Aku benar-benar cemas, tapi kecemasanku kau jadikan bahan bercandaan yg bisa kau tarik ulur.
°
°
°o0o
Elora menggigiti kukunya dengan cemas. Di meja kantin, ia ditemani oleh Rara yang saat ini memakan nasi goreng pesanan gadis itu.
Sudah tiga hari ini Elora menginap di rumah Felix. Bukan hanya berdua, tapi ada bunda di sana. Dan, sudah dua hari, mulai kemarin dan hari ini, Felix tidak menunjukkan batang hidungnya.
Ia ditinggalkan begitu saja bersama bunda. Wanita itu sudah menenangkan Elora, tapi tetap saja Elora khawatir.
Memang bunda bilang, kalau hal yang biasa kalau Felix tidak pulang ke rumah berhari-hari, mungkin lelaki itu sibuk dengan pekerjaan, atau sekedar ingin menenangkan diri.
"Udah lah El," ucap Rara setelah beberapa saat acuh dengan sahabatnya itu, ia jadi iba.
"Gimana gue nggak khawatir coba Ra, udah dua hari nggak ada kabar apapun."
Rara menghela napasnya. "Lo sayang banget ya sama Felix?"
Elora mengernyit heran. "Kok lo tanya gitu? Ya jelas lah, gue cinta banget banget banget sama Felix."
Mendengar itu membuat Rara tertawa hambar. "Cowok brengsek itu gak pantes buat cewe sebaik lo," gumam Rara sangat pelan tapi masih bisa didengar samar oleh Elora.
"M-maksud lo?"
Rara mengerjap, sedikit terkejut saat mengetahui Elora mendengar kata-katanya. "Maksud gue, em maksud gue siapa tahu aja si Felix selingkuh di belakang lo kan," jawab Rara dengan gugup.
Elora mendengus pelan. "Aneh lo," cibir gadis itu lalu kembali memakan baksonya.
"Ya siapa tahu aja El," ucap Rara kembali santai.
"Lo tahu nggak Ra, ternyata Felix itu takut sama selang. Aneh kan dia?"
Rara menghentikan pergerakan tangannya. Gadis itu menatap nasi goreng dengan tatapan kosong. Napasnya sedikit memburu.
"Ra," panggil Elora sembari mengguncang tangan Rara.
"Lo nggak papa?" Rara menggeleng pelan sembari tersenyum tipis.
"Gue nggak tahu kalau dia ketakutan banget. Dia bahkan sampai nangis lihat benda it--
Dentingan sendok yang di hasilkan dari Rara yang membanting sendok itu membuat Elora menghentikan ucapannya. Elora menatap Rara yang menatapnya datar.
"Plis El jangan bicarakan itu," ucap Rara pelan dengan nada ditekankan.
Elora mengerjap beberapa saat sebelum mengulum bibirnya yang tampak kering.
"G-gue nggak tahu Ra. Emangnya kenapa? Lo baik-baik aja kan?"
Rara menghela napas panjang sembari memejamkan matanya. "Gue udah kenyang." Rara bangkit dari duduknya meninggalkan Elora yang masih kebingungan.
"Aneh banget si Rara," gumam Elora seraya mengedikkan bahunya lalu kembali memakan bakso di hadapannya.
--
Mobil sport mewah sudah terparkir di depan gerbang SMA Samudra. Pemilik dari mobil itu dengan santai menyenderkan tubuh pada pintu mobil sembari memainkan ponsel ditemani sebatang rokok yang terselip di jarinya.
"Felix!" Teriakan cempreng itu berhasil membuat si pemilik mobil mendongak dan menatap seorang gadis yang saat ini berlari mendekatinya.
Gadis itu memeluk erat tubuh Felix membuat lelaki itu menjauhkan batang rokok dari jangkauan gadis itu.
"Kamu ngerokok lagi?" Tanyanya pada Felix sembari mendongak.
Felix mengangguk. "Mulut gue nggak enak El. Cuma satu batang doang."
Gadis itu, yang tak lain adalah Elora menggembungkan pipinya. "Kamu ke mana aja Lix?"
"Masuk dulu, nggak enak juga dilihatin anak-anak," jawab Felix sembari menatap sekitar.
