tiga belas

2.1K 226 90
                                    

Kesalahan yang aku buat tidak sebesar itu sehingga membuatmu terus menyakitiku seperti ini.

°
°
°

o0o

Pagi ini Elora bangun lebih pagi untuk membuat sarapan bersama bunda. Bunda pulang kemarin malam jam satu dini hari. Untunglah, jadi wanita paruh baya itu tidak mengetahui pertengkaran Elora dan Felix tadi malam.

Semalam Felix memang mengusirnya, tapi ia tidak mungkin meninggalkan rumah tanpa izin dari bunda. Beliau yang berbaik hati berbagi tempat tinggal dengannya, jadi ia menjadi sungkan saat keluar rumah begitu saja.

Elora berjalan dengan tertatih untuk meletakkan wadah berisi nasi goreng di atas meja makan. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya membuat ia sulit untuk bergerak. Mengingat kejadian semalam membuat gadis itu berdecih. Ia memang mencintai Felix, tapi apa yang dilakukan Felix semalam membuat Elora merasa tertekan dan berniat untuk lepas dari Felix, walaupun ia tidak yakin akan sanggup melakukannya.

Saat sedang asyik melamun, netranya menatap Felix yang menuruni tangga sembari mencoba memasang dasinya.  Ia menghela napas lalu mengalihkan pandangan. Ia jadi malas untuk beraktivitas, moodnya menurun saat melihat Felix.

"Lix sarapan dulu," ucap Elora dengan senyum paksanya. Gadis itu mencoba sebisa mungkin menghilangkan ingatan tentang kejadian semalam.

Felix menatap Elora datar lalu duduk di kursi makan seraya mengeluarkan sebatang rokok, membuat Elora yang melihat itu sedikit melotot. Elora memang kerap kali menegur lelaki itu saat menyentuh rokok saat berada disekitarnya, dan sejauh ini Felix menurut dan jarang merokok didepan sang kekasih.

"Masih pagi Lix. Jangan ngerokok dulu," tegur Elora. Semarah apapun ia pada Felix, tetap saja ia tidak bisa berhenti untuk peduli dengan lelaki itu.

Felix mendongak menatap Elora datar. "Jangan cari muka," jawabnya dingin. Mendengar itu membuat Elora mendengus.

“Siapa juga yang cari muka, muka gua udah glowing nih depan lo, gak liat? Mau dibeliin kacamata?” jawabnya santai. Ia terlanjur kesal dengan Felix, sekarang, jangan harap Elora akan menjadi lemah lagi di hadapan si brengsek Felix, sakit badannya saja masih membekas akibat kekasaran lelaki itu.

“Kok Lo nyolot sih anjing?!” sentak Felix, lelaki itu sedikit terkejut dengan gaya bicara Elora.

Mendengar perdebatan keduanya, bunda berjalan cepat menghampiri kedua remaja itu. "Kalian kenapa sih? Kamu juga Felix, jangan kasar gitu sama Elora!"

Felix tertawa renyah. "Cewek murahan kayak Elora wajib banget dikasarin bun."

Elora mengerjap pelan merasakan dadanya yang menyesak. Tangannya dengan erat mencengkeram ujung meja. “Lo siapa berani ngatain gue kayak gitu?!” pekik Elora tanpa menghiraukan lagi jika di sana ada bunda.

Felix terperangah, lalu bertepuk tangan dengan wajah yang terlihat meremehkan. “Jadi ini sifat asli Lo El?”

"Tadi malam Elora pulang sama cowok lain. Dia cewek murahan yang pura-pura polos Bun,” lanjutnya saat bunda menatap keduanya dengan tangan yang mengelus dada.

"FELIX!"

Tangisan Elora menggema di ruang makan. Tangan gadis itu menepuk pelan dadanya yang menyesak. “Lo pikir gak sakit dikatain gitu? Lix, gue cewek, pantes gak lo perlakuin gue kaya gini?” Suaranya terdengar gemetar karena menangis.

Bunda dengan cepat menarik Elora dalam pelukannya. Wanita itu menepuk punggung Elora pelan. Mata tajam bunda menyorot Felix.

"Jangan pernah kasar sama perempuan. Kamu lupa kalau bunda juga perempuan?"

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang