot pemujaan yang manis terlihat di wajahnya. Mereka sedang berbagi momen dan hanya dengan melirik kearah mereka saja membuat Win merasa seakan-akan mengganggu momen itu.

.

Kemudian disinilah Win. Bersama Joss. Win telah berkata padanya dia tidak perlu menemani namun dia bilang dia ingin melakukannya. Dia tidak akan ikut masuk ke dalam ruang pemeriksaan karena Win tidak akan membiarkan dia melihatnya hampir telanjang dalam balutan jubah katun pemeriksaan yang tipis tapi dia akan duduk di ruang tunggu. Dia telah mengambil untuk dirinya sendiri secangkir kopi yang disediakan secara gratis dan karena dia hanya menyesap kopinya sekali Win berasumsi rasanya pasti memuakkan. Win merindukan kopi. Mungkin kopi yang diminum Joss tadi terasa nikmat untuknya. Win harus membeli kopi non kafein.

.

"Metawin," sang perawat memanggil dari pintu masuk yang mengarah ke ruang pemeriksaan. Win berdiri dan tersenyum pada Joss. "Aku tidak akan lama." Joss mengendikkan bahu. "Aku sedang tidak terburu-buru."

.

"Suami anda bisa ikut masuk bersama anda," ujar sang perawat dengan ceria. Secara langsung wajah Win menghangat. Win tahu tanpa harus melihat bahwa pipinya merona.

.

"Dia hanya seorang teman," dengan cepat Win mengoreksinya.

.

Kali ini sang perawat yang merona malu. Jelas sekali dia tidak membaca data dirinya dan melihat bahwa Win masih lajang. "Saya mohon maaf. Uh, well dia bisa ikut masuk juga jika dia ingin mendengar detak jantung si bayi."

.

Win menggeleng. Hal itu terlalu pribadi. Joss adalah seorang teman namun Win belum siap berbagi sesuatu sedemikian penting seperti detak jantung bayi dengannya. Bright bahkan belum pernah mendengar detak jantung bayinya. "Tidak, tidak usah."

.

Win tidak memandang lagi kepada Joss karena Win merasa malu untuk mereka berdua. Dia hanya membantu. Dianggap sebagai ayah dari si bayi bukanlah apa yang direncanakan sebelumnya. Pemeriksaannya tidak memakan waktu lama. Kali ini Win dapatmendengar detak jantung bayinya tanpa harus melalui banyak prosedur. Suaranya senyaring dan semanis sebelumnya.

.

Kehamilannya berkembang dengan baik dan Win dipersilahkan pulang dengan satu temu janji lagi empat minggu dari sekarang. Berjalan kembali ke ruang tunggu Win menemukan Joss sedang membaca majalah Parenting. Dia mengalihkan pandangannya pada Win dan tersenyum malu-malu. "Bahan bacaan di sini terbatas," dia menjelaskan.

.

Win menahan tawa. Dia berdiri dan mereka berjalan bersama keluar dari pintu. Setelah berada di dalam mobil Joss memandangya. "Kau lapar?"

.

Sebenarnya Win merasa lapar namun lebih lama dia menghabiskan waktu dengan Joss semakin Win merasa tidak nyaman. Win tidak dapat menyingkirkan perasaan bahwa Bright tidak akan menyukai hal ini. Dia tidak pernah senang Win sering berada dekat dengan Joss.

.

Walaupun Win membutuhkan tumpangan Win mulai khawatir ini merupakan ide yang buruk. Mungkin sebaiknya Joss hanya mengantarnya kembali ke rumah Bright saja. "Aku merasa lebih lelah daripada apapun. Bisakah kau mengantarku saja, kembali ke rumah Bright?" tanya Win.

.

"Tentu," timpalnya dengan senyuman. Joss sangat mudah dihadapi. Win menyukai hal itu. Suasana hatinya tidak siap menghadapi yang sulit-sulit.

.

"Sudahkah kau berbicara dengan Bright?" dia bertanya.

.

Itu merupakan sebuah pertanyaan yang tidak ingin Win jawab. Terlalu berlebihan menganggapnya tidak sulit dihadapi. Win hanya menggelengkan kepala. Dia tidak membutuhkan penjelasan dan jika dia merasakan yang sebaliknya sayang sekali Win tidak memiliki satupun. Win merasa hancur dan saat ia menghubungi Bright dua malam yang lalu dan langsung terhubung dengan pesan suara. Win meninggalkan pesan namun dia belum balik menelepon. Win mulai berpikir apakah dia berharap Win sudah pergi ketika dia kembali. Berapa lama sebaiknya Win tinggal di rumahnya?

.

"Dia tidak menghadapi semua ini dengan baik, menurut perkiraanku. Dia akan menghubungimu dalam waktu dekat," kata Joss. Dengan nada suaranya Win bisa bilang diapun tidak yakin dengan apa yang dikatakannya. Itu hanya untuk membuat Win merasa lebih baik.

.

Win memilih memejamkan mata dan berpura-pura tertidur sehingga dia tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. Win tidak ingin membicarakan hal ini. Win tidak ingin berbicara mengenai apapun. Joss menyalakan radio dan mereka berkendara dalam diam selama sisa perjalanan pulang ke Rosemary. Ketika mobil berhenti ia membuka mata dan melihat rumah Bright ada di depan. Win telah kembali.

.

"Terima kasih," Win berujar, menoleh pada Joss. Ekspresinya menyorotkan keseriusan. Win tahu dia sedang memikirkan sesuatu yang tidak ingin dibaginya dengan Win. Win tidak perlu menanyakan apa itu. Dia juga berpikir sebaiknya Win pergi. Bright tidak akan menelepon dan ada kemungkinan dia tidak akan kembali lagi. Win tidak bisa begitu saja tinggal di rumahnya.

.

"Telepon aku jika kau membutuhkan sesuatu," ujar Joss menatap mata Win.

.

Win mengangguk namun telah memutuskan tidak akan pernah meneleponnya lagi. Walaupun jika Bright tidak memperdulikan apa yang Win lakukan itu hanya terasa tidak benar. Win membuka pintu mobil dan melangkah keluar. Dengan lambaian terakhir Win berjalan menuju pintu depan dan masuk ke dalam rumah yang kosong.

.

.

.

.

.

DOWN [ BrightWin ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang