delapan

2.1K 224 14
                                    

Jadikan aku sandaranmu, aku tahu bahuku tidak terlalu kekar sehingga membuatmu tidak nyaman, tapi percayalah. Bahu ini mampu menopang dan mendengarkan segala bebanmu.

°
°
°

o0o

Meja makan terlihat sangat hening. Tidak ada percakapan dari Elora dan Felix semenjak kejadian beberapa menit lalu.

Elora memaklumi Felix karena tidak ingin membuat lelaki itu merasa terganggu dengan mengajaknya berbicara. Begitupun dengan Felix, lelaki itu terdiam dengan sesekali melamun membuat Elora menjadi khawatir.

Setelah makan malam selesai, Elora membereskan piring kotor bekasnya dan bekas Felix lalu mencucinya dengan bersih.

Jam menunjukkan pukul delapan malam, belum terlalu larut untuk Elora dan Felix karena biasanya mereka bisa pulang lebih dari jam itu.

Felix memainkan ponselnya sembari menyender pada sofa depan tv. Pikirannya melayang pada kejadian suram tempo waktu. entah bagaimana bisa ada selang di apartemennya, padahal ia sangat anti dengan benda itu.

"Lix," panggil Elora sembari memeluk lengan Felix lembut. Felix menoleh sekilas pada Elora lalu kembali memainkan ponselnya.

"Maafin aku ya," lirih gadis itu dengan air mata yang sudah mengalir. Ia merasa bersalah karena tidak tahu apa yang ditakuti Felix dan ia dengan mudahnya mendekatkan itu sehingga membuat Felix ketakutan.

Felix tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Lagian lo nggak tahu kalo gue takut sama begituan."

Elora menghapus air matanya dengan mengusapkan wajahnya pada bahu Felix.

"Aku beneran nggak tahu Lix. Maafin aku." Elora tetap pada aktivitasnya.

Felix menghela napas panjang lalu membawa tubuh Elora dalam pangkuannya. Lelaki itu membelai lembut rambut Elora dan menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Elora di belakang telinga gadis itu.

"Lo nggak salah. Berhenti nyalahin diri lo. Itu salah gue, itu i-itu salah gue." Nada akhir kalimat Felix terdengar bergetar membuat Elora melingkarkan tangannya pada leher lelaki itu. Memeluknya erat untuk menenangkan lelaki yang menjabat sebagai kekasihnya ini.

"Gue mohon El, apapun yang lo tahu nantinya tentang gue, jangan sekali-kali lo tinggalin gue. Gua beneran sayang banget sama lo."

--

Elora menghela napasnya saat melihat kedua mobil terparkir di depan rumahnya. Orang tuanya pulang, pasti akan ada kejadian yang membuatnya sakit lagi. Selalu saja seperti itu.

Elora tidak mengharapkan kedua orang tuanya pulang. Bukannya ia durhaka dan tidak merindukan kedua orang itu, ia sangat merindukan mama papanya. Kedua orang yang membuatnya hadir di dunia ini.

Tapi, kehadiran mereka membuatnya benci situasi. Kedatangan mama papanya ke rumah hanya mempertontonkan pada dirinya ketidak harmonisan keluarga mereka. Setiap pulang ke rumah, mama papanya akan bertengkar tanpa berpikir jika ada dia yang menyaksikan.

Miris sekali.

Elora menatap Felix yang saat ini memeluknya erat. "Aku nginep di rumah bunda aja ya?" Bujuknya membuat Felix menggeleng.

"Gue yakin lo kangen sama mereka."

Elora menggeleng dalam pelukan Felix. "Aku lebih sakit kalau ngelihat mereka berantem."

Felix mengangguk paham. "Ayo, ambil baju lo buat nginep di rumah gue beberapa hari. Pamit juga sama mereka, bagaimanapun juga mereka orang tua lo El."

Elora melepas pelukannya lalu mengangguk. Gadis itu keluar dari mobil diikuti dengan Felix yang menemaninya.

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang