17. Menghilang

3.1K 405 222
                                    

Shanin berjalan dengan riang dikoridor, senyumnya sedari tadi terus mengembang, rasanya sangat sulit untuk tidak tersenyum sehari saja, bagi Shanin, senyum adalah kewajiban.

Rambutnya yang ia biarkan tergerai dengan bando berwarna ungu muda, bergerak mengikuti arah pergerakan Shanin. Disepanjang koridor banyak siswa siswi yang memperhatikannya, karena gadis itu memang selalu menyorot perhatian, bukan karena ingin caper, tetapi memang udah dari sananya begitu.

Tak lupa juga Shanin bersenandung dengan pelan, "Hadirmu sangat berharga kuingin engkau tau, aku sayang kamuuu." ujar Shanin, sedari tadi malam sampai saat ini, Shanin terus terngiang-ngiang oleh lagu itu, apalagi sama orang yang nyanyiin, bahkan semalam Shanin sampai memimpikan Aksa dalam tidurnya.

Karena saking asiknya gadis itu menikmati perjalanannya dari koridor untuk menuju kelas, ia sampai terkejut karena ada seseorang yang tiba-tiba menarik tangannya ke pinggir koridor.

"Eeeh eh!"

"Ngapain lo senyum-senyum sendiri?" tanya orang yang menarik Shanin.

Shanin mengernyit bingung, ngapain ini orang? sebegitu gabut kah sampai harus menarik-narik tangan Shanin. "Kenapa emangnya? emang ada gitu ya peraturannya dilarang senyum disini?" tanya Shanin.

Aurel menatap Shanin kesal, beraninya dia menjawab seperti itu, "Lo sopan dikit nggak bisa?"

Shanin mengernyit heran, "Loh, emangnya barusan aku ngomongnya nggak sopan ya kak?" tanya Shanin.

"Nada bicara lo, nggak enak didenger ditelinga gue," balas Aurel.

"Yaudah, nggak usah didengerin dong, kok repot?" sahut Shanin, santuy.

Aurel menggeram kesal, rasa ingin menampol Shanin sangat menggebu-gebu. "Maksa Aksa pake cara apa lo? sampe dia mau dateng sama lo kemarin malem," tanya Aurel.

"Maksa?"

"Iya, lo maksa Aksa kan, makanya semalem Aksa mau dateng ke acaranya Nadira sama lo," ujar Aurel, sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

"Enggak, aku nggak maksa dia, dia nya sendiri malahan yang ngajak aku buat dateng kesana," balas Shanin, apa adanya.

"Nggak usah bohong ya lo! mana mungkin Aksa mau ngajak lo, pasti lo yang maksa-maksa dia," ujar Aurel, tetap kekeuh.

"Ih siapa yang bohong sih? orang emang kak Aksa sendiri yang ngajak aku kesana, kalo nggak percaya tanya aja sendiri ke orangnya," sahut Shanin sambil menatap Aurel.

"Jelas nggak percaya lah gue. Gue kasih tau ya, selama ini Aksa nggak pernah ngajak cewek mana pun selain gue, Nadira, Lea, sama adiknya atau mamanya," ujar Aurel.

Shanin manggut-manggut, kini ia mengetahui satu informasi tentang Aksa tanpa harus bertanya, lalu gadis itu berujar, "Ohh yaudah kak, berarti sekarang ditambah lagi, jadi Shanin. Kalimatnya dirubah jadi gini 'selama ini Aksa nggak pernah ngajak cewek mana pun selain kak Aurel, kak Nadira, kak Lea,  adiknya, mamanya, dan Shanin' tadaaa dah jadi kan? beres kan? hehehe," Shanin malah nyengir, hal tersebut berhasil membuat Aurel makin emosi.

"Lo tuh ya!" geram Aurel.

"Cangtip," sahut Shanin, lagi-lagi bercanda.

Kedua mata Aurel langsung berkilat marah, ia paling muak jika ada orang yang bersikap seperti ini padanya, apalagi orang itu adalah adik kelas yang Aurel tidak suka. Lantas Aurel ingin melangkah maju mendekati Shanin, namun dengan gerakan cepat, tiba-tiba saja ada seseorang yang menahan tubuhnya dari belakang.

"Hei, mau ngapain kamu?" tegur Alung, cowok itu berdiri dibelakang Aurel.

Aurel menoleh dan sedikit mendongak menatap wajah Alung, ia berdecak kesal, "Ngapain sih lo?!"

Hai, Aksa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang