Raja baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit disekitar pinggangnya. Satu tangannya menggosok-gosok rambut basahnya dengan handuk kecil. Kakinya melangkah ringan menuju salah satu komputernya yang tersusun rapi di meja kerjanya, Raja mengamati layar komputer itu dengan wajah tenang, memeriksa pekerjaannya.
Semenjak Abi pindah ke rumah barunya dan Raja mendapatkan izin untuk menempati kamar Abi, Raja menyulap kamar itu menjadi singgasana pribadi miliknya. Ada banyak komputer yang dia butuhkan untuk bekerja sekaligus bermain game di sana.
Kamar bernuansa gelap dan hanya di terangi oleh lighting berwarna biru itu seperti menyatu dengan diri Raja yang kelam dan misterius. Raja memang tidak membutuhkan penerangan yang baik di kamarnya karena yang dia butuhkannya hanya kegelapan dan juga kesunyian agar otak cerdasnya bisa bekerja dengan cepat.
Saat Abi melihat bagaimana Raja mengubah kamarnya menjadi seperti saat ini, bosnya itu hanya tertawa tanpa berkomentar. Mungkin karena Abi dan Raja memiliki beberapa sikap dan ketertarikan yang sama, jadi bosnya itu bisa memakluminya.
Tapi, berbeda dengan Abi, istri bosnya itu malah mengomeli Raja ketika menemukan kamar Raja yang gelap dan di penuhi banyak sekali komputer.
Sampai gue tahu lo kurang tidur karena kebanyakan main game, bakalan gue buang semua komputer di kamar lo dan gue seret lo pulang ke rumah! Benar-benar lo ya, Ja!
Saat itu, seperti biasanya, Raja akan meladeni ocehan Gisa hingga mereka berdua saling berdebat sengit. Istri bosnya itu sama sekali tidak terlihat lemah meski mengomel dengan perut yang mulai terlihat membuncit. Padahal Raja pikir, kehamilan akan membuat Gisa menjadi sedikit lebih jinak. Sayangnya, harapan Raja harus musnah.
Raja melemparkan handuknya ke atas tempat tidur, kemudian membuka lemari dan mengeluarkan jeans serta kausnya dari sana.
Selesai dengan pekerjannya, Raja menduduki kursi kerjanya, jemarinya bergerak lincah di atas keyboard. Kedua matanya selalu saja menajam setiap kali dia larut dengan pekerjaannya. Hingga pekerjaannya selesai, baru lah seringaian kecil di sudut bibirnya yang khas terlihat.
Raja meraih ponselnya, kemudian mengetikkan sederet pesan untuk Abi.
Done.
Mendesah panjang, Raja memutuskan keluar dari kamar sambil berkutat dengan ponselnya untuk memesan makanan. Sudah pukul empat sore, seharian ini, dia hanya memakan sebungkus roti dan minum berbotol-botol mineral.
Setiap kali pekerjannya belum selesai, Raja seolah kehilangan rasa laparnya. Dan begitu pekeraannya selesai, maka perutnya berteriak lapar seketika.
Warnet sedang tutup karena hari ini adalah jadwal Raja untuk menyenangkan dirinya. Maka itu saat sedang menuruni satu persatu anak tangga, siulan riang Raja selalu saja terdengar.
Setelah berada di bawah, Raja menatap sekitarnya. Kursi terlihat berserakan dan ada beberapa sampah di sekitar lantai. Raja memang tidak sempat membersihkan lantai bawah semalam karena dia harus tidur dengan cukup agar bisa bangun pukul empat pagi dan menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat.
Menghela napas malas, Raja mulai membersihkan tempat itu. Dia tidak mau kalau tiba-tiba saja Gisa, istri bosnya yang cerewet itu datang dan menemukan keadaan ruko yang berantakan. Sungguh, setiap kali Gisa mengomel, ingin sekali rasanya Raja merekatkan lakban ke mulutnya.
Omelan Gisa sangat menyakitkan telinga. Entah bagaimana bisa Bosnya itu betah hidup bersamanya dan tetap baik-baik saja.
"Warnet tutup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...