Elora segera memasuki mobil mewah itu dengan senyum manisnya. Ia duduk manis di kursi penumpang lalu memakaikan seat belt pada tubuhnya.
Felix melajukan mobil menjauhi SMA tempat mereka sekolah. Saat di tempat yang lebih sepi, ia menepikan mobilnya.
Lelaki itu menatap Elora datar. "Gue ada urusan, jadi nggak bisa pulang," katanya dengan raut muka tak bersalah.
Dilihat dari kantung mata yang menghitam dan tatapan lesu Felix, siapapun pasti tahu jika lelaki itu sedang lelah.
"Urusan apa sih yang sampai kamu nggak bisa kabari aku?" tanya Elora dengan suara sedikit dinaikkan. Ia sangat kesal dengan Felix, bisa-bisanya lelaki itu tidak memberinya kabar sama sekali. Apa sih susahnya memberikan kabar yang tidak memakan waktu banyak untuknya?
Felix mendengus keras. "Ini yang buat gue males. Lo terlalu ikut campur urusan gue." Dengan kuat Felix memukul stir mobil. Bunyi nyaring yang di hasilkan membuat Elora sedikit terlonjak.
Elora menghela napas seraya menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi mobil. "Ya bukannya gitu, aku khawatir." Gadis itu menggigit bibir bawah menahan takut.
Tidak bisakah Felix mengerti dirinya? Kenapa selama ini harus Elora yang mengerti Felix? Kenapa tidak sebaliknya juga?
"Nggak ada yang perlu dikhawatirkan," ketus Felix lalu menatap ke arah depan dengan lurus. Mood lelaki itu sangat berantakan saat ini.
Elora menghela napasnya kembali lalu mengalihkan tatapan ke arah jendela. Ia sudah cemas seharian sampai tidak tidur semalaman, tapi Felix malah tidak menghargai itu.
"Gue lagi ngomong sama lo El," geram Felix pelan. Emosi lelaki itu sedikit terpancing saat Elora mengabaikannya. Tangannya menggenggam kuat stir hingga otot di tangannya keluar.
"Ya udah ngomong aja." Elora masih belum mengalihkan tatapannya dari luar jendela. Ia belum tahu jika Felix menahan amarahnya saat ini.
Melihat itu membuat Felix semakin geram. Lelaki itu menarik kasar leher Elora membuat gadis itu mau tak mau menoleh ke arah Felix dengan paksa. Ia menekan kedua pipi Elora dengan ibu jari dan telunjuk sehingga membuat bibir gadis itu mengerucut.
"Lo lama-lama ngelunjak ya," ketus Felix menatap Elora tajam. Rahangnya mengeras saat menemukan tatapan berani dari Elora. Gadisnya ini sekarang sudah mulai berani ternyata.
"Ngelunjak apanya sih Lix. Kamu pikir aku nggak cemas mikirin kamu? Kamu nyebelin banget tau nggak," pekik gadis itu lalu memukul kuat tangan kekar Felix agar melepaskannya pipinya.
"Jangan sok jadi korban deh lo. Gue capek, pulang kerja langsung jemput lo. Kurang baik apa gue hah? Gue kira dengan ketemu lo gue jadi lebih rileks, ternyata malah nambahin beban."
Napas Elora memburu. Dari mananya ia mengomel? Bukannya dari tadi Felix yang mengomelinya?
"Udah lah males aku debat sama kamu. Mending pulang aja," jawab Elora dengan nada bergetarnya. Kecewa sekali rasanya Felix seperti ini.
Padahal beberapa hari yang lalu lelaki itu mulai terbuka dan lembut padanya, tapi lihatlah sekarang. Lelaki itu mulai kasar lagi pada Elora.
Felix melepaskan cekalan ya pada pipi Elora dan noda merah membekas di pipi itu. Lalu, ia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Elora menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Ia pernah bilang bukan? Felix jika capek kalau tidak manja ya marah, kayak sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Luka (Re-post)
Подростковая литература"Jangan telepon gue kalau nggak gue telepon duluan! Paham bahasa manusia nggak sih lo?!" Sentakan itu sedikit membuat Elora terjingkat. Gadis itu secara refleks mundur selangkah. "Maafin aku sayang, aku nggak tahu kalau kamu sibuk," cicit Elora de